Brilio.net - Kata siapa dolanan tradisional itu bikin bosan dan tidak mendidik? Kalian masih ingat dolanan egrang, bakiak, pakon, bekel, sudamanda? Mungkin banyak yang sudah lupa karena era sekarang banyak sekali permainan modern dengan teknologi canggih. Tapi, bukan berarti permainan tradisional tadi sudah benar-benar hilang.
Di Kota Solo, Jateng terdapat komunitas Anak Bawang, sebuah komunitas pecinta permainan tradisional yang berupaya melestarikan permainan tradisional di tengah derasnya permainan modern. Mengapa memilih nama Anak Bawang untuk komunitas ini? Menurut salah satu anggotanya, Umi Masriningsih (24), kata "Anak Bawang" diambil dari "pupuk bawang". "Dalam setiap permainan tradisional selalu ada anak kecil yang dianggap belum cukup umur dan disebut sebagai pupuk bawang atau dalam bahasa Indonesia adalah anak bawang," kata Umi Masriningsih kepada brilio.net, Rabu (15/4).
Anggota komunitas ini kebanyakan anak muda, setiap hari Minggu mereka memiliki agenda membuka stan di Car Free Day (CFD) Jalan Slamet Riyadi Solo. Di stan ini para pengunjung bisa menggunakan mainan tradisional yang sudah disediakan sebelumnya, sehingga bisa menarik minat peserta CFD untuk andil melestarikan permainan tradisional tersebut.
"Semoga banyak yang main lagi, karena dolanan ini menambah interaksi secara langsung sementara permainan modern saat ini kurang menekankan interaksi," ujarnya.
Komunitas Anak Bawang didirikan pada 10 November 2012. Menurut mahasiswi psikologi UNS semester akhir ini, ada sekitar 10 relawan yang aktif di setiap kegiatan, seperti mengisi acara festival permainan tradisional dan pernah juga mengadakan olimpiade permainan tradisional se-Solo pada tahun 2013.