Brilio.net - Di siang yang terik, Minggu (13/9), lima orang dengan pakaian adat Jawa, tiga laki-laki, dua perempuan, salah satu perempuan mengenakan jilbab melakukan laku "tapa pepe" di alun-alun utara Keraton Yogyakarta.
Mereka, di antaranya bernama Budi, Agung, Sutinah dan Suwarni melakukan aksi tersebut karena mengaku sudah buntu harus berbuat apa dengan nasib yang dialaminya. Kelima pedagang kecil ini mendapat gugatan Rp 1 Miliar. Mereka sehari-hari mengadu nasib dengan berjualan di Pertigaan Gondomanan, Brigjen Katamso, Yogyakarta.
BACA JUGA :
Hebatnya dokter Budi, ingin bangun 5 juta jamban amfibi di Indonesia
Mereka melakukan tapa pepe karena tak tahu harus mengadu ke mana lagi (foto: Twitter @LBHYogya)
Kelima PKL ini merupakan pedagang nasi, tukang kunci dan penjual stiker. Mereka menempati lahan tersebut secara turun temurun. "Kita menempati lokasi itu dari bapak-ibu kami dulu," kata Sutinah pedagang nasi yang sudah menempati lahan di perempatan Jalan Brigjend Katamso tersebut sejak kecil, dikutip brilio.net dari akun Twitter @LBHYogya.
Tapa pepe sendiri adalah aksi jemur diri di bawah terik matahari sebagai ungkapan protes khas tradisi Jawa. Dari tweet yang ditulis akun @LBHYogya tapa pepe dilakukan karena kelima PKL yang digugat Rp 1 miliar tidak tahu harus mengadukan nasib mereka ke mana lagi.
Mereka meminta untuk tidak digusur dan gugatan senilai Rp 1 miliar dicabut oleh pemegang kekancingan, yang mengajukan gugatan dan rencana penggusuran. Sidang perdana kasus ini sendiri akan dilakukan di PN Yogyakarta, Senin (14/9).
BACA JUGA :
Budi, dokter inisiator program jambanisasi nasional
Sebelum melakukan aksi tapa "pepe" (foto: Twitter @LBHYogya)
Aksi tersebut sontak mendapat banyak simpati netizen. Pemilik akunTwitter @vie_kusuma menulis, "Sedih ik bacanya" ditambah emoticon menangis. Akun @IinSugito menuliskan dalam statusnya, "Ini yang namanya wong cilik go idak2an wong gede (Ini yang namanya orang kecil dijadikan injak-injakan oleh orang gede (orang kaya, penguasa, dsb), hukum masih mireng."