Brilio.net - Menempuh pendidikan yang lebih cepat dari umumnya barangkali menjadi idaman banyak orang. Tapi tantangan siswa yang sekolah di kelas akselerasi ternyata tak mudah. Arief Setiawan (25), doktor bidang teknik termuda di Indonesia asal Semarang ini mengalaminya.
Arief bercerita bahwa keikutsertaannya di kelas akselerasi awalnya bukan atas unsur kesengajaan. Saat SMP, ia mengikuti akselerasi di SMP 2 Semarang yang saat itu baru pertama kali membuka kelas akselerasi.
"Ternyata saya suka gaya belajar kelas akselerasi, cepat dan taktis. Why not? Saya ikut juga kelas akselerasi saat SMA. Tapi karena tahun 2003 tidak ada program akselerasi di Semarang, saya putuskan pindah ke Jogja," terangnya saat berbincang dengan brilio.net, Jumat (8/5).
Arief mengenang bahwa lantaran belajar di kelas akselerasi, hampir tiap hari ia belajar sampai jam 2 pagi di kamar mungil di sebuah rumah kontrakan tipe 21. Di saat teman-temannya asyik bermain, ia masih harus belajar karena tugas yang banyak dan tanggung jawab dirinya kepada orangtuanya yang telah menyekolahkannya. Di usianya yang baru 13 tahun, ia harus dituntut hidup mandiri jauh dari orangtua. Hebat ya?
Meski menempuh pendidikan akselerasi, ia tak pernah merasa masa remajanya terenggut hanya untuk belajar dan belajar. Ia pun menyebutkan bahwa gara-gara mengikuti program akselerasi, ia jadi pandai me-manage waktu, me-manage stres, dan me-manage diri sendiri.
"Kami siswa akselerasi dituntut untuk lebih mandiri dalam belajar dan mengerti tanggung jawab. Style belajar cepat dan taktis ini saya terapkan ke semua aspek kehidupan saya, termasuk bisnis," ujarnya.
Meskipun ia berkumpul dengan orang-orang yang lebih tua usianya, ia tak merasa ada beban karena perbedaan usia saat kuliah. Justru pergaulannya dengan orang-orang yang usianya lebih tua memaksanya untuk berpikir lebih dewasa dibandingkan dengan usianya. Itu dibuktikan dengan keaktifannya di organisasi kampus baik tinggat jurusan maupun universitas.