Brilio.net - Seringkali kalau habis membeli sesuatu di warung kecil dengan uang pecahan besar, kita diberi kembalian uang receh. Si penjual kontan mengatakan, "maaf ya mbak/mas kembaliannya receh." Berasa memberikan uang receh itu suatu kesalahan besar.
Menggenggam segepok uang receh dirasa nggak banget bagi sebagian anak muda. Malu rasanya kalau ada sekeping uang receh yang jatuh dari kantong. Banyak yang meledek saat uang itu beradu dengan lantai dan terdengar bunyi "krincing". Ada saja yang meledek, misalnya yang sering terlontar, "Ciye dolarnya jatuh nie. Abis ngamen dari mana bro?"
Begitu rendahnya nilai uang receh di mata orang Indonesia. Padahal di luar negeri uang receh begitu berharga. Kalau orang Indonesia suka nukerin uang recehnya dengan uang kertas utuh, hal sebaliknya terjadi di luar negeri. Orang sana berbondong-bondong menukarkan uang kertasnya dengan uang receh.
Tak usah jauh-jauh sampai Negeri Paman Sam maupun negara-negara Eropa. Di negara tetangga, Singapura, uang receh begitu berarti. Recehan mulai dari 5 sen dibutuhkan untuk membayar biaya transportasi di sana.
Untuk bisa menginjakkan kaki di bis kota, kamu harus membayar dengan uang pas. Benar-benar pas. Tak lebih, tak kurang.
Meskipun nominal uang yang dibutuhkan nggak bulat, seperti 2.65 dolar. Kamu tetap harus membayar dengan uang yang pas. Bila uang yang kamu berikan berlebih, kamu tak hanya tak mendapat kembalian, tapi kamu juga akan didenda.
Kedisiplinan itu yang membuat orang Singapura begitu menaruh hati pada uang-uang krincingan itu. Tak peduli sekecil apapun nominalnya, uang receh tetap akan digenggam erat.
Nah kalau peraturan yang sama berlaku di Indonesia, siapkah kamu untuk mencintai si uang krincing?