Brilio.net - Olimpiade bagi sebagian besar atlet merupakan ajang untuk meraih supremasi tertinggi dalam olahraga. Tapi tentu saja bukan cuma itu. Di balik penyelenggaraan kasta tertinggi kompetisi olahraga antarnegara tersebut, terselip juga urusan politik. Olimpiade juga menjadi peluang bagi para atlet di suatu negara untuk membelot dari Tanah Airnya.
Sepanjang penyelenggaraan Olimpiade, sudah banyak atlet yang membelot dari negaranya dengan berbagai alasan. Dari urusan politik hingga masalah pribadi, termasuk tekanan keluarga.
BACA JUGA :
Gurunya jadi wasit Olimpiade Tokyo, SMP N 4 Patuk Gunungkidul bangga
Kasus terakhir yang mencuat dalam gelaran Olimpiade Tokyo 2020 terjadi pada atlet pelari cepat asal Belarusia, Krystsina Tsimanouskaya yang tidak ingin kembali ke tanah airnya. Ia melarikan diri dari kompleks atlet untuk mencari perlindungan. Kenapa ya?
Ya, Olimpiade kerap menjadi gelangang bagi sejumlah atlet untuk mencari suaka. Setelah Olimpiade Munich 1972, lebih dari 100 atlet tinggal di Jerman Barat untuk mencari perlindungan. Sebelumnya, banyak juga atlet yang membelot dengan alasan ingin mencari nafkah di negara-negara yang lebih demokratis.
Berikut sederet kasus atlet yang terpaksa membelot sepanjang penyelenggaraan Olimpiade dengan berbagai alasannya.
BACA JUGA :
Emma McKeon raih 7 medali di Olimpiade Tokyo, cetak sejarah baru
1. London, 1948
Atlet polo air Hongaria Oszkar Csuvik (kiri) dan Tim Hongaria pada Olimpiade London 1948 (waterpololegends.com/courtesy Zsofia Vilo(szivosmarton.hu)
Oscar Charles memiliki peran yang berbeda pada tiga turnamen polo air Summer Games secara berturut-turut. Terlahir dengan nama Oszkar Csuvik di Budapest, Hongaria, ia membantu tim nasional negaranya merebut medali perak di London.
Namun ia akhirnya membelot untuk tinggal di Inggris dan enggan kembali ke pemerintahan komunis di negara asalnya. Dua tahun kemudian, ia bermigrasi ke Australia dan melatih tim Negeri Kanguru pada Olimpiade Helsinki 1952.
Pada Olimpiade Australia pada 1956, acara pembukaan yang digelar di Melbourne, bertepatan dengan tiga minggu setelah pasukan Uni Soviet menyerbu Hongaria untuk menghancurkan pemberontakan rakyat.
Pada Olimpiade tersebut, Charles bekerja sebagai komentator radio. Ia mengomentari pertandingan polo air yang disebut sebagai Blood in the Water di mana Hongaria mengalahkan tim Uni Soviet 4-0 dalam laga yang terkenal keras. Charles meninggal dunia di usia 83 tahun pada tahun 2008.
2. Melbourne, 1956
Diselenggarakan di musim panas belahan bumi Selatan, Olimpiade Melbourne dibuka pada 22 November 1956. Hongaria mengirim lebih dari 100 atlet, saat negara tersebut berada dalam kekacauan setelah berkonflik denganUni Soviet.
Dari ratusan atlet tersebut ada pesenam hebat kala itu, Agnes Keleti yang memenangkan medali emas dan dua perak. Ia akhirnya membelot ke Australia. Dia bergabung dengan puluhan atlet Eropa Timur yang menolak pulang. Saat itu Amerika Serikat resmi menerima setidaknya 40 atlet Olimpiade, termasuk 35 dari tim Hongaria di Melbourne.
Sementara Keleti memilih hijrah ke Israel, di mana dia tinggal sampai enam tahun yang lalu. Sekarang ia kembali ke Hongaria. Pada Januari 2021, usianya genap 100 tahun. Ia merupakan juara Olimpiade tertua yang masih hidup hingga sekarang.
3. Atlanta, 1996
Membelot ke Amerika Serikat adalah prospek yang menarik. Olimpiade Atlanta 1996 menawarkan kesempatan tersebut. Hal inilah yang dilakukan pembawa bendera Irak pada upacara pembukaan, Raed Ahmed. Ia melarikan diri dari kompleks atlet Olimpiade setelah berkompetisi dalam angkat besi. Dia ingin melarikan diri dari rezim Saddam Hussein ketika itu.
Lain lagi dengan kisah atlet baseball Rolando Arrojo yang membantu Kuba memenangkan medali emas bisbol di Olimpiade Barcelona 1992. Pada Olimpiade Atlanta 1996, saat bersiap untuk membantu mempertahankan gelar negaranya, atlet yang bertugas sebagai pitcher itu mampu menghindari tim keamanan di sebuah hotel di Georgia untuk melarikan diri. Ia pun dicap sebagai Judas oleh presiden Kuba ketika itu, Fidel Castro. Dua tahun berselang, ia bermain untuk tim Tampa Bay, Devil Ray. Ia pun menjadi seorang bintang MLB.
4. London, 2012
Ayoba-Ali Sihame adalah satu-satunya perenang yang mewakili pulau Afrika Komoro di Olimpiade London pada 2012. Saat itu, Sihame yang berusia 17 tahun berhasil meninggalkan kompleks atlet Olimpiade negaranya setelah berkompetisi di gaya bebas 100 meter.
Alasannya membelot cukup unik. Bukan karena urusan politik di negaranya, tapi ia enggan pulang karena takut dinikahkan secara paksa oleh keluarganya dengan pria yang jauh lebih tua. Keterangan itu muncul di pengadilan Inggris pada 2013 di mana dia dihukum karena menggunakan paspor palsu untuk mencoba memasuki Prancis.
Pengacaranya mengatakan Sihame mencari suaka setelah menjalani hukuman penjara. Padahal, ia sebenarnya bisa mengajukan permohonan secara legal saat berada di Olimpiade. Sihame bukan satu-satunya atlet Afrika yang melarikan diri saat Olimpiade. Sejumlah atlet Benua Hitam itu juga menghilang di Inggris setelah mereka memiliki visa Olimpiade selama enam bulan.
5. Tokyo, 2021
Olimpiade Tokyo 2020 menjadi peluang bagi pelari cepat asal Belarusia, Krystsina Tsimanouskaya yang tak ingin kembali ke negaranya. Sebenarnya Tsimanouskaya tidak berencana melarikan diri setelah tiba di Jepang.
Negaranya memang sedang dalam kekacauan selama setahun sejak pemilihan kembali presiden otoriter Alexander Lukashenko yang disengketakan. Tapi bukan karena itu ia ingin mencari perlindungan.
Tsimanouskaya tidak setuju dengan pelatihnya tentang pemilihan tim untuk lomba estafet. Ia pun membagi kekesalan dan pemikirannya itu di media sosial. Rupanya berbeda pendapat di Belarusia bisa mengancam nyawa. Ngeri juga ya.
Itulah sejumlah kisah atlet yang terjebak di persimpangan jalan, antara olahraga dan diplomasiyang berhasil dikutip Brilio.net dari berbagai sumber.