Brilio.net - Pemilu 2019 telah dilaksanakan pada 17 April 2019 lalu. Meski sudah usai, prahara seputar pemilu tak kunjung selesai. Banyak isu beredar usai pemilu salah satunya isu kecurangan.
Salah satu capres yang menuntut penuntasan kecurangan pemilu ialah Prabowo. Pada Senin (6/5), capres nomor urut 02 itu mengadakan pertemuan dengan media asing di kediamannya, Jalan Kertanegara IV, Kelurahan Selong, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
BACA JUGA :
Tak sebesar Jakarta, ibu kota baru hanya dihuni 1,5 juta penduduk
Tujuan pertemuan itu ialah untuk berdialog terkait perjalanan sistem demokrasi di Indonesia. Terutama, dugaan mengenai indikasi kecurangan pada Pilpres 2019.
"Kami telah menjalani kampanye politik yang sangat berat dan panjang. Setelah masa kampanye berakhir, kami mencoba untuk menjalin hubungan dengan media dan komunitas asing untuk menyampaikan pandangan kami," kata Prabowo seperti dikutip dari Liputan6, Selasa (7/5).
Prabowo mengatakan dengan mengundang media asing dia ingin menjelaskan kepada dunia bahwa dia merasa dicurangi dalam pemilu. Hal ini terlihat dari pemberdayaan aparat kepolisian yang secara terang-terangan dan institusi pemerintahan seperti badan intelijen.
BACA JUGA :
Ini rahasia poni Lisa Blackpink tetap rapi saat lagi manggung
"Dan hal ini semua sudah banyak dibicarakan, memberikan kami bukti, mereka adalah badan penegak hukum. Kami memiliki banyak bukti dan laporan. Kecurangan surat suara seperti surat suara yang sudah dicoblos sebelum pemilu misalnya yang ditemukan di Malaysia, dan berikutnya hal-hal lain," jelas Prabowo.
Prabowo menambahkan, pihaknya memiliki beberapa ahli yang akan memberikan paparan teknisnya. Pada dasarnya, ia beserta Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi sangat menyayangkan hal ini. Sebab, Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, dan bangsa Indonesia memilih demokrasi di tahun 1998.
"Saya akan bicara apa yang sering saya bicarakan di muka umum dan TV bahwa demokrasi adalah satu-satunya sistem di sejarah peradaban sampai sekarang yang dapat melaksanakan pergantian kekuasaan dengan damai, dibandingkan dengan sistem-sistem lain," ungkap Prabowo.
foto: Liputan6
Prabowo menegaskan, demokrasi dengan segala kepentingannya adalah satu-satunya penjamin kedamaian di kehidupan politik sebuah negara, dan tanda kedewasaan perkembangan sebuah negara.
"Tanda kedewasaan, tanda peradaban, tanpa demokrasi, perubahan kekuasaan biasanya berakhir dengan pendekatan fisik dan seringkali brutal dan menggunakan kekerasan. Ini lah yang selalu kami coba hindari," tegas Prabowo.
Prabowo mengatakan, saat ini sistem demokrasi di Indonesia ada yang ingin merusaknya dengan melanggar ketentuan-ketentuan yang ada. Sehingga kehidupan bangsa Indonesia menjadi tidak baik lantaran dirusak oleh sekelompok orang.
"Tapi apa yang terjadi saudara-saudara, inilah yang terjadi di Indonesia. Keinginan 267 juta penduduk Indonesia sedang dilanggar dan dipisahkan. Karena itu lah, kita tengah berusaha untuk menegakkan demokrasi di Indonesia menjadi demokrasi yang benar, yang jujur, untuk merubah sebuah sistem menjadi lebih baik ke depannya," kata Prabowo.
Pertemuan tersebut juga dihadiri sosok-sosok pendukung Prabowo. Mereka yang hadir antara lain cawapres nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno, Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Djoko Santoso, Direktur Kampanye BPN Sugiono, Direktur Luar Negeri BPN Irawan Ronodipuro, Direktur Materi dan Debat BPN Sudirman Said, Tokoh Ekonomi Rizal Ramli, serta Anggota Dewan Pembina BPN Amien Rais.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menegaskan tak ada kecurangan dalam Pemilu 2019. Arief Budiman mengatakan semua proses rekapitulasi sedang berlangsung dan sejauh ini berjalan lancar. Meski ditemukan sedikit kesalahan, KPU sudah langsung menyelesaikannya.
"Semua masih berjalan sebagaimana mestinya," ucap Arief Budiman.
Selain itu, terkait isu kecurangan pemilu, Arief yakin publik tidak akan terpengaruh. Oleh karena itu, ia akan memberi keterangan dan edukasi yang benar.
"Makanya publik harus kita edukasi supaya mereka paham dan tahu mana yang dipercaya dan tidak dipercaya informasinya," kata Arief Budiman.
Sementara, Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Erick Thohir mengaku heran, mengapa pada era sekarang yang semuanya bisa direkam, transparan dan terakses, masih saja pihaknya dituduh curang.
"Lillahi ta'ala, tidak mungkin kita berbuat baik dengan sesuatu kecurangan. Kita lihat juga data-data yang saat ini dibandingkan dengan 2014, kemenangannya jauh lebih besar," ungkap Erick Thohir.
"Artinya tidak mungkin paslon Jokowi-Amin melakukan kecurangan secara masif sampai belasan juta. Bagaimana caranya? Apalagi di era yang seperti hari ini, semuanya terekam, transparan dan semuanya bisa mengakses," jelas Erick Thohir.