Brilio.net - Mengalami anemia saat menstruasi menjadi kondisi yang sering kali diabaikan banyak wanita. Padahal, kekurangan darah selama menstruasi dapat berdampak serius pada kesehatan. Anemia terjadi ketika tubuh kekurangan sel darah merah yang cukup untuk membawa oksigen ke seluruh jaringan, menyebabkan gejala seperti kelelahan, pusing, hingga sesak napas.
Kondisi ini sering kali diperparah oleh perdarahan yang berlebihan selama siklus menstruasi, membuat tubuh kekurangan zat besi yang dibutuhkan untuk memproduksi sel darah merah. Penyebab utama anemia saat menstruasi bisa beragam, mulai dari keluarnya darah menstruasi yang deras, kurangnya asupan zat besi, hingga kondisi medis lain seperti gangguan hormon.
BACA JUGA :
4 Cara mengecek anemia sendiri di rumah dengan mudah
Jika tidak ditangani dengan baik, anemia tak hanya memengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga kualitas hidup sehari-hari. Oleh karena itu, penting bagi setiap wanita untuk mengenali penyebab dan dampak dari anemia yang terjadi selama menstruasi, agar bisa mengambil langkah pencegahan yang tepat.
Agar lebih aware ketika mengalami anemia saat menstruasi, yuk simak ulasan lengkap yang telah brilio.net sadur dari berbagai sumber, Selasa (24/9)
Penyebab anemia saat menstruasi.
BACA JUGA :
Bantu mengatasi anemia, 9 buah ini cocok dikonsumsi ibu hamil
foto: freepik.com
1. Perdarahan menstruasi yang berlebihan (menorrhagia).
Salah satu penyebab utama anemia saat menstruasi ialah perdarahan yang berlebihan atau yang dikenal sebagai menorrhagia. Kondisi ini terjadi ketika seorang wanita kehilangan lebih dari 80 mililiter darah dalam satu siklus menstruasi, yang secara signifikan melebihi rata-rata.
Perdarahan yang berat ini menyebabkan tubuh kekurangan sel darah merah dan zat besi yang diperlukan untuk memproduksi hemoglobin, yakni protein yang membawa oksigen dalam darah. Menurut penelitian dari American Journal of Obstetrics and Gynecology, menorrhagia menjadi penyebab paling umum anemia defisiensi besi pada wanita usia reproduksi.
Wanita dengan kondisi ini mungkin perlu mengganti pembalut atau tampon setiap satu hingga dua jam, yang dapat menjadi tanda bahwa tubuh mereka kehilangan terlalu banyak darah.
2. Kekurangan zat besi dalam diet.
Diet yang kurang mengandung zat besi juga menjadi penyebab umum anemia selama menstruasi. Zat besi ialah nutrisi penting yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk hemoglobin dalam sel darah merah. Saat menstruasi, tubuh kehilangan darah, dan oleh karena itu juga kehilangan zat besi.
Jika asupan zat besi dari makanan tidak mencukupi untuk menggantikan kehilangan ini, tubuh tidak mampu menghasilkan sel darah merah dalam jumlah yang cukup, sehingga memicu anemia. Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO), kekurangan zat besi menjadi penyebab anemia paling umum di dunia, terutama pada wanita usia subur. Makanan yang kaya zat besi, seperti daging merah, sayuran hijau, dan kacang-kacangan, sangat penting untuk mencegah kondisi ini.
3. Gangguan hormonal.
Ketidakseimbangan hormon, terutama hormon estrogen dan progesteron, juga dapat menyebabkan menstruasi berat yang memicu anemia. Hormon-hormon ini berperan dalam mengatur siklus menstruasi. Ketika hormon tidak seimbang, misalnya pada kondisi seperti sindrom ovarium polikistik (PCOS) atau gangguan tiroid, siklus menstruasi bisa menjadi tidak teratur lalu menyebabkan perdarahan yang berlebihan.
Studi dari Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism menunjukkan bahwa wanita dengan gangguan hormon memiliki risiko lebih tinggi mengalami anemia, karena menstruasi yang tidak teratur hingga sering kali disertai dengan perdarahan yang berat. Mengelola keseimbangan hormon melalui gaya hidup sehat atau terapi medis dapat membantu mencegah anemia yang disebabkan oleh kondisi ini.
4. Kondisi medis yang mendasari.
Beberapa kondisi medis, seperti fibroid rahim atau polip, dapat menyebabkan perdarahan menstruasi yang berat dan berkepanjangan, yang berpotensi mengakibatkan anemia. Fibroid rahim yakni pertumbuhan non-kanker di dalam rahim yang seringkali menyebabkan menstruasi yang lebih berat dari biasanya.
Polip juga dapat menyebabkan perdarahan abnormal selama siklus menstruasi. Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Women's Health menunjukkan bahwa sekitar 20-40% wanita di atas usia 35 tahun mengalami fibroid rahim, yang bisa menjadi salah satu penyebab utama menorrhagia serta anemia. Selain itu, endometriosis juga dapat menyebabkan perdarahan berlebih, sehingga memperparah kondisi anemia selama menstruasi.
5. Penyakit radang usus (inflammatory bowel disease).
Wanita yang menderita penyakit radang usus, seperti penyakit Crohn atau kolitis ulseratif, memiliki risiko lebih tinggi mengalami anemia saat menstruasi. Penyakit radang usus dapat mengganggu penyerapan zat besi dalam saluran pencernaan, sehingga tubuh tidak mampu menyimpan zat besi yang cukup untuk memproduksi hemoglobin.
Saat menstruasi, kehilangan darah ini semakin memperparah kondisi anemia. Berdasarkan sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Crohn's and Colitis, sekitar 30% penderita penyakit radang usus mengalami anemia defisiensi besi, dan risiko ini meningkat selama menstruasi. Mengelola gejala penyakit radang usus dan memastikan asupan zat besi yang cukup adalah kunci untuk mencegah anemia pada wanita yang menderita kondisi ini.
Dampak anemia saat menstruasi.
foto: freepik.com
1. Kelelahan yang berlebihan.
Anemia saat menstruasi dapat menyebabkan kelelahan yang berlebihan karena tubuh kekurangan hemoglobin, yang bertugas membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Ketika suplai oksigen menurun, tubuh harus bekerja lebih keras, menyebabkan rasa lelah yang tidak biasa meskipun sudah beristirahat. Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam American Family Physician, kelelahan merupakan salah satu gejala paling umum dari anemia defisiensi besi pada wanita.
2. Penurunan konsentrasi dan produktivitas.
Kekurangan oksigen yang dihasilkan oleh anemia juga memengaruhi fungsi otak, sehingga dapat mengganggu konsentrasi sekaligus menurunkan produktivitas. Saat otak tidak mendapatkan cukup oksigen, proses berpikir melambat, yang menyebabkan kesulitan dalam fokus dan mengingat. Journal of Nutrition melaporkan bahwa anemia defisiensi besi sering dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif, terutama pada wanita muda.
3. Gangguan pada aktivitas fisik .
Anemia menyebabkan tubuh kekurangan energi yang diperlukan untuk aktivitas fisik sehari-hari. Hal ini dapat menyebabkan sesak napas, lemah otot, hingga detak jantung yang lebih cepat saat melakukan tugas ringan seperti berjalan atau menaiki tangga. Berdasarkan laporan dari Mayo Clinic, penderita anemia sering mengalami penurunan stamina, yang dapat menghambat aktivitas fisik dan rutinitas olahraga.
4. Memperparah gejala PMS.
Anemia juga dapat memperburuk gejala sindrom pramenstruasi (PMS), seperti nyeri, kram, dan perubahan suasana hati. Kondisi anemia membuat tubuh lebih rentan terhadap stres fisik maupun emosional, yang dapat memperburuk ketidaknyamanan selama menstruasi. Studi dari International Journal of Gynecology & Obstetrics menunjukkan bahwa wanita dengan anemia sering melaporkan gejala PMS yang lebih parah dibandingkan mereka yang memiliki kadar zat besi normal.
5. Risiko komplikasi jangka panjang.
Jika anemia yang terjadi saat menstruasi tidak ditangani, hal ini dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang seperti peningkatan risiko penyakit jantung atau masalah kehamilan di kemudian hari. Kekurangan oksigen yang berkepanjangan dapat membebani jantung dan meningkatkan risiko kondisi seperti gagal jantung. Menurut World Health Organization (WHO), anemia defisiensi besi juga merupakan penyebab utama kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah pada ibu hamil.
Cara mencegah anemia saat menstruasi.
foto: freepik.com
1. Mengonsumsi makanan kaya zat besi.
Pencegahan anemia selama menstruasi dapat dimulai dengan mengonsumsi makanan yang kaya zat besi. Makanan seperti daging merah, sayuran hijau, kacang-kacangan, dan biji-bijian dapat membantu meningkatkan kadar zat besi dalam tubuh.
Zat besi berperan penting dalam produksi hemoglobin, yang membawa oksigen dalam darah. Penelitian dari National Institutes of Health (NIH) menunjukkan bahwa wanita yang rutin mengonsumsi makanan tinggi zat besi memiliki risiko lebih rendah mengalami anemia.
2. Menambah asupan vitamin C.
Vitamin C membantu penyerapan zat besi dari makanan yang dikonsumsi. Menggabungkan makanan yang kaya zat besi dengan sumber vitamin C, seperti jeruk, stroberi, atau paprika, dapat meningkatkan penyerapan zat besi oleh tubuh. Sebuah studi yang dipublikasikan dalam American Journal of Clinical Nutrition menemukan bahwa asupan vitamin C secara signifikan meningkatkan penyerapan zat besi, terutama dari sumber nabati.
3. Meminum suplemen zat besi jika diperlukan.
Jika asupan zat besi dari makanan tidak mencukupi, terutama bagi wanita dengan menstruasi berat, suplemen zat besi dapat menjadi solusi. Konsultasi dengan dokter sangat penting sebelum mengonsumsi suplemen untuk memastikan dosis yang tepat. Menurut World Health Organization (WHO), suplemen zat besi dianjurkan untuk wanita dengan risiko anemia tinggi selama menstruasi.
4. Mengelola gangguan hormonal.
Menjaga keseimbangan hormon juga dapat membantu mencegah anemia yang disebabkan oleh menstruasi berat. Gangguan hormonal, seperti sindrom ovarium polikistik (PCOS), dapat menyebabkan menstruasi tidak teratur dan berat.
Mengelola kondisi ini melalui pola makan sehat, olahraga teratur, atau terapi hormon dapat membantu mengurangi risiko perdarahan berlebihan maupun anemia. Studi dari Journal of Women's Health menunjukkan bahwa pengobatan hormonal yang tepat bisa mengurangi risiko anemia pada wanita dengan gangguan hormonal.