Brilio.net - Kasus dugaan penganiayaan terhadap balita berinisial K di sebuah tempat penitipan anak (daycare) di Cimanggis, Depok, pada 10 Juni 2024, telah mengguncang masyarakat. Orang tua korban mengetahui hal ini setelah menerima aduan dari seorang guru yang merasa ada yang aneh dengan perilaku anak korban. Pemeriksaan rekaman CCTV kemudian mengungkap bahwa anak mereka menjadi korban penganiayaan.
Kejadian ini bukan hanya dialami oleh korban K, namun juga beberapa anak dari orang tua lain. Orang tua korban telah membuat laporan polisi di Polres Metro Depok dan berencana mengadukan dugaan penganiayaan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Kasus ini menjadi pengingat bahwa anak-anak termasuk kelompok yang rentan mengalami kekerasan, baik oleh teman sebaya maupun orang dewasa.
BACA JUGA :
Usai ditetapkan jadi tersangka aniaya 2 balita, Meita Irianty bungkam dan tak ada permintaan maaf
Postur tubuh anak yang lebih kecil sering menjadi faktor psikologis yang membuat mereka tidak mampu melawan saat mengalami kekerasan. Oleh karena itu, peran orang tua dalam mencegah dan mendeteksi kekerasan terhadap anak menjadi sangat penting. Orang tua perlu mengetahui langkah-langkah yang bisa diambil untuk melindungi anak-anak mereka dari potensi kekerasan di lingkungan pendidikan.
Berikut brilio.net rangkum dari berbagai sumber pada Jumat (2/8), tujuh cara yang bisa dilakukan orang tua untuk mencegah kekerasan pada anak di sekolah atau tempat penitipan anak. Langkah-langkah ini mencakup berbagai aspek, mulai dari komunikasi efektif dengan anak hingga keterlibatan aktif dalam sistem pendidikan.
Jalin komunikasi terbuka dengan anak.
BACA JUGA :
Intip rincian biaya Daycare Wensen School usai viral pemiliknya Meita Irianty yang aniaya balita
foto: freepik.com
Orang tua perlu membangun komunikasi terbuka dan efektif dengan anak-anak mereka. Ajukan pertanyaan terbuka dan gunakan frasa seperti "ceritakan lebih banyak" atau "apa pendapatmu?" untuk mendorong anak berbicara lebih banyak.
Jangan ragu untuk memulai diskusi penting tentang topik-topik sulit seperti kekerasan, meskipun hal tersebut mungkin tidak nyaman. Komunikasi yang baik akan membantu anak merasa aman dan percaya untuk menceritakan masalah yang mungkin mereka hadapi di sekolah atau tempat penitipan.
Kenali tanda-tanda perubahan perilaku.
Orang tua harus memahami perilaku normal anak mereka untuk dapat mengenali perubahan sekecil apapun yang mungkin menandakan adanya masalah. Perhatikan tanda-tanda seperti menarik diri dari pergaulan, penurunan nilai di sekolah, berhenti tiba-tiba dari kegiatan yang biasa disukai, gangguan tidur, masalah makan, sikap menghindar, berbohong, atau keluhan fisik yang terus-menerus.
Perubahan mendadak dalam perilaku anak, baik yang halus maupun dramatis bisa menjadi sinyal awal adanya masalah yang perlu diwaspadai. Dengan mengenali tanda-tanda ini sejak dini, orang tua dapat segera mengambil tindakan untuk melindungi anak mereka.
Berikan pengetahuan perlindungan diri.
foto: freepik.com
Orang tua perlu memberikan pemahaman kepada anak tentang batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar oleh orang lain terhadap tubuh mereka. Ajarkan anak untuk berani menyuarakan ketidaknyamanan atau penolakan terhadap perilaku yang tidak mereka sukai.
Jelaskan kepada anak bahwa tidak ada seorang pun yang boleh menyentuhnya dengan tidak wajar. Berikan pemahaman tentang konsep "sentuhan yang aman" dan "sentuhan yang tidak aman" agar anak dapat mengidentifikasi dan melaporkan jika terjadi sesuatu yang tidak pantas.
Membekali anak dengan ilmu bela diri.
Pembekalan ilmu bela diri pada anak dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan membela diri. Selain mengajarkan kedisiplinan, bela diri juga dapat membentuk mental serta jasmani yang kuat.
Orang tua perlu memberikan pengarahan bahwa ilmu bela diri bukan untuk melakukan kekerasan kepada anak lainnya. Tekankan bahwa bela diri adalah untuk perlindungan diri, bukan untuk menyakiti orang lain.
Ketahui kapan harus intervensi.
foto: freepik.com
Orang tua perlu berani mengambil tindakan dan melakukan intervensi ketika anak menunjukkan perilaku atau sikap yang berbeda. Intervensi yang efektif melibatkan kerja sama antara orang tua, sekolah, dan profesional kesehatan untuk memberikan pengawasan dan dukungan yang berkelanjutan.
Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional jika diperlukan. Intervensi dini dapat mencegah masalah menjadi lebih serius dan memberikan dukungan yang dibutuhkan anak untuk mengatasi situasi sulit.
Terlibat aktif dalam pendidikan anak.
Bangun hubungan baik dengan guru-guru anak dan jalin komunikasi rutin sepanjang tahun ajaran, bukan hanya saat ada masalah. Ikuti perkembangan kegiatan sekolah, proyek kelas, dan tugas-tugas anak.
Hadiri semua kegiatan orientasi orang tua dan pertemuan guru-orang tua. Jika memungkinkan, ikut serta sebagai relawan dalam kegiatan sekolah atau bergabung dengan asosiasi orang tua dan guru.
Bergabung dengan koalisi pencegahan kekerasan.
Menurut National Crime Prevention Council, tingkat kejahatan dapat menurun hingga 30 persen ketika inisiatif pencegahan kekerasan menjadi upaya seluruh komunitas. Orang tua dapat bergabung dengan PTA (Parent-Teacher Association) atau kelompok berbasis sekolah lainnya yang bekerja untuk mengidentifikasi masalah dan penyebab kekerasan di sekolah.
Kerja sama antara orang tua, pejabat sekolah, dan anggota masyarakat merupakan cara paling efektif untuk mencegah kekerasan di sekolah. Bersama-sama, mereka dapat mengembangkan rencana pencegahan dan respons terhadap kekerasan yang efektif.