Brilio.net - Ismedi atau sering dikenal dengan nama Easting Medi merupakan seorang seniman lukis asal Borobudur, Magelang. Nama Easting Medi sendiri merupakan nama panggung yang diberikan oleh sebuah galeri yang memiliki kepanjangan Ismedi Tingal Wetan. Nama tersebut tercipta karena para pembeli lukisannya yang kebanyakan dari luar negeri susah mengucapkan nama aslinya, sehingga dibuatlah nama panggung tersebut.
Ismedi sendiri mengawali kariernya sejak SMP dengan menjadi penjual kaca lukis yang ia jual di sekitar Candi Borobudur. Dari situlah kecintaannya dengan dunia seni lukis semakin membara. Dari mulai perlombaan tingkat daerah hingga nasional pun pernah ia ikuti, tak heran jika dirinya memiliki berbagai macam penghargaan. Setelah menekuni dunia lukis Ismedi juga pernah menekuni dunia kerajinan keramik, namun pada tahun 2013 Ismedi memutuskan untuk lebih fokus menekuni dunia seni lukis, terutama lukisan kepala budha.
BACA JUGA :
Kenaikan harga tiket Candi Borobudur Rp 750 ribu ditunda
Bukan pelukis namanya jika tidak bisa menuangkan imajinasinya kedalam sebuah lukisan dengan berbagai macam objek. Semakin rumit objeknya, semakin tertantang pula mereka untuk mewujudkan objeknya menjadi sebuah karya lukis. Sebuah lukisan sendiri tidak hanya menuangkan sebuah objek ke dalam kanvas saja, namun juga harus memiliki filosofi yang kuat terhadap sebuah lukisannya. Salah satunya saat menentukan warna apa saja yang akan ia gunakan untuk melukis. Hal itu tentu akan banyak di presentasikan kepada para pembelinya di studionya maupun di pameran-pameran yang ia ikuti.
Pria 46 tahun tersebut terkenal sebagai spesialis pelukis kepala Budha yang sering ia tampilkan di berbagai pameran. Setelah sekian banyak mengikuti pameran dan mempromosikan lewat media sosial, pada tahun 2013-an hasil lukisannya banyak dibeli oleh para pecinta lukisan dari berbagai dunia. "Kebanyakan para pembeli lukisan saya itu berasal dari mancanegara, mulai dari Australia, Jepang, hingga Amerika" ujar Ismedi saat ditemui di studio seni miliknya di Dusun Tingal Wetan RT 04/RW 02 Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur.
Spesialis seniman kepala Budha.
BACA JUGA :
10 Tempat makan legendaris di sekitar Borobudur, serba khas Magelang
Dari berbagai macam objek lukis yang pernah ia gambar, Ismedi mengaku memiliki kedekatan tersendiri saat melukis dengan objek kepala budha." Setiap saya lihat wajah patung budha itu, saya selalu melihat kelembutan dari wajahnya. Padahal patung budha tersebut terbuat dari batu, namun yang saya lihat itu hanya kelembutan saja" ujar Ismedi. Selain itu patung budha yang banyak terdapat di Candi Borobudur juga memiliki kenangan tersendiri dengan masa lalu Ismedi. " Pada saat saya kecil, setiap lebaran itu kita sekeluarga selalu naik ke Candi Borobudur. Dan pada saat itu masyarakat sekitar juga memiliki kebiasaan yang sama sepertinya. Sehingga dari situlah saya melukis kepala Budha ini karena menggambarkan romantika masa kecil yang sudah tidak dapat saya temukan." imbuh Ismedi.
Patung kepala Sidharta Gautama atau Buddha Gautama itu sendiri setelah Ismedi telusuri memiliki cerita yang sangat unik, lantaran sosok tersebut yang dulu sering bersemedi dibawah pohon yang bernama Pohon Bodhi. Maka dari itu yang membuat Ismedi menyandingkan daun Bodhi dengan kepala Buddha dalam lukisannya. Selain itu, pemilihan objek kepala Budha ini juga sebagai bentuk rasa toleransi umat beragama di Magelang.
Dampak serangan Pandemi Covid-19.
Pada tahun 2013 hingga tahun 2019 merupakan tahun kejayaan Ismedi, dimana hasil karyanya banyak dibeli oleh wisatawan mancanegara dan kerap mengikuti berbagai pameran lukisan di beberapa tempat. Hingga pada awal tahun 2020 virus Covid-19 masuk ke Indonesia dan melumpuhkan berbagai sektor kehidupan yang ada di dunia. Pada saat itu Ismedi mengaku sebagai seorang pelukis yang mengandalkan kehidupannya dari menjual karya lukisnya kepada wisatawan yang berkunjung di Borobudur sangat kacau, lantaran tak ada lagi wisatawan yang berkunjung bahkan dirinya sendiri sulit untuk keluar membeli cat lukis. Alhasil dari situlah dirinya kembali memutar otak untuk tetap berkarya meski dengan keterbatasan bahan.
Dari hobi lainnya yang gemar menanam tumbuh-tumbuhan rempah atau empon-empon, Ismedi mencoba untuk membuat lukisan yang berbahan dasar empon-empon. Empon-empon yang digunakan diantaranya kunyit, temulawak, dan temugiring untuk pewarna serta temuireng, kunyit putih, dlingo, bengle, hingga kencur untuk penambah aroma dalam lukisannya tersebut. Namun dari sembilan empon-empon tersebut, kunyit lah yang memiliki pewarnaan paling kuat. Saat hendak digunakan melukis, empon-empon akan dikupas dan diparut. Lalu, parutan empon-empon tersebut diperas dan diambil airnya lalu air sari tersebut direbus hingga matang. Hal itu untuk lebih memunculkan warna dan menghindari lukisannya nanti berjamur. Untuk membuat lukisan empon-empon tidak pudar, Ismedi menggunakan cuka dan air kapur untuk mengunci warna dari empon-empon, hal itu ia dapatkan dari salah satu pengrajin batik berbahan dasar pewarna alami di daerahnya.
Filosofi empon-empon dalam lukisannya.
Empon-empon sendiri biasanya digunakan sebagai bahan masakan ataupun jamu untuk menjaga kesehatan. Empon-empon juga merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki Indonesia, lantaran tak banyak negara yang memiliki tumbuh-tumbuhan semacam ini. "Sejak zaman dahulu, nenek moyang kita sudah banyak memanfaatkan empon-empon sebagai jamu, yang mana jamu sendiri kan asli Indonesia. Jadi saya juga ingin menunjukkan kepada masyarakat luas untuk memperkenalkan tentang empon-empon, tentunya lewat sebuah lukisan yang saya buat sendiri, ujar Ismedi. Kedepannya Ismedi berharap jika lukisan empon-empon sendiri bisa menjadi salah satu bentuk pengenalan budaya Indonesia kepada negara-negara lain. Lukisan empon-empon karya ismedi ini sudah banyak mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak, salah satunya dari Pak Ganjar saat berkunjung ke Borobudur beberapa waktu lalu.
Harga lukisan Empon-empon.
Meskipun lukisan ini masih dalam pengembangan lebih lanjut, namun wisatawan yang tak sabar untuk membeli lukisan ini. Harga untuk lukisan kepala Budha dengan ukuran 4050 sentimeter, dibandrol dengan harga Rp 3,5 juta untuk wisatawan lokal dan Rp 7 juta untuk wisatawan mancanegara. Sedangkan lukisan dengan ukuran 80100 sentimeter dijual dengan harga kurang lebih sekitar Rp 7 juta untuk warga lokal dan Rp 14 juta untuk wisatawan mancanegara. Lalu, ukuran 150200 sentimeter dijual dengan harga kurang lebih Rp 30 juta.
Magang:Muhammad Reza Ariski