Kudapan ini sudah eksis sejak abad kesepuluh Masehi. Dikatakan dalam buku Jajanan Pasar Khas Yogyakarta karya Redy Kuswanto, jadah manten juga merupakan camilan kegemaran Sri Sultan Hamengkubuwono VII.
"Ya disebut jadah manten itu sebab dalam bahasa Indonesia artinya adalah 'makanan yang biasa dijadikan bahan bawaan pengantin pria untuk pengantin wanita'. Jadah manten itu dipercaya mempunyai makna kedua mempelai bisa tetap lengket, tidak mudah dipisahkan, bahasa kekiniannya yaitu langgeng, seperti tekstur kue Jadah Manten ini," ujar Kartinah, penjual jajanan tradisional di Pasar Kotagede, saat diwawancarai oleh brilio.net, Jumat (2/12).
BACA JUGA :
Roti kembang waru, kudapan Raja Mataram Islam yang tetap eksis
Melansir dari laman warisanbudaya.kemendikbud.go.id, pada kitab Kidung Harsa Wijaya 'Jadah' disebut dengan jawadah/juadah. Jadah dikonsumsi sebagai nyamikan (makanan kecil/ringan). Kata nyamikan sendiri berasal dari bahasa Jawa yaitu amik-amikan.
foto: dok. Ricka Milla Suatin
BACA JUGA :
Menikmati Banjar & Ukel, camilan tradisional peninggalan Mataram Kuno
Dalam perkembangannya, tak hanya kalangan yang tinggal di kraton saja yang dapat menikmati makanan bercita rasa gurih ini, masyarakat luas yang berada di luar kraton pun akhirnya dapat menikmatinya. Dulunya, jadah manten memang tidak dikonsumsi oleh sembarang orang, kecuali jika ada hajatan pengantin saja. Namun kini, makanan tersebut sudah dapat dikonsumsi oleh siapa saja dan dari kalangan mana saja.
Bagi yang penasaran dengan rasa dari olahan jadah manten, tak perlu harus menunggu ada acara pernikahan. Kamu dapat menemukan jajanan tradisional ini di Pasar Kotagede, khususnya di lapak pedagang yang menjual aneka jajanan pasar tradisional. Harganya pun sangat terjangkau, satu buah jadah manten dihargai sekitar Rp 1.500 rupiah saja. Selamat mencoba dan menikmati keunikan rasa dari jajanan khas Kotagede Yogyakarta, Sobat Brilio.