Brilio.net - Setiap orang tua pasti mendambakan anaknya menjadi anak yang berprestasi dan sukses di masa depan. Harapan tersebut sering kali membuat orang tua terjebak dalam pola asuh yang terlalu keras bahkan mengekang. Padahal, prestasi anak tidak selalu lahir dari tekanan, melainkan dari motivasi serta dukungan yang tepat.
Membangun prestasi anak membutuhkan pendekatan yang bijak sekaligus penuh pengertian. Orang tua perlu memahami bahwa setiap anak memiliki potensi yang berbeda-beda. Kunci utamanya yakni mengidentifikasi minat dan kemampuan anak, lalu memberikan stimulus yang sesuai tanpa memaksakan kehendak.
BACA JUGA :
Tanpa baby sitter, 5 gaya parenting Nikita Willy ngurus anak ini panen pujian
Komunikasi menjadi fondasi penting dalam membina anak menuju prestasi yang gemilang. Orang tua perlu menciptakan lingkungan yang mendukung dan memberikan ruang bagi anak untuk mengeksplorasi kemampuannya. Dengan pendampingan yang tepat, anak akan merasa dihargai, termotivasi, lalu pada akhirnya mampu mencapai prestasi tanpa merasa tertekan.
Pasalnya, pola asuh yang keliru dapat berdampak pada perkembangan emosional hingga prestasi anak. Sebagaimana yang terjadi baru-baru ini, seorang remaja usia 14 tahun inisial MAS tega meregang nyawa ayah dan neneknya di Perumahan Taman Bona Indah Blok B6 No 12, Kelurahan Lebak Bulus, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan.
Saat ditelusuri MAS memiliki prestasi yang cemerlang di sekolah bahkan ia siswa akselerasi di usianya yang terbilang muda. Berdasarkan pemeriksaan sementara, MAS mengaku mengalami bisikan gaib. Melansir dari Antara, psikolog klinis Anastasia Sari Dewi memaparkan secara umum 'bisikan gaib' jadi salah satu bentuk dari gejala psikotik yang disebut sebagai halusinasi auditorik.
BACA JUGA :
Potret 9 seleb yang gaya parentingnya sempat dikritik, Ria Ricis disebut abai soal keselamatan anak
Kondisi itu terjadi ketika panca indera kesulitan membedakan mana realita dan mana yang sebenarnya hanya di pikiran saja. Bila ditelisik salah satu faktor pemicu gangguan mental pada anak seperti genetik, lingkungan, pengaruh obat-obatan, dan sebagainya. Selain itu, diketahui pula si MAS alami gejala depresi lantaran tekanan dari orang tua yang menuntutnya untuk berprestasi.
Menilik dari peristiwa naas ini tentu jadi pelajaran bagi orang tua untuk lebih mawas diri supaya tidak menimbulkan berbagai hal yang tak diingin. Lantas bagaimana cara membina anak agar berprestasi tanpa merasa terkekang? Yuk simak ulasan lengkap di bawah ini yang brilio.net lansir dari berbagai sumber, Rabu (4/13).
Cara membina anak agar berprestasi tanpa mengekang
foto: freepik.com/freepik
1. Kenali potensi dan bakat anak
Setiap anak memiliki keunikan tersendiri, jadi jangan samakan si kecil dengan standar umum. Orang tua perlu melakukan observasi mendalam untuk mengenali minat hingga kemampuan alami si buah hati. Caranya bisa dengan mengajak anak mencoba berbagai aktivitas, seperti olahraga, seni, musik, atau akademik, lalu perhatikan di mana mereka paling antusias dan merasa nyaman.
2. Bangun komunikasi yang terbuka
Komunikasi enggak sekadar bicara, tapi juga mendengarkan dengan empati. Luangkan waktu untuk berbincang santai dengan anak, tanpa terkesan menginterogasi.
Ajak mereka sharing soal perasaan, mimpi, dan tantangan yang mereka hadapi. Dengan begini, anak bakal merasa dihargai sekaligus percaya untuk terbuka sama orang tua.
foto: freepik.com/freepik
3. Berikan motivasi positif
Motivasi bukan berarti membandingkan atau memberi hadiah materi melulu. Fokus pada apresiasi proses hingga usaha yang sudah dilakukan anak. Contohnya, bilang "Kamu hebat karena sudah berusaha maksimal" alih-alih cuma bilang "Kamu juara". Pujian yang membangun akan mendorong anak lebih percaya diri sekaligus makin termotivasi.
4. Ciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan
Belajar enggak melulu di meja belajar dengan tumpukan buku. Ciptakan suasana belajar yang kreatif dan menarik. Gunakan metode permainan edukatif, video interaktif, atau kunjungan ke museum bahkan ke tempat edukatif lainnya. Jadikan belajar sebagai momen yang dinantikan, bukan sesuatu yang membosankan.
foto: freepik.com/freepik
5. Ajarkan manajemen waktu dan disiplin
Disiplin bukan berarti keras, tapi mendidik anak untuk mengelola waktu dengan baik. Ajari anak membuat jadwal harian yang seimbang antara belajar, bermain, dan istirahat. Gunakan metode pencatatan atau aplikasi sederhana yang bisa membuat anak merasa bertanggung jawab dengan waktunya sendiri.
6. Dorong kemandirian anak
Jangan terlalu sering membantu anak sampai mereka enggak bisa apa-apa. Biarkan anak mencoba menyelesaikan tugas sendiri, meski hasilnya belum sempurna.
Orang tua bisa mendampingi lalu memberikan arahan tanpa langsung mengambil alih. Ini akan melatih problem solving serta kepercayaan diri anak.
foto: freepik.com/jcomp
7. Fokus pada pengembangan softskill
Prestasi bukan cuma soal nilai akademik. Kembangkan keterampilan sosial dan emosional anak, seperti kerja sama, empati, komunikasi, hingga kepemimpinan. Libatkan anak dalam kegiatan kelompok, kegiatan sosial, atau klub yang sesuai minatnya.
8. Berikan teladan yang baik
Anak cenderung meniru orang tua, jadi tunjukkan perilaku positif. Tunjukkan antusiasme dalam belajar, membaca, serta mengembangkan diri. Ceritakan pengalaman pribadi tentang usaha maupun kerja keras, tanpa terkesan menggurui.
9. Perhatikan kesehatan mental
Perhatikan tanda-tanda stres atau tekanan pada anak. Jangan sampai tuntutan prestasi malah bikin buah hati tertekan. Berikan ruang untuk bermain, beristirahat, lalu mengekspresikan diri. Ajak konsultasi dengan psikolog anak jika diperlukan untuk memastikan kesejahteraan mentalnya.
Intinya, membina anak agar berprestasi itu soal memberikan dukungan, motivasi, hingga lingkungan yang kondusif. Tak perlu memaksa, tapi yakinkan anak bahwa orang tua selalu ada di sampingnya, mendukung setiap usaha dan mimpi-mimpinya.