Brilio.net - Nama Talitha Curtis belakangan menjadi perhatian publik. Mantan Ratu FTV ini viral setelah terlihat berjualan risol dan rice bowl di pinggir jalan kawasan Bojong Gede. Penampilannya kini jauh berbeda dibandingkan masa kejayaannya di dunia hiburan, dengan perubahan drastis pada berat badannya yang membuat banyak orang pangling.
Talitha yang pernah membintangi sinetron populer seperti Ganteng-Ganteng Serigala membagikan kisah hidupnya dalam podcast bersama Melaney Ricardo. Ia menceritakan masa-masa sulit yang dialaminya, termasuk konflik keluarga yang berat saat usianya baru menginjak 20 tahun. Talitha mengakui tekanan hidup yang dialaminya berdampak besar pada kesehatan mentalnya. Ia mengaku mengalami overeating karena depresi hingga harus mengandalkan obat-obatan dari dokter psikiater.
BACA JUGA :
Ungkap ibu kandungnya pekerja malam, curhat Talitha Curtis tak tahu ayahnya siapa ini bikin pilu
Kerap konsumsi obat-obatan antidepresan ternyata mempengaruhi berat badan wanita cantik ini. Yup, sebagaimana yang diketahui ternyata salah satu efek samping dari obat antidepresan memang mempengaruhi metabolisme tubuh. Lantas bagaimana hal itu bisa terjadi? Yuk simak ulasan lengkap yang brilio.net rangkum dari berbagai sumber, Selasa (17/12)
Apa itu obat antidepresan.
foto: freepik.com/freepik
BACA JUGA :
Dulu pindah-pindah kontrakan, ini 9 potret rumah baru Talitha Curtis yang sederhana tapi nyaman
Obat anti depresan merupakan jenis obat yang digunakan untuk mengobati gangguan mood, terutama depresi. Depresi sendiri merupakan kondisi medis yang melibatkan perasaan sedih mendalam, kehilangan minat, gangguan tidur, hingga merasa hampa secara terus-menerus.
Biasanya pemberian obat ini melalui resep dokter. Obat ini bekerja dengan cara memengaruhi neurotransmiter di otak, yaitu zat kimia yang bertanggung jawab atas pengaturan suasana hati, seperti serotonin, norepinefrin, dan dopamin.
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam The Lancet Psychiatry, antidepresan efektif untuk mengurangi gejala depresi sedang hingga berat. Obat ini membantu mengembalikan keseimbangan kimiawi di otak sehingga penderita depresi dapat merasa lebih baik secara emosional maupun mental.
Namun, efektivitas antidepresan dapat bervariasi pada setiap individu tergantung jenis obat, dosis, hingga respons tubuh terhadap pengobatan. Meskipun berguna, antidepresan juga memiliki efek samping, seperti peningkatan nafsu makan, gangguan tidur, dan dalam beberapa kasus, bisa meningkatkan berat badan.
Sebuah studi dari Journal of Clinical Psychiatry menyebutkan bahwa antidepresan, terutama yang termasuk golongan serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) maupun serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs), dapat memengaruhi metabolisme tubuh. Karena itu, penggunaannya harus diawasi oleh dokter untuk memastikan manfaatnya lebih besar daripada risiko yang mungkin ditimbulkan.
Kenapa obat depresi bisa bikin badan gemuk?
foto: freepik.com/rawpixel.com
Penggunaan obat antidepresan sering dikaitkan dengan penambahan berat badan, dan ini bukan sekadar mitos. Dikutip dari Mayo Clinic, ahli farmakogenetik dan psikiater dari Amerika Serikat (AS) Daniel K. Hall-Flavin membenarkan bahwa kenaikan berat badan jadi salah satu efek samping dari mayoritas obat antidepresan.
Salah satu alasan utama yakni perubahan pada metabolisme tubuh yang dipengaruhi oleh obat-obatan tersebut. Obat antidepresan, terutama golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) dan tricyclic antidepressants (TCAs), bekerja dengan meningkatkan kadar neurotransmiter seperti serotonin di otak.
Serotonin memiliki peran dalam pengaturan nafsu makan, sehingga peningkatan kadar serotonin dapat memicu rasa lapar lebih sering sekaligus keinginan makan makanan tinggi kalori.
Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Psychiatry, penggunaan antidepresan dapat menyebabkan penurunan tingkat aktivitas metabolisme basal. Hal ini berarti tubuh membutuhkan lebih sedikit energi untuk menjalankan fungsi dasarnya, sehingga kalori yang tidak terbakar berpotensi disimpan sebagai lemak.
Selain itu, banyak pasien depresi yang melaporkan perubahan pola makan sebagai bagian dari proses pengobatan, di mana makanan menjadi sumber kenyamanan emosional (emotional eating) yang sulit dikendalikan.
Efek lain dari antidepresan yakni pengaruhnya terhadap hormon leptin maupun insulin, yang berperan penting dalam pengaturan rasa kenyang dan metabolisme gula darah. Penelitian yang diterbitkan dalam Obesity Reviews menunjukkan bahwa beberapa jenis antidepresan dapat mengganggu sinyal leptin, sehingga tubuh tidak memberikan respons "kenyang" meskipun telah cukup makan.
Disfungsi hormon ini memperparah potensi kenaikan berat badan, terutama jika dikombinasikan dengan gaya hidup yang kurang aktif selama masa pengobatan. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk memantau perubahan berat badan sekaligus mencari alternatif jika diperlukan.