BACA JUGA :
Mencicipi pedas dan segarnya Rujak Mak Tas, kuliner khas pantura yang murah meriah
Seiring berjalannya waktu, usaha yang dibangun Sastrodinomo bersama istrinya ini memberikan hasil yang cukup bagus. Sastro pun akhirnya merencanakan untuk mewariskan usaha keluarga tersebut pada sang anak. Menurut penuturan Angga, usaha tersebut diturunkan ke Sudimah sebagai pewaris generasi kedua.
"Jadi mulai punya toko itu mulai mbah Sudimah," tutur Anggar.
Pada 1965, Sultan Hamengkubuwana IX melakukan kunjungan kembali ke Kaliurang. Pemimpin rakyat Jogja itu pun mampir ke warung Sastrodinomo. Pada itu, usaha kuliner serupa sudah banyak berdiri.
BACA JUGA :
Tak lanjutkan pendidikan kuliner di Singapura, ini kisah sukses pemilik Mi Sapi Banteng di Jogja
Oleh karena itu, sebagai penanda dan pembeda dengan tempe jadah lainnya, atas usulan sang istri Sultan yaitu Kanjeng Ratu Ayu Hastungkara memberikan saran nama yaitu Jadah Tempe Mbah Carik.
Nama "Carik" dia berikan karena mengingat Sastrodinomo yang dulunya merupakan seorang carik Kaliurang yang bertugas membantu dalam hal administrasi pemerintahan.
"Sri Sultan ngendiko bahwa "Iki digaweke, dijenengi Jadah Tempe Mbah Carik ben dadi rezeki anak cucu mu" (Sri Sultan mengatakan bahwa "Ini dibuat, dinamai Jada Tempe Mbah Carik biar jadi rezeki anak cucumu)," ujarnya.
Kata-kata yang disampaikan oleh Sri Sultan itulah yang masih dipegang teguh oleh keturunan Mbah Carik. Maka dari itu, usaha yang didirikan Mbah Sastrodinomo masih berdiri hingga saat ini.
Ada makna dan filosofi di balik Jadah Tempe Mbah Carik
Tidak hanya mengutamakan rasa otentik saja. Namun dibalik itu terdapat makna dan filosofi tersembunyi. Jadah yang memiliki warna putih dan tempe dengan warna merah alaminya itu bermakna sebagai makanan perjuangan pada masanya.
Jika zaman dahulu filosofi tersebut dimaknai sebagai perjuangan. Kini perjuangan tersebut membentuk kisah baru yaitu mempertahankan dan melestarikan kuliner-kuliner khas daerah agar tidak tergeser dengan makanan dari luar negeri.
"Cita-cita kami ini lebih tinggi lagi dengan melestarikan kuliner Nusantara. Dengan misi kita adalah melestarikan kuliner autentik Nusantara dengan teknologi dan manajemen terbaik," jelas Angga.
Mulai berinovasi tanpa meninggalkan rasa autentik jadah tempe
Masuknya kebudayaan dari luar yang begitu mudah, mulai dari kebiasaan, gaya busana, dan dunia kuliner. Membuat kebudayaan asli Indonesia mudah tergeser atau bisa terjadi akulturasi budaya.
Hal tersebut membuat siapapun sebagai pewaris kebudayaan memikirkan agar kebudayaan asli atau ciri khas dari suatu daerah ini tidak berubah. Kondisi ini lah yang dialami Angga sebagai pewaris generasi keempat Jadah Tempe Mbah Carik.
Agar makanan nusantara ini tidak terlupakan oleh masyarakat dia mulai melakukan inovasi terhadap produk-produk unggulan usahanya, tanpa mengubah cita rasa otentik jadah tempe.
"Inovasi itu yang punya frozen kita," jelas Angga.
Saat ditanya brilio.net, Angga menceritakan bahwa tempat produksi jadah tempe ini dibagi menjadi dua. Dengan cara tradisional - menggunakan kayu bakar dan memanfaatkan dapur modern. Maksudnya, dapur modern yang mereka gunakan untuk produksi tempe bacem adalah menggunakan kompor gas dan bantuan alat lainnya.
Meski menggunakan cara modern dalam pengolahannya, namun soal rasa tidak berubah sama sekali. Resep dan proses tetap dijaga dengan baik. Contohnya ketika membuat jadah harus ditumbuk, maka proses ini menjadi wajib dan tidak boleh dilewatkan.
"Kita tetap mempertahankan jadah tempe dengan wujud, seperti itu. Kalau inovasi ya tetap sebatas rules yang masih bisa kita masukkan," jelas Angga sambil menunjukkan proses pembuatan.
Inovasi tidak hanya berkembang dari sisi proses pembuatan. Melainkan dari sisi pemasaran juga diperhatikan, terlebih lagi kemasan. Kini Jadah Tempe Mbah Carik tidak hanya kamu dapatkan dalam bentuk besek dan fresh. Melainkan terdapat kemasan lain, seperti halnya frozen food yang bisa tahan kurang lebih tiga hingga enam bulan.
Perubahan bentuk kemasan ini dilakukan agar wisatawan yang ingin menikmati jadah tempe tidak kecewa. Pasalnya, jadah tempe biasa yang dibiarkan dalam suhu ruang bisa cepat basi, kurang lebih selama 24 jam. Kini adanya inovasi tersebut bisa memuaskan keinginan pelanggan dan bisa menikmati jadah tempe kapan dan di mana pun.
"Oh berarti zaman sekarang pinginnya, misalnya bisa diawet. Kemasannya bagus, kita harus inovasi," ujarnya.
Selain dari segi kemasan, perubahan juga dilakukan pada sisi penjualan. Jadah Tempe Mbah Carik saat ini tidak hanya mendirikan berbagai outlet di sudut kota Yogyakarta. Kini makanan legendaris tersebut mulai dijajakan di marketplace, mulai dari Instagram, website, dan TikTok.
Namun sistem penjualan yang melibatkan teknologi tersebut belum dijalankan secara maksimal. Hal ini lantaran manajemen Jadah Tempe Mbah Carik ini harus menyesuaikan produknya terlebih dahulu agar menarik pelanggan.