Brilio.net - Jam makan siang sudah lewat, namun warung tenda yang berlokasi di Jalan Wulung, Papringan, Depok, Sleman, Yogyakarta itu masih ramai dikunjungi pembeli yang ingin menyantap pedas dan gurihnya ayam geprek. Di warung tenda sederhana, duduk berjajar mahasiswa, pekerja, anak-anak dan orang tua yang asyik makan ayam geprek sambil berbincang.
Warung tenda yang menyajikan ayam geprek sebagai menu utama ini punya beragam variasi menu, dari geprek original, lombok ijo, rendang, sampai keju. Ada juga kuah tongseng, sayur labu, lodeh, dan aneka gorengan yang baru saja ditiriskan dari minyak. Berada di ujung gang, ini dia Ayam Geprek Bu Rum yang legendaris dari Yogyakarta.
BACA JUGA :
Romantisme kesetiaan kakek-nenek 70 tahun di balik eksistensi roti kembang waru warisan Mataram Islam
foto: brilio.net/Hapsari Afdilla
Bu Ruminah yang saat ini tinggal di Berbah, datang jauh-jauh ke Papringan untuk menceritakan awal mula dia merintis bisnis kuliner. 20 Tahun lalu Ruminah atau akrab disapa Bu Rum berjualan di warung tenda dekat tempat tinggalnya. Sebagai penerus sang ibu dia menjual makanan rumahan seperti lotek, soto, aneka sayur, dan lauk.
BACA JUGA :
Kisah dibalik makanan legendaris Yogyakarta, Jadah Tempe Mbah Carik suguhan favorit Sultan
"Awalnya itu ibu jualan soto, lotek, nasi sayur, terus ada ayam kentucky itu. Aku dari awal itu emang di warung tenda itu. Dulukan ibu saya yang jualan, terus saya kan melanjutkan, to. Tapi kalau simbah (jualan) lotek, nasi sayur, kadang-kadang ada gulai, tapi kalau gulai cuma Sabtu-Minggu, ungkap wanita berusia 62 tahun.
Ketika ditemui di kediamannya yang sederhana di Jalan Pringgading, Papringan, Sleman, Yogyakarta, Bu Rum bercerita bahwa pembelinya yang bernama Andri saat itu minta dibuatkan sambal yang kemudian digeprek bersama ayam. "Bikin ayam geprek pertama tahun 2003. Kebetulan mahasiswa yang namanya Mas Andri itu bilang Mbak Rum aku mbok dibuatin sambel. Ayamnya dimasukin sana (cobek) ditutuk', kalau dulukan ditutuk bukan digeprek."
Makanan yang dilumuri ulekan sambal dan bawang ini sempat disebut "ayam gejrot" atau "ayam ulek". Hingga akhirnya Bu Rum memutuskan menamai hidangan itu sebagai "ayam geprek".
"Iki jenenge ayam opo (ini namanya ayam apa), kalo ayam penyet kan udah ada to, mbak. Terus aku 'Wah kalo gitu dinamain ayam Geprek aja'. Geprek itu saya sendiri (yang bikin). Jadi gitu ayam geprek." jelas Bu Rum.
Ayam geprek Bu Ruminah saat ini tersedia di 6 cabang berbeda, di antaranya ada di Wulung, Mrican, Lembah UGM, Perumnas, dan 2 gerai di Berbah. 6 gerai yang masih beroperasi itu 3 dikelola oleh Bu Rum, sementara 3 lainnya dikelola oleh anak-anaknya. Total karyawan yang dimiliki sampai saat ini 12 orang.
foto: brilio.net/Hapsari Afdilla
Ketika ditanya soal persaingan yang kian ketat, Bu Rum Cuma menjawab santai dengan mengatakan bahwa rezeki tidak pernah tertukar. Dia yakin dengan mempertahankan rasa yang autentik dari ayam gepreknya, pasti masih ada orang yang akan mampir ke warung miliknya.
"Kalau saya yang penting itu rasa. Rasa itu jangan sampai dikurangi, kalau rasa sampai berkurang nanti istilahnya yang makan itu bosen." ucapnya.
Selain rasa, kenyamanan pembeli adalah nomor satu. Meskipun warung tendanya kecil dan sederhana, tapi setiap keluhan yang masuk dari pembeli, langsung ditangani oleh Bu Rum sebagai bentuk profesionalisme kerja.
"Saya itu dari dulu bener-bener menjaga biar orang makan itu nyaman, santai, nggak berisik biarpun tempatnya nggak lebar. Kalau sekarang, biarpun rasanya enak tapi duduk nggak nyaman, ada suara, berisik, jadinya nggak nikmat." katanya.
Cara menjaga kualitas rasa
Untuk menjaga rasa makanan yang dijual tetap lezat, setiap hari Bu Rum dibantu anak-anaknya memasak sendiri sayuran dan ayam yang akan dijual. Tidak ada karyawan yang membantu di dapur, semua dilakukan secara gotong royong oleh keluarga.
"Kalau pagi itu masak nasi, sayur, itu udah ditandangi (dikerjakan). Nek (kalau) nggak ya anak dan mantu yang masak. Jadi nggak jagake (mengandalkan) harus pegawai yang masak. Soalnya nanti rasanya itu, yang dijaga rasa." jelas Bu Rum.
Bumbu geprek di Bu Rum sendiri bisa dibilang sederhana. Cuma cabai, bawang, garam, msg (penyedap). Tidak ada resep paten atau rahasia dari Bu Rum, namun semuanya dibuat sendiri baru kemudian dijual.
Semua bumbu kita bikin sendiri termasuk untuk toping kecuali keju masih beli. Kalau yang toping itu semua orang bisa bikin jadi nggak paten, katanya.
foto: brilio.net/Hapsari Afdilla
Kelezatan ayam geprek milik Bu Ruminah ini juga diakui oleh dua pembeli bernama Khansa Nabila dan Ida setyaningsih. Keduanya sudah pernah makan sejak mereka masih jadi mahasiswa. Dua pembeli ini bahkan punya menu kesukaan masing-masing ketika makan di warung Geprek Bu Rum.
Ayam geprek cabe setengah soalnya ga doyan pedes, pas itu makan dada gepreknya sih enak yaa, kata Khansa.
Senada diungkapkan pembeli lainnya, Ida, Enakkk, empukk, yg sambal ijo menurutku gabegitu pedes walopun cabe 15 masih bisa kuganyang alias dicemilin.
Walaupun pada saat itu warung makan Bu Rum selalu ramai, namun untuk pelayanannya cukup cepat. Porsi ayam geprek Bu Rum dibanderol Rp 14.000. Walau begitu, pembeli bisa mengambil nasi dan sayur sepuasnya karena sistem yang dipakai adalah prasmanan. Setiap pembeli yang datang bisa langsung mengambil piring, nasi, dan bagian ayam apa yang ingin digeprek.
Per hari 90 kg ayam dan 3 kg cabai
foto: brilio.net/Hapsari Afdilla
Sambil mengenang masa lalu, Bu Rum bercerita bahwa dulu dalam sehari dia bisa menggeprek sebanyak 60 kilogram ayam. Bahkan ketika persaingan masih sedikit, dalam sehari bisa sampai 80-90 kilogram ayam. Namun sekarang ini setiap gerai hanya memasak 30 kilogram ayam per harinya.
"Waktu ibu masih seger (muda), sehari bisa geprek 60 kilo ayam. Belum nanti kalau jam 1 jam 2 udah habis, nambah. Kadang-kadang sehari bisa 80-90 kg. Tapi itu kan baru satu warung. Tapi karena saya udah buka cabang banyak, jadi ya sudah berkurang. sekarang sehari cuma 30 kilo ayam, lanjut Bu Rum.
Jenis ayam yang dipakai untuk menu ini adalah ayam potong. Mereka mengambil pasokan ayam dari dua supplier. Sementara itu setiap hari Warung Geprek Bu Rum bisa menghabiskan cabai sampai 3 kilogram, namun jumlah ini tergantung dengan jumlah pesanan dari konsumen. Semua kebutuhan bahan masak seperti bumbu dapur, sayur, di beli pedagang langganan di pasar.
Lebih lanjut, Bu Rum menjelaskan ketika harga cabai sedang mahal-mahalnya, maka setiap pembeli yang meminta cabai lebih dari 5 biji makan akan dikenakan charge.
Jadi kalau naik harga cabai dibatasi. Kalau lebih dari 5 kena charge. Bukan kita jualan cabai, tapi buat melancarkan (balik modal)." terangnya.
foto: brilio.net/Hapsari Afdilla
Bagi orang luar, mungkin kesuksesan Bu Rum ini terasa mudah dicapai. Namun di balik itu, butuh waktu dan usaha keras bagi Ruminah untuk membuat warung ayam gepreknya sebesar sekarang. Bukan cuma persaingan yang kini semakin ketat. Ketika pandemi, 6 gerai ayam geprek miliknya harus tutup selama 3 bulan.
Belum lagi jika harga sembako naik, seperti cabai, beras, tepung, minyak, dan sebagainya. Hal itu membuat Bu Rum dilema apakah harus menaikkan harga atau tidak. Sebab diakui oleh Bu Rum, banyak konsumen yang komplain meski cuma naik Rp 500 saja.
Tantangan lain yang dihadapi Bu Ruminah selaku pemilik saat ini adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang dirasa kurang optimal dalam bekerja. "Kalau karyawan dulu cuma 3 mbak. Tiga aja dulu udah merantasi (multitasking) nek jaman biyen ki (kalau zaman dulu). Kalau semua ini udah baru, makanya pada manja-manja. Kalau yang dulu itu sampai boyok-boyokan (pegal-pegal)." ujar Bu Rum.
foto: brilio.net/Hapsari Afdilla
Walau begitu, Bu Rum tidak pernah menganggap karyawannya sebagai atasan dan bawahan. Dia lebih suka menyebutnya sebagai rekan kerja. Karena bagaimana pun dia membutuhkan tenaga kerja mereka, begitu juga mereka yang membutuhkan uang dari bekerja.
foto: brilio.net/Hapsari Afdilla
Dari bisnis ayam geprek ini bis mengantarkan Bu Rum dan anak-anaknya kini bisa punya tempat tinggal nyaman sendiri. Empat anaknya yang sudah menikah sekarang tinggal di rumah masing-masing. Sementara itu, Bu Rum dan suaminya menetap di Berbah sambil membuka warung ayam geprek di sana.