Brilio.net - Generasi Z, atau yang sering disebut sebagai Gen Z, adalah kelompok demografis yang lahir antara pertengahan hingga akhir 1990-an hingga awal 2010-an. Generasi ini tumbuh di era digital yang serba cepat dan penuh dengan inovasi teknologi. Namun, di balik kreativitas dan adaptabilitas mereka, Gen Z juga sering dijuluki sebagai "Generasi Stroberi". Julukan ini mengandung makna yang cukup mendalam dan kompleks, mencerminkan karakteristik unik dari generasi ini.
Julukan "Generasi Stroberi" pertama kali muncul di Taiwan pada tahun 2000-an. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan generasi muda yang dianggap lembut dan mudah rapuh seperti buah stroberi. Meskipun memiliki penampilan yang menarik dan segar, stroberi mudah hancur jika ditekan sedikit saja. Julukan ini kemudian menyebar ke berbagai negara dan sering digunakan untuk menggambarkan Gen Z.
BACA JUGA :
Bukan karena dikejar deadline pekerjaan, ini 4 penyebab Gen Z suka begadang sampai pagi
Kreativitas dan Inovasi
Gen Z dikenal sebagai generasi yang sangat kreatif dan inovatif. Mereka tumbuh dengan akses yang mudah ke teknologi dan informasi, yang memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi berbagai bidang dan mengembangkan keterampilan baru. Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Business Research (2020), Gen Z memiliki kecenderungan untuk berpikir out-of-the-box dan sering kali menghasilkan ide-ide yang segar dan orisinal.
Keterbukaan terhadap Perubahan
Generasi ini juga sangat terbuka terhadap perubahan dan cenderung lebih adaptif dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka tidak takut untuk mencoba hal-hal baru dan sering kali menjadi pionir dalam berbagai tren, baik itu dalam fashion, teknologi, maupun gaya hidup. Sebuah penelitian dari Pew Research Center (2019) menunjukkan bahwa Gen Z lebih cenderung menerima perbedaan dan memiliki pandangan yang lebih inklusif terhadap berbagai isu sosial.
Kerapuhan Emosional
Namun, di balik semua kelebihan tersebut, Gen Z juga memiliki sisi yang rapuh. Mereka sering kali mengalami tekanan mental yang tinggi, baik dari lingkungan sosial maupun dari diri mereka sendiri. Menurut data dari American Psychological Association (2021), tingkat kecemasan dan depresi di kalangan Gen Z meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk tekanan akademis, ketidakpastian ekonomi, dan ekspektasi sosial yang tinggi.
BACA JUGA :
Kebiasaan ngerjain tugas dengan sistem SKS bikin tubuh gampang lelah, ini 5 cara agar tetap bugar
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerapuhan Gen Z
foto: pixabay.com
Tekanan Sosial Media
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kerapuhan emosional Gen Z adalah tekanan dari media sosial. Mereka tumbuh di era di mana media sosial menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Meskipun media sosial dapat menjadi platform untuk mengekspresikan diri dan berinteraksi dengan orang lain, namun juga dapat menjadi sumber tekanan yang besar. Sebuah studi dari Journal of Adolescence (2022) menemukan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menyebabkan perasaan rendah diri dan kecemasan sosial.
Ketidakpastian Ekonomi
Gen Z juga menghadapi ketidakpastian ekonomi yang lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka tumbuh di tengah krisis ekonomi global dan perubahan pasar kerja yang cepat. Menurut laporan dari World Economic Forum (2023), banyak dari mereka yang merasa khawatir tentang masa depan karier dan stabilitas finansial mereka.
Ekspektasi Akademis dan Profesional
Ekspektasi akademis dan profesional yang tinggi juga menjadi salah satu sumber tekanan bagi Gen Z. Mereka sering kali merasa harus mencapai prestasi yang tinggi dalam segala hal, mulai dari akademis hingga karier. Sebuah penelitian dari Harvard Business Review (2020) menunjukkan bahwa banyak dari mereka yang merasa terbebani oleh ekspektasi yang tidak realistis, baik dari diri mereka sendiri maupun dari lingkungan sekitar.
Mengatasi Kerapuhan Gen Z
Dukungan Mental dan Emosional
Untuk mengatasi kerapuhan emosional, penting bagi Gen Z untuk mendapatkan dukungan mental dan emosional yang memadai. Ini bisa berupa konseling, terapi, atau bahkan dukungan dari keluarga dan teman-teman. Menurut National Institute of Mental Health (2021), intervensi dini dan dukungan yang tepat dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan dan depresi di kalangan Gen Z.
Pendidikan tentang Kesehatan Mental
Pendidikan tentang kesehatan mental juga sangat penting. Dengan memahami pentingnya kesehatan mental dan cara-cara untuk menjaganya, Gen Z dapat lebih siap menghadapi tekanan dan tantangan yang mereka hadapi. Sebuah studi dari Journal of School Psychology (2021) menunjukkan bahwa program pendidikan kesehatan mental di sekolah dapat membantu meningkatkan kesejahteraan emosional siswa.
Membangun Resiliensi
Membangun resiliensi atau ketahanan mental juga menjadi kunci untuk mengatasi kerapuhan. Ini bisa dilakukan melalui berbagai cara, seperti mengembangkan keterampilan coping, menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional, serta mencari makna dan tujuan dalam hidup. Menurut American Journal of Psychiatry (2020), resiliensi dapat membantu individu untuk lebih kuat menghadapi stres dan tekanan.
Gen Z, atau "Generasi Stroberi", adalah generasi yang penuh dengan potensi dan kreativitas. Namun, di balik semua kelebihan tersebut, mereka juga menghadapi berbagai tantangan yang membuat mereka rentan terhadap tekanan mental dan emosional. Dengan dukungan yang tepat dan pemahaman yang lebih baik tentang kesehatan mental, Gen Z dapat mengatasi kerapuhan mereka dan terus berkembang menjadi generasi yang kuat dan inovatif.