Dengan berkembangnya Desa Wisata Kaki Langit, di wilayah Mangunan mulai muncul Wana Wisata Budaya Mataram. Yang terdiri dari Hutan Pinus, Pinus Asri, Pinus Pengger, Seribu Batu, Puncak Becici, Lintang Sewu, Nata Damar dan banyak lainnya. Obyek-obyek wisata ini menawarkan pengalaman indah di hutan pinus dan perbukitan dengan pemandangan yang menarik bagi pengunjung.
"Nah itu diawal kita mengembangkan jasa lingkungan wisata alam yang dikerjasamakan dengan konsep kerjasamanya itu kerja sama kemitraan pemberdayaan masyarakat. Sifatnya wajib memberdayakan masyarakat. Jadi oleh Ngarso Dalem didukung, diperkenankan, kata Ipung.
BACA JUGA :
Camping di Potrobyan River Camp, menikmati sunrise di tepi Sungai Opak
Sebelum menjadi destinasi wisata, pada awalnya Hutan Pinus Mangunan adalah hutan produksi minyak kayu putih. Kemudian seiring perkembangannya, lahan seluas 570,73 Ha tersebut ditanami berbagai pepohonan seperti sonokeling, merkusi, akasia, dan mahoni. Namun, tahun 1985 beberapa bagian hutan produksi diubah menjadi tanaman pinus yang dikelola oleh Kesatuan Pengelola Hutan (KPH).
BACA JUGA :
Pesona Negeri Kahyangan, penghubung desa yang kini jadi spot Instagramable di lereng Merbabu
Melalui Koperasi Noto Wono, Ipung juga terus berupaya memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya memelihara dan memaksimalkan fungsi hutan untuk kepentingan sosial. Ia juga memberi ruang kepada taruna wisata untuk terlibat dalam aktivitas pengembangan alam secara langsung. Dari sinilah sektor ekonomi masyarakat terangkat dan berdampak baik pada kesejahteraan warga.
"Setelah adanya wana wisata, banyak wisatawan dan orang-orang berpikir peluang. Bahkan setelah adanya ini, jadi ada lebih dari 412 usaha, ujarnya.
Karena kiprahnya ini ia dianugerahi penghargaan Kalpataru 2021 dalam kategori perintis lingkungan. Torehan yang diraih Purwo Harsono tersebut merupakan penghargaan tertinggi di bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
Dari segi fungsi sosial dan ekonomi pemberdayaan masyarakat, hal tersebut juga diraih dengan cemerlang. Koperasi Noto Wono yang dikelola Ipung dan masyarakat mencatat, jika dalam kurun waktu tahun 2017-2019, rata-rata wisatawan yang berkunjung ke kawasan tersebut mencapai 2,4 juta orang per tahunnya.
Tak heran, jika pemasukan desa yang diperoleh dari potensi tersebut juga tidaklah sedikit. Berdasarkan penuturan Ipung, pendapatan dari aktivitas wisata di Mangunan dibagi dengan skema dimana 25 persennya disetorkan ke Pemda DIY, 70 persen untuk pemberdayaan masyarakat, dan 5 persen untuk Koperasi Noto Wono.
Berdasarkan kondisi yang dilihat secara langsung, Hutan Pinus Mangunan merupakan destinasi wisata yang terpelihara dengan baik. Fasilitas terlihat begitu memadai, dari tempat sampah, tempat cuci tangan, tempat duduk, musala, toilet, bahkan kantin juga ada, sehingga memudahkan para pengunjung. Dari segi penjagaan lingkungan, hampir tak ada sampah sisa wisatawan. Tak heran jika tempat ini jadi jujugan para pengunjung yang ingin rehat sejenak dari rutinitas.