Brilio.net - Kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan seorang guru honorer, Supriyani, di Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menjadi perhatian publik. Supriyani diduga melakukan tindakan penganiayaan terhadap muridnya, yang memicu proses hukum hingga ke persidangan.
Dalam kasus ini, tim penasihat hukum Supriyani mengajukan eksepsi atau keberatan terkait dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum. Eksepsi adalah hak yang dimiliki terdakwa atau penasihat hukumnya untuk menolak atau menyanggah dakwaan dengan alasan-alasan hukum tertentu.
BACA JUGA :
Macam-macam hukum berdasarkan bentuknya: Penjelasan lengkap dan contohnya
Namun, dalam perkembangan sidang terbaru, majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum Supriyani. Putusan ini menegaskan bahwa sidang akan tetap dilanjutkan untuk membuktikan atau menolak dakwaan yang diajukan terhadap terdakwa. Penolakan terhadap eksepsi ini berarti hakim menilai bahwa alasan yang diajukan penasihat hukum tidak cukup kuat untuk menggugurkan dakwaan atau mengubah jalannya proses persidangan. Keputusan majelis hakim ini pun menjadi bahan diskusi di kalangan praktisi hukum dan masyarakat umum yang mengikuti jalannya kasus ini.
foto: X/@MoXweet
BACA JUGA :
Kenali apa itu visum, ketentuan hukum, fungsi, dan kegunaannya dalam penyidikan Kepolisian
Kasus Supriyani menjadi contoh nyata bagaimana hak eksepsi digunakan dalam persidangan di Indonesia. Banyak yang mempertanyakan, apa sebenarnya yang dimaksud dengan hak eksepsi, apa dasar hukumnya, dan bagaimana penerapannya di dalam sidang? Dirangkum brilio.net dari berbagai sumber, Rabu (30/10), artikel ini akan mengulas pengertian hak eksepsi, landasan hukumnya, serta contoh penerapannya dalam persidangan di Indonesia.
Pengertian eksepsi dalam persidangan.
foto: freepik.com
Dalam dunia hukum, eksepsi merupakan hak terdakwa atau penasihat hukumnya untuk mengajukan keberatan terhadap dakwaan atau proses hukum yang sedang berjalan. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 156, eksepsi dapat diajukan sebelum pokok perkara disidangkan, dengan tujuan agar terdakwa dapat membela diri secara prosedural sebelum memasuki pembahasan materi perkara. Eksepsi ini bisa berupa keberatan terhadap dakwaan jaksa, kesalahan prosedural dalam penyusunan dakwaan, atau alasan-alasan lain yang dinilai menghambat jalannya persidangan secara adil.
Eksepsi bertujuan untuk melindungi hak-hak terdakwa dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Terdakwa berhak mengajukan eksepsi jika ada cacat dalam dakwaan yang disusun jaksa atau jika terdapat pelanggaran hak-hak terdakwa selama proses hukum berjalan. KUHAP mengatur bahwa eksepsi harus diajukan segera setelah dakwaan dibacakan dan sebelum masuk pada pemeriksaan pokok perkara.
Ada beberapa jenis eksepsi yang dapat diajukan dalam persidangan. Di antaranya adalah eksepsi yang berkaitan dengan kompetensi pengadilan, yaitu jika pengadilan dinilai tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut; eksepsi terhadap formalitas dakwaan, jika dakwaan dinilai kurang lengkap atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku; serta eksepsi dalam hal prosedur penyidikan yang dianggap melanggar hak terdakwa. Setiap jenis eksepsi ini memiliki dasar hukum dan prosedur yang harus dipenuhi agar dapat diterima oleh majelis hakim.
Praktik eksepsi dalam berbagai peristiwa persidangan.
foto: freepik.com
Hak eksepsi seringkali muncul dalam berbagai kasus pidana yang sensitif atau kompleks, terutama ketika terdakwa atau penasihat hukum merasa bahwa ada ketidaksesuaian dalam dakwaan atau pelanggaran hak selama proses penyidikan. Dalam beberapa kasus besar di Indonesia, seperti kasus korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan, pengajuan eksepsi menjadi langkah awal yang umum dilakukan penasehat hukum untuk memberikan perlawanan hukum atas dakwaan jaksa.
Contoh kasus lainnya adalah pada kasus pidana korupsi yang melibatkan beberapa pejabat pemerintah. Eksepsi diajukan karena penasihat hukum terdakwa merasa bahwa dakwaan disusun tanpa memperhatikan bukti-bukti tertentu yang justru bisa menguntungkan posisi terdakwa. Dalam kasus ini, majelis hakim juga akan menilai apakah dakwaan memenuhi syarat formal dan materiil sebelum melanjutkan ke pokok perkara. Jika eksepsi diterima, dakwaan bisa saja diperbaiki atau bahkan gugur, yang berarti kasus tidak dapat dilanjutkan.
Namun, tidak semua eksepsi dapat diterima. Dalam beberapa kasus, meskipun eksepsi diajukan dengan argumen yang kuat, majelis hakim dapat menolaknya jika dianggap tidak cukup berdasar atau tidak relevan dengan pokok perkara. Seperti dalam kasus Supriyani, eksepsi yang diajukan penasihat hukum ditolak, yang menunjukkan bahwa majelis hakim menilai dakwaan sudah sesuai dengan prosedur hukum. Hal ini memperlihatkan bahwa eksepsi bukanlah cara untuk menunda atau menghindari persidangan, melainkan sebagai upaya hukum untuk menegakkan keadilan sesuai aturan yang berlaku.