Brilio.net - Belum lama ini BMKG memprediksi Indonesia akan mengalami gempa megathrust. Megathrust adalah jenis gempa bumi terkuat yang terjadi di zona subduksi, di mana satu lempeng tektonik menunjam di bawah lempeng lainnya. Gempa ini dapat menghasilkan magnitude di atas 9.0 pada skala Richter dan memiliki potensi untuk menyebabkan kerusakan yang luas.
Selain itu, gempa megathrust juga bisa memicu likuifaksi dengan kekuatan yang sangat besar, terutama di area yang memiliki lapisan tanah berpasir atau berlumpur. Ketika gempa mengguncang, tekanan air dalam tanah meningkat lalu mengurangi kekuatan tanah, menyebabkan tanah tersebut berperilaku seperti cairan.
BACA JUGA :
Waspada gempa megathrust di Indonesia, ini 11 barang yang perlu dibawa dalam tas siaga bencana
Dampaknya, struktur bangunan seperti gedung maupun jembatan dapat runtuh atau tergelincir, memperburuk dampak bencana. Memahami likuifaksi dan potensi bahayanya dalam konteks gempa megathrust sangat penting untuk mitigasi risiko. Upaya seperti perencanaan konstruksi yang baik, pemantauan tanah, hingga persiapan bencana dapat membantu mengurangi dampak dari fenomena ini.
Bisa dibilang, kewaspadaan serta pengetahuan mengenai ancaman ini dapat membantu masyarakat maupun pihak berwenang dalam menghadapi kemungkinan bencana dengan lebih baik. Supaya lebih memahaminya, yuk simak ulasan lengkap di bawah ini! Brilio.net sadur dari berbagai sumber, Jumat (6/9).
Apa itu likuifaksi?
BACA JUGA :
13 Arti mimpi gempa bumi menurut psikologi, tak selalu menandakan isyarat buruk
Likuifaksi merupakan fenomena geologi di mana tanah berpasir atau tanah berlumpur kehilangan kekuatan strukturalnya dan berubah menjadi keadaan seperti cair ketika mengalami guncangan gempa bumi.
Fenomena ini terjadi ketika tekanan air pori di dalam tanah meningkat secara signifikan akibat getaran gempa, sehingga mengurangi kekuatan geser tanah tersebut.
Akibatnya, tanah yang awalnya padat dapat berubah menjadi seperti lumpur yang tidak stabil, menyebabkan kerusakan pada bangunan, infrastruktur, dan permukaan tanah.
Proses likuifaksi dimulai ketika gempa bumi mengguncang tanah yang memiliki kandungan air tinggi, seperti tanah berpasir maupun berlumpur. Gelombang seismik dari gempa menyebabkan partikel tanah saling bergeser lalu menekan air yang berada di antara partikel tanah tersebut.
Tekanan air yang meningkat ini mengurangi kekuatan geser tanah dan menyebabkan tanah berperilaku seperti cairan. Fenomena ini dapat berlangsung selama beberapa detik hingga menit setelah gempa, tergantung pada kekuatan gempa maupun karakteristik tanah.
Likuifaksi dapat menyebabkan berbagai kerusakan infrastruktur, termasuk:
1. Penurunan tanah: Bangunan dapat tenggelam atau miring akibat hilangnya daya dukung tanah.
2. Tanah longsor: Likuifaksi dapat memicu pergerakan massa tanah di lereng.
3. Kerusakan infrastruktur bawah tanah: Pipa air, saluran pembuangan, dan pondasi dapat rusak atau terputus.
4. Fenomena sand boil: Air dan pasir dapat menyembur ke permukaan melalui retakan di tanah.
Studi kasus yang terkenal tentang dampak likuifaksi adalah gempa Niigata 1964 di Jepang, di mana banyak bangunan apartemen miring atau tenggelam ke dalam tanah akibat likuifaksi (Kramer dan Elgamal, 2001).
Ancaman bahaya dari gempa megathrust.
1. Guncangan kuat dan lama
Gempa Megathrust menghasilkan guncangan yang sangat kuat serta berlangsung lama. Ini dapat menyebabkan:
- Kerusakan struktural pada bangunan dan infrastruktur
- Longsor di daerah pegunungan
- Likuifaksi di daerah dengan kondisi tanah yang rentan
Penelitian oleh USGS (2018) menunjukkan bahwa guncangan dari gempa Megathrust dapat terasa hingga ratusan kilometer dari pusat gempa.
2. Tsunami
Salah satu ancaman terbesar dari gempa Megathrust adalah potensi tsunami yang ditimbulkannya. Tsunami yang dihasilkan dapat:
- Mencapai ketinggian puluhan meter
- Merambat dengan kecepatan tinggi di laut dalam
- Menyebabkan kerusakan parah di wilayah pesisir
Studi yang dipublikasikan dalam Science (Sieh et al., 2008) menunjukkan bahwa tsunami dari gempa Megathrust dapat mencapai ketinggian lebih dari 30 meter dan menyapu daratan hingga beberapa kilometer dari garis pantai.
3. Perubahan topografi
Gempa Megathrust dapat menyebabkan perubahan permanen pada topografi, termasuk:
- Pengangkatan atau penurunan permukaan tanah
- Perubahan garis pantai
- Pembentukan atau penghilangan pulau-pulau kecil
Penelitian yang dipublikasikan dalam Nature (Meltzner et al., 2006) menunjukkan bahwa gempa Megathrust Sumatra 2004 menyebabkan pengangkatan permanen hingga 1,5 meter di beberapa pulau.
4. Dampak ekonomi dan sosial jangka panjang
Kerusakan yang disebabkan oleh gempa Megathrust dapat memiliki dampak jangka panjang, termasuk:
- Gangguan ekonomi akibat kerusakan infrastruktur
- Perpindahan penduduk dalam skala besar
- Beban rekonstruksi yang berat bagi pemerintah
Studi oleh Bank Dunia (2012) mengestimasi bahwa kerugian ekonomi akibat gempa dan tsunami Jepang 2011 mencapai lebih dari 200 miliar dolar AS.
5. Efek domino
Gempa Megathrust dapat memicu serangkaian bencana sekunder, seperti:
- Kebakaran akibat kerusakan infrastruktur gas dan listrik
- Banjir akibat kerusakan bendungan atau tanggul
- Pelepasan bahan berbahaya dari fasilitas industri yang rusak
Riset yang dipublikasikan dalam Earthquake Spectra (Norio et al., 2011) menunjukkan bagaimana gempa dan tsunami Tohoku 2011 memicu bencana nuklir di Fukushima.
Langkah mitigasi likuifaksi gempa megathrust.
Untuk mengurangi dampak likuifaksi yang diakibatkan oleh gempa megathrust, beberapa langkah mitigasi dan pencegahan dapat diambil. Desain konstruksi yang baik termasuk penggunaan fondasi yang diperkuat dan teknik rekayasa tanah untuk meningkatkan stabilitas tanah berpasir atau berlumpur sangat penting.
Selain itu, pemantauan dan penelitian tanah di area yang rawan likuifaksi dapat membantu dalam perencanaan dan mitigasi risiko. Mengembangkan sistem peringatan dini dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko likuifaksi juga merupakan langkah penting untuk meminimalkan kerusakan dan korban jiwa saat terjadi gempa megathrust.
Selain itu, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, diantaranya:
- Menghindari lokasi rawan likuifaksi (rencana tata guna lahan)
- Riset dan studi bersama
- Peta zona rawan bencana detail
- Rekayasa teknik bangunan tahan likuifaksi
- Membuat pondasi hingga ke lapisan batuan keras
- Meningkatkan kekuatan tanah, membuat tanah menjadi padat/keras (soil
compaction)