Brilio.net - Sejak dahulu kerap diajarkan jika menikmati hidangan wajib dihabiskan dan tak boleh disisakan. Pasalnya sebagai bentuk rasa syukur telah diberikan kelimpahan makanan. Nggak heran ketika orang tua memberikan makan untuk anaknya diupayakan disantap sampai habis.
Namun sayangnya, anak-anak cenderung tak menghabiskan makanannya. Alhasil, mau tak mau orang tua secara suka rela menghabiskan makanan anaknya tersebut. Kebanyakan orang tua berpikir sayang bila membuang-buang makanan.
BACA JUGA :
Dianggap bakal halangi keberuntungan, ini 8 arti larangan anak kecil bermain di depan pintu
Nah, kebiasan memakan sisa makan anak ternyata punya banyak mitos lho. Salah satu mitos yang melekat yaitu memakan sisa makanan anak dipercaya bikin si kecil jadi nakal.
Konon, makanan yang tak dihabiskan menggambarkan karakter anak yang nggak disiplin serta tak menghargai makanan. Ujungnya ketika ketika dewasa si anak jadi nakal luar biasa.
Bila dipahami lebih lanjut, karakter dan kebiasaan menyisakan makanan tak ada kaitannya. Meski begitu tak sedikit masyarakat yang percaya dengan mitos ini.
BACA JUGA :
Dipercaya bikin makhluk halus menyamar jadi teman, 7 larangan memanggil nama teman di tengah hutan
Sebenarnya makan sisa makanan anak memiliki banyak arti. Apa saja? Yuk simak ulasan lengkap yang brilio.net rangkum dari berbagai sumber, Minggu (15/12)
Makna mitos memakan sisa makanan anak
foto: freepik.com/freepik
1. Mengekang pertumbuhan anak
Mitos memakan sisa makanan anak dikaitkan dengan keyakinan bahwa tindakan tersebut dapat menghambat maupun mengekang pertumbuhan si anak. Menurut kepercayaan turun-temurun, setiap kali orangtua menghabiskan sisa makanan anak, secara spiritual akan memotong energi pertumbuhan sang buah hati. Beberapa orang tua percaya bahwa hal ini bisa memengaruhi tinggi badan, kecerdasan, dan potensi perkembangan anak di masa depan.
2. Kasih sayang orang tua yang tak terbatas
Memakan sisa makanan anak sering dianggap sebagai simbol kasih sayang orang tua yang mendalam. Orang tua rela menghabiskan sisa makanan karena tidak ingin membuang makanan yang pernah disentuh oleh anaknya. Tindakan ini mencerminkan kepedulian orang tua, bahkan untuk hal kecil seperti makanan, yang menunjukkan betapa orang tua menghargai setiap hal yang berhubungan dengan sang anak.
foto: freepik.com/freepik
3. Mengurangi kecerdasan anak
Ada pula kepercayaan bahwa memakan sisa makanan anak dapat menurunkan tingkat kecerdasan si anak. Mitos ini menganggap bahwa makanan yang sudah dimakan anak mengandung "energi intelektual" yang unik. Ketika orangtua menghabiskan sisa makanan tersebut, diyakini akan mencuri atau mengurangi potensi kecerdasan sang anak, baik kecerdasan akademis maupun non-akademis.
4. Menjaga keberuntungan anak
Di beberapa budaya, ada keyakinan bahwa membuang makanan anak bisa membuang keberuntungannya. Dengan memakan sisa tersebut, orang tua dipercaya dapat menjaga keberuntungan anak agar tetap ada di keluarga. Walaupun terdengar seperti mitos belaka, tradisi ini sering dipraktikkan karena dianggap sebagai bentuk perlindungan.
5. Menghalangi kesuksesan masa depan
Selanjutnya, pada kepercayaan tradisional memakan sisa makanan anak dianggap dapat menghalangi kesuksesan si anak di kemudian hari. Mitos ini percaya bahwa setiap makanan anak memiliki energi potensi yang unik. Ketika menghabiskan sisa makanannya, orangtua dianggap telah mengurangi peluang kesuksesan sang anak dalam berbagai aspek kehidupan.
foto: freepik.com/tirachardz
6. Kebiasaan untuk menghindari pemborosan
Beberapa orang tua memandang kebiasaan ini sebagai cara praktis untuk menghindari pemborosan makanan. Anak-anak cenderung meninggalkan makanan karena belum paham konsep porsi maupun kebutuhan. Daripada membuang makanan, orang tua memilih untuk menghabiskannya, yang akhirnya juga mengajarkan nilai ekonomis kepada anak.
7. Mitos keberkahan dan kesehatan
Di berbagai cerita turun-temurun, ada anggapan bahwa memakan sisa makanan anak membawa berkah, termasuk kesehatan. Orang tua percaya kalau makanan yang telah disentuh anak memiliki energi positif yang bisa ditransfer kepadanya. Meskipun secara ilmiah belum terbukti, kepercayaan ini tetap hidup di masyarakat.