Brilio.net - Nama Koentjaraningrat tak bisa dilepaskan dari dunia antropologi di Indonesia. Pak Koen, begitu dia biasa disapa, merupakan Bapak Antrolopolgi Indonesia.
Pria kelahiran Yogyakarta, 15 Juni 1923 ini merupakan sosok utama yang berjasa mendirikan dasar-dasar ilmu antropologi di Indonesia. Dari sinilah pria berdarah bangsawan ini mendapatkan gelar kehormatan sebagai Bapak Antropologi Indonesia.
BACA JUGA :
Antropologi adalah ilmu mempelajari manusia, ketahui penjelasannya
Gelar ini diberikan Lingkar Budaya Indonesia (LBI) kepada Pak Koen atas jasa-jasanya sebagai seorang ilmuwan, tokoh dan antropolog pertama Indonesia yang sangat berperan besar dalam mendeskripsikan sejarah dan kebudayaan Indonesia. Pemikiran Pak Koen sangat berpengaruh besar dalam perkembangan bidang antropologi di Indonesia.
Sepanjang hidupnya Pak Koen dedikasikan untuk perkembangan ilmu dan pendidikan antropologi dan segala sudut pandang yang berkaitan dengan kebudayaan dan kesukubangsaan di Indonesia.
BACA JUGA :
20 Arti mimpi mancing ikan menurut primbon Jawa, tanda keberuntungan
Nah untuk mengenang jasa-jasa, sekaligus dalam rangka memeringati 100 tahun Pak Koen, Keluarga Besar Koentjaraningrat melakukan serangkaian kegiatan mulai dari ziarah ke makam di Pemakaman Umum Karet Bivak, bertepatan dengan tanggal meninggalnya pada 23 Maret lalu.
Kemudian sejak 8 Juni 2023 digelar pameran budaya dan seni bertajuk Peringatan 100 tahun Koentjaraningrat yang digelar di Bentara Budaya. Sedangkan pada 15 Juni 2023 yang merupakan 100 tahun hari kelahiran Pak Koen akan diperingati dengan Pagelaran Wayang Orang Bharata, yang merupakan persembahan dedikasi keluarga besar kepada Pak Koen yang sangat menjunjung tinggi dunia tari dan pewayangan terutama Wayang Orang. Maklum, sejak muda Pak Koen sangat menggandrungi dan suka menari tarian Jawa.
Wajar jika pada peringatan 100 tahun Pak Koen, pihak Keluarga Besar Koentjaraningrat menggelar acara yang kental dengan kebudayaan dan kesenian. Pak Koen yang terlahir sebagai keturunan bangsawan, semasa kecil diperbolehkan mengenyam pendidikan dasarnya di sekolah yang saat itu hanya diperuntukan bagi anak-anak Belanda, Europeesche Lagere School dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).
Pak Koen muda sering menghabiskan waktunya bermain di lingkungan Keraton. Di situlah Pak Koen mendapatkan pengaruh kentalnya seni dan kebudayaan Jawa yang kelak memberikan pembekalan kepribadiannya menjadi seorang antropolog. Di waktu senggangnya saat SMA, Pak Koen yang terbiasa disiplin dan mandiri sejak kecil diisi dengan melukis dan mempelajari tari Jawa di Tejakusuman.
Selain itu bersama sahabatnya, Koesnadi (fotografer) dan Rosihan Anwar (tokoh Pers), Pak Koen rajin menyambangi rumah seorang dokter keturunan Tionghoa untuk membaca, diantaranya disertasi-disertasi tentang antropologi milik para pakar kenamaan. Inilah yang membentuk karakter dan kedisiplinan ilmu antropologi yang kelak menjadi pemikirannya.
Beragam penghargaan
Atas sumbangsih dan pengabdiannya pada perkembangan ilmu antropologi di Indonesia, Pak Koen menerima berbagai penghargaan di antaranya, Penghargaan ilmiah Doctor Honoris Causa dalam Ilmu-ilmu Sosial dari Rijksuniversiteit Utrecht, Negeri Belanda pada 1978 dan penerima Grand Prize dari 6th Fukuoka Asian Cultural Prizes pada 1955.
Kemudian pada 1968 Pak Koen juga menerima anugerah Satyalencana Dwidja Sistha dari Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia. Lalu pada tahun 1982 Satyalencana Dwidja Sistha dari Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia.
Ilmuwan yang fasih berbahasa Inggris dan Belanda ini mulai tertarik pada bidang antropologi sejak menjadi Asisten Profesor GJ Held, seorang Guru Besar Antropologi di Universitas Indonesia yang mengadakan penelitian lapangan di Sumbawa.
Pada perjalanannya Pak Koen merintis berdirinya 11 jurusan antropologi di berbagai Universitas di Indonesia, aktif mengajar dan menulis banyak hal berkaitan dengan Kebudayaan dan Pembangunan di Indonesia sejak 1957 hingga 1999 yang dituangkan dalam 22 buku dan lebih dari 200 artikel di berbagai makalah ilmiah dan suratkabar di Indonesia maupun mancanegara.
Karya-karya dan pemikiran kerap menjadi acuan penelitian mengenai sosial budaya dan masyarakat Indonesia, baik oleh para Ilmuwan Indonesia maupun asing. Melalui tulisannya ia mengajarkan pentingnya mengenal masyarakat dan budaya bangsa sendiri. Buah pemikirannya dan karyanya sampai saat ini juga masih menjadi buku wajib baca bagi mahasiswa antropologi Indonesia seperti Pengantar Ilmu Antropologi Indonesia
Pak Koen menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jurusan Bahasa Indonesia pada tahun 1953, kemudian meraih gelar Master of Arts di bidang Antropologi, dari Yale University pada 1956 dan meraih gelar Doktor Antropologi di Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada 1958. Setelah berhasil mengembangkan ilmu antropologi di seluruh Indonesia, Pak Koen tutup usia, Selasa 23 Maret 1999 karena penyakit stroke.