Brilio.net - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi pengolahan pangan, suasana yang berbeda terlihat di Desa Bendo, Trimurti, Srandakan, Bantul. Di sana masih ada warga yang tetap mempertahankan produksi makanannya secara tradisional.
Di tempat ini diproduksi mi Lethek Cap Garuda yang proses penggilingan adonan tepungnya masih dibantu tenaga sapi. Perusahaan mi lethek yang menjadi icon kuliner khas daerah Bantul ini mulai berdiri pada tahun 1940-an, sebelum Indonesia merdeka.
BACA JUGA :
Kipo, makanan khas Yogyakarta yang disukai sejak zaman Sultan Agung hingga kaum milenial
"Perusahaan ini dulu yang mendirikan kakek saya namanya H Umar Bisyir Nahdi. Dia dahulu datang dari Kota Hadramaut, Yaman sekitar tahun kurang dari 1930-an," jelas Yasir Ferry Ismatrada, owner mi Lethek Cap Garuda generasi ketiga saat ditemui di kediamannya pada Senin (15/5).
foto: Shifa Aulia
BACA JUGA :
Jadah manten, camilan Kotagede favorit Sri Sultan Hamengkubuwono VII
Dari awal berdiri, sudah tiga kali terjadi perubahan bahan baku mi lethek ini. Dahulunya mi ini diproduksi dengan bahan dasar tepung tapioka dan beras.
Namun, seiring berjalannya waktu, bahan baku beras memiliki nilai harga lebih tinggi dibandingkan emas, maka bahan baku beras diubah dengan jagung. Kemudian berakhir dengan bahan jagung yang diganti menjadi tepung gaplek dan tepung tapioka.