Brilio.net - Baru-baru Pandji Pragiwaksono menarik perhatian publik usai hadir dalam podcast Total Politik. Perbincangan mereka membahas tentang dinasti politik yang ada di Indonesia. Pembahasan tersebut muncul lantaran Pandji Pragiwaksono termasuk publik figur Tanah Air yang vokal mengkritik praktik dinasti politik yang selama ini terjadi.
Sentimen Pandji terhadap dinasti politik tersebut pun dibahas oleh kedua host Total Politik, Arie Putra dan Budi Adiputro. Berbeda dengan Pandji, baik Arie maupun Budi berpendapat bila dinasti politik sesuatu yang sah-sah saja, bahkan menjadi hak setiap warga negara. Pendapat mereka tersebut berdasarkan pada Asian Values.
BACA JUGA :
15 Potret kocak macam-macam Asian Value di Indonesia, warga +62 relate banget
Perbedatan tersebut ramai jadi pembahasan di media sosial, bahkan kata Asian Values menjadi trending topik di X (dahulunya Twitter). Banyak yang mencari kata Asian Values hingga membuat berbagai jokes yang relate dengan masyarakat. Lantas apa itu Asian Values? Biar makin paham, yuk simak ulasannya, seperti dilansir brilio.net dari berbagai sumber pada Kamis (6/6).
Apa itu Asian Values?
foto: freepik.com
BACA JUGA :
Momen pemain naturalisasi Timnas berendam air es sambil nyanyi Indonesia Raya ini bikin salut
Asian Values atau yang dikenal nilai-nilai Asia menjadi nilai ekonomi politik yang diperkenalkan sejak akhir abad ke-20 oleh para cendekiawan dan pemimpin negara Asia. Tepatnya, istilah Asian Values pertama kali muncul pada pada 1980-an dan 1990-an, seiring dengan suksesnya perekonomian Macan Asia (Hongkong, Singapura, Taiwan, Korea Selatan).
Istilah ini didukung mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew dan Mahathir Mohamad, mantan Perdana Menteri Malaysia yang dipakai untuk membela diri dari kritik yang mengecam rezim autoritarian di Asia. Nilai ini berkembang di negara-negara Asia, terutama Asia Timur dan Asia Tenggara.
Pada konteks politik, Asian Values sebagai ideologi yang mengedepankan nilai-nilai disiplin, kolektivitas, kerja sama, berhemat hingga prestasi pendidikan. Nilai-nilai mengedepankan kolektivitas, sehingga cukup berbeda dari politik Barat yang cenderung individualis. Di satu sisi Asian Values secara ekonomi memang meningkatkan pertumbuhan yang positif. Sementara Asian Values kerap dimanfaatkan untuk kepentingan rezim otoriter mempertahankan kekuasaan di Asia.
Melansir jurnal European Journal of Humanities and Social Sciences (2023) yang ditulis oleh Yuniarti dan Rendy Wirawan, menerangkan praktik Asian Values seringkali menghadirkan kritikan sebab melanggengkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Selain itu, pada penelitian tersebut juga menjelaskan Asian Values berkaitan dengan nilai-nilai budaya yang mencakup komunitarianisme, kekeluargaan, dan penghargaan terhadap otoritas. Hal inilah yang menjadi ciri khas dari masyarakat Asia, termasuk di Indonesia. Lebih jauh dipaparkan bahwa nilai-nilai Asia tersebut dianggap sebagai warisan yang kaya akan nilai-nilai mulita.
Padahal, praktiknya cenderung memiliki karakteristik nilai-nilai yang memfasilitasi masyarakat untuk korupsi. Nggak heran bila ada saja masyarakat di Asia kerap menggunakan nilai-nilai ini sebagai alasan mempertahankan otoritas, sekaligus alasan menyembunyikan tindakan korupsi. Alhasil, konsep Asian Values malah disalahartikan dengan praktik kehidupan politik nepotisme, korupsi, hingga kongkalikong.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa nilai-nilai Asia (Asian Values) ini memiliki dampak positif dan negatif dalam masyarakat. Di satu sisi, nilai-nilai ini dapat mendorong kerjasama, disiplin, dan rasa hormat. Di sisi lain, nilai-nilai ini juga manfaatkan untuk membenarkan otoritarianisme, penindasan, dan ketidaksetaraan.
Karakteristik Asian Values
foto: freepik.com
1. Komunitarianisme yakni prioritas pada kepentingan kelompok atau komunitas di atas kepentingan individu. Masyarakat Asia seringkali menekankan pentingnya harmoni sosial dan kesejahteraan bersama. Terlebih, konsep ini juga menilai keluarga sebagai unit-unit dasar dari masyarakat, dengan tanggung jawab penuh terhadap anggota keluarga.
2. Disiplin dan kerja keras di mana masyarakat Asia dikenal memiliki disiplin dan etos kerja yang tinggi, terutama dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.
3. Keseimbangan antara kebutuhan individu dan masyarakat.
4. Patuh dan hormat pada otoritas kekuasaan.
5. Mengutamakan prestasi akademik yang dipercaya dapat menunjang kesuksesan.
6. Asian Values menekankan pentingnya menghormati kedaulatan negara.
7. Kepatuhan pada hirarki, yakni orang Asia cenderung menghormati otoritas yang berkuasa. Bahkan pada ranah perangkat desa pun memiliki pamor tersendiri, sehingga masyarakat lebih mendengarkan orang yang berkuasa.
Kritik terhadap praktik Asian Values
foto: freepik.com
1. Melanggengkan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kritik mengenai Asian Values dikemukakan bahwa nilai-nilai budaya Asia, seperti komunitarianisme, kekeluargaan, dan penghargaan terhadap otoritas dapat memfasilitasi korupsi. Masyarakat Asia seringkali salah menggunakan nilai-nilai budaya mereka sebagai alasan untuk menyembunyikan tindakan korupsi.
2. Otoritarianisme.
Lee Kuan Yew, mantan perdana menteri Singapura yang dilansir dari laman BEM Kema Unpad 2023, berpendapat bahwa Asian Values membenarkan otoritarianisme. Ia beranggapan bahwa masyarakat Asia lebih menyukai stabilitas dan harmoni, serta menghormati nilai-nilai kekeluargaan dan komunalisme, sehingga demokrasi dan Hak Asasi Manusia sulit diterapkan.
3. Menghambat hak asasi manusia.
Seringkali praktik Asian Values mengabaikan hak asasi manusia. Ketaatan pada otoritas dan hirarki terkadang berbenturan dengan hak asasi manusia. Kebebasan berpendapat dan berserikat bisa dibatasi demi menjaga harmoni kelompok.
4. Keterlibatan sistem politik dan birokrasi korup.
Sistem politik dan birokrasi di negara-negara Asia, baik yang demokratis maupun otoriter, turut serta dalam menciptakan masyarakat korup. Mereka memanfaatkan nilai-nilai Asia dalam praktik kehidupan politik, seperti korupsi, nepotisme, dan kongkalikong, sehingga korupsi di Asia menjadi lebih sulit dilacak.