Brilio.net - Ada momen yang menarik ketika mengikuti salat tarawih di masjid kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Rabu (4/4) lalu. Tak seperti di masjid lain, pelaksanaan salat witir usai tarawih terpisah menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama adalah jamaah yang melaksanakan 11 rakaat tarawih dan kelompok kedua melaksanakan 23 rakaat tarawih. "Kalau tarawih kita tidak terpisah ya, yang dilaksanakan terpisah itu hanya witirnya, bukan tarawihnya, jelas Alif, pengurus takmir masjid kampus UIN Sunan Kalijaga.
BACA JUGA :
65 Kata bijak islami tentang puasa, penuh inspiratif dan cocok jadi caption media sosial
foto: Millenia ramadita
Pelaksanaan salat tarawih seperti ini sudah menjadi tradisi di masjid kampus UIN Sunan Kalijaga tiap Ramadan. Meskipun tidak diketahui siapa pelopornya dan kapan pertama kali dilaksanakannya, salat tarawih dengan witir terpisah masih bertahan sampai sekarang.
BACA JUGA :
65 Kata-kata indah di bulan Ramadhan yang menyejukkan hati dan tenangkan jiwa
"Untuk awal mulai dilaksanakannya saya kurang tau, tapi selama saya jadi takmir di sini pelaksanaannya sudah seperti ini, tutur Alif yang sudah menjadi takmir masjid selama 4 tahun terakhir. Pelaksanaan tarawih dengan witir yang terpisah ini bertujuan untuk memberi wadah kepada seluruh jamaah secara adil.
foto: Millenia ramadita
Dalam pelaksanaannya, salat tarawih dimulai dalam satu jamaah. Setelah tarawih diselesaikan sampai rakaat ke-8, Imam akan mengumumkan kepada jamaah 11 rakaat untuk berpindah melaksanakan salat witir di selasar bagian barat masjid. Sedangkan, jamaah 23 rakaat akan kembali melanjutkan salat tarawih berjamaah di dalam masjid.
Jamaah yang sudah berkumpul di selasar barat masjid akan melanjutkan salat witir berjamaah dipimpin oleh imam yang bertugas. Pada bagian ini imam salat witir juga difasilitasi mikrofon yang tersambung untuk sound system di bagian selasar. "Sound system itu ada 3 bagian, ada yang bagian yang khusus di dalam, di selasar, sama bagian luar. Meskipun agak bocor tapi bisa terdengar jelas, lanjut Alif
Karena sudah menjadi tradisi, salat tarawih dengan witir terpisah sudah dapat dimaklumi oleh sebagian besar jamaah di masjid itu. Belum pernah ada yang memprotes ataupun mengkritik hal tersebut. "Kalau ada yang mengeluh paling biasanya maba (mahasiswa baru) sih, atau musafir, terang Alif.
Meskipun demikian, beberapa jamaah merasa aneh dengan pelaksanaan tarawihnya, khususnya jamaah yang baru pertama kali melaksanakan salat tarawih di masjid kampus UIN.
Salah satunya adalah Aza, mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menurut Aza, saat melakukan salat witir bersama rombongan jamaah 11 rakaat, terjadi tumpang tindih suara antara imam di selasar barat dan imam di dalam masjid. "Suaranya nyampur, kalau posisi salat di perbatasan jadi kurang fokus," jelasnya.
Lain halnya dengan Putri, mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang mengaku sedikit keheranan dengan sistem witir terpisah. Menurutnya ada aturan yang tidak membolehkan ada dua imam di dalam satu masjid. "Aneh, soalnya 1 tempat ada 2 imamnya."
Menanggapi hal itu, menurut Alif, pihak takmir sudah memberi peraturan untuk jamaah perempuan yang ingin mengikuti salat 23 rakaat agar dapat salat di lantai atas. Sedangkan, jamaah perempuan yang ingin melaksanakan salat tarawih 11 rakaat diminta standby di selasar-selasar masjid. Selain agar tidak kerepotan bolak-balik, juga dapat meminimalisasi bocornya suara dari kedua imam.
foto: Millenia ramadita
Untuk masalah di dalam satu masjid terdapat dua imam, Alif berpendapat aturan itu berlaku untuk salat wajib. "Setau saya aturan 1 masjid tidak boleh ada 2 imam itu adalah peraturan untuk salat wajib saja, berbeda dengan salat sunnah, tandas Alif.
Reporter: mg/Millenia Ramadita