Brilio.net - Kehadiran tren content creator telah menciptakan perubahan signifikan dalam angkatan kerja di Indonesia. Semakin banyak individu beralih menjadi content creator, ternyata ada dampak pada angkatan kerja di Indonesia yang mulai terasa di berbagai sektor. Transformasi ini tidak hanya memengaruhi pola kerja, tetapi juga membuka peluang baru.
Perubahan dalam industri ini telah menggeser fokus keterampilan yang dibutuhkan di pasar kerja. Misalnya saja banyak sektor pekerjaan yang membutuhkan keahlian dalam pengelolaan media sosial, pembuatan konten, hingga pemasaran digital kini menjadi sangat penting untuk digeluti.
BACA JUGA :
15 Ide konten video kreatif lengkap dengan contoh-contohnya
Bisa dikatakan, industri kreatif mengalami pertumbuhan pesat, namun juga memaksa tenaga kerja untuk beradaptasi dengan tuntutan keterampilan baru yang terus berkembang. Di sisi lain, tren ini juga membawa dampak terhadap pekerjaan tradisional dan model bisnis yang ada.
Perusahaan kini lebih memilih untuk bekerja dengan content creator untuk pemasaran produk dibandingkan turun ke jalan mempromosikan suatu produk atau jasa. Bahkan melalui media sosial kini penjualan jauh lebih efisien, yang menandakan adanya dampak tren menjadi content creator pada angkatan kerja di Indonesia.
Pergeseran ini memengaruhi struktur pekerjaan maupun memberikan tantangan baru dalam menyeimbangkan antara pekerjaan konvensional dan peluang digital yang semakin berkembang. Lantas apa saja dampak tren menjadi content creator terhadap angkatan kerja di Indonesia ini? Yuk, simak ulasan lengkap yang telah dilansir brilio.net dari berbagai sumber, Selasa (10/9).
BACA JUGA :
Dukung perkembangan industri kreatif, BRI gelar kompetisi “Creator Fest 2024”
Dampak tren menjadi content creator terhadap angkatan kerja di Indonesia.
foto: freepik.com
1. Munculnya lapangan kerja baru.
Tren menjadi content creator telah menciptakan lapangan kerja baru di Indonesia. Banyak orang, terutama generasi muda, kini dapat menghasilkan pendapatan dari membuat konten di berbagai platform media sosial dan digital. Hal ini memberikan alternatif karier bagi angkatan kerja, terutama di tengah tingginya angka pengangguran serta keterbatasan lapangan kerja formal.
Menurut data dari Kementerian Ketenagakerjaan RI, pada 2023 terdapat lebih dari 100.000 orang yang menjadikan content creator sebagai pekerjaan utama. Angka ini terus meningkat setiap tahunnya, menunjukkan bahwa sektor ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan.
2. Pergeseran pola kerja tradisional.
Tren ini telah mengubah paradigma kerja tradisional. Content creator umumnya bekerja secara freelance atau wirausaha, dengan jadwal yang fleksibel dan tidak terikat jam kerja kantoran. Hal ini mendorong perubahan dalam cara orang memandang pekerjaan dan karier.
Survei yang dilakukan oleh IDN Research Institute pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 68% responden dari kalangan milenial dan Gen Z di Indonesia lebih memilih pekerjaan dengan fleksibilitas waktu dan lokasi kerja. Tren content creator menjawab kebutuhan ini, memberi opsi bagi angkatan kerja untuk memiliki karier yang lebih sesuai dengan gaya hidup mereka.
3. Peningkatan keterampilan digital.
Menjadi content creator mendorong peningkatan keterampilan digital di kalangan angkatan kerja Indonesia. Para creator harus menguasai berbagai tools digital, teknik editing, strategi pemasaran online, dan pengelolaan media sosial. Keterampilan ini sangat relevan dengan kebutuhan industri di era digital.
Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, terjadi peningkatan 25% dalam penggunaan aplikasi editing video dan foto di kalangan pengguna internet Indonesia dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya upaya peningkatan skill digital yang didorong oleh tren content creator.
4. Diversifikasi sumber pendapatan.
Tren ini telah membuka peluang bagi angkatan kerja untuk memiliki sumber pendapatan tambahan di luar pekerjaan utama. Banyak orang yang awalnya menjadikan content creation sebagai side job, namun kemudian berkembang menjadi sumber pendapatan utama.
Berdasarkan laporan dari Platform & Stream Hatchery, pada tahun 2023, sekitar 40% content creator di Indonesia menghasilkan pendapatan bulanan di atas Upah Minimum Regional (UMR) dari aktivitas mereka di media sosial. Hal ini menunjukkan potensi ekonomi yang signifikan dari sektor ini.
5. Perubahan dalam distribusi tenaga kerja.
Tren content creator telah mengubah distribusi tenaga kerja di berbagai sektor. Beberapa industri tradisional mungkin mengalami penurunan minat dari angkatan kerja muda yang lebih tertarik menjadi content creator. Di sisi lain, industri pendukung seperti agensi talent, produsen peralatan video, dan platform media sosial mengalami pertumbuhan.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, sektor informasi dan komunikasi, yang mencakup aktivitas digital dan content creation, mengalami pertumbuhan tenaga kerja sebesar 7,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Ini merupakan salah satu pertumbuhan tertinggi di antara semua sektor ekonomi.
6. Pertumbuhan industri kreatif.
Tren menjadi content creator telah mendorong pertumbuhan pesat dalam industri kreatif di Indonesia. Banyak individu yang kini beralih dari pekerjaan tradisional ke dunia digital untuk mengejar karier sebagai content creator.
Data dari Statistik menunjukkan bahwa jumlah pengguna media sosial di Indonesia terus meningkat, menciptakan peluang baru dalam bidang pemasaran digital, desain grafis, video editing, dan banyak lagi. Pertumbuhan ini memperluas lapangan kerja di sektor kreatif, mengarah pada pembukaan berbagai peluang baru sekaligus meningkatkan permintaan untuk keahlian kreatif maupun teknis.
7. Perubahan dalam dinamika pekerjaan.
Dampak lain dari tren ini yakni adanya perubahan dalam dinamika pekerjaan, dengan meningkatnya fleksibilitas maupun kebebasan kerja. Content creator sering kali memiliki jadwal kerja yang lebih fleksibel dibandingkan pekerjaan konvensional, yang memungkinkan banyak orang untuk bekerja dari lokasi manapun.
Studi yang diterbitkan dalam Harvard Business Review menunjukkan bahwa fleksibilitas ini dapat meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas. Namun, fleksibilitas ini juga membawa tantangan, seperti ketidakpastian pendapatan maupun kurangnya jaminan sosial, yang perlu diatasi dengan perencanaan serta pengelolaan yang baik.
8. Tantangan dalam perlindungan tenaga kerja.
Meskipun membuka banyak peluang, tren ini juga menimbulkan tantangan baru dalam hal perlindungan tenaga kerja. Content creator seringkali tidak memiliki jaminan sosial dan kesehatan seperti pekerja formal. Hal ini menuntut pemerintah dan pemangku kepentingan untuk merumuskan kebijakan yang dapat melindungi hak-hak pekerja di sektor ini.
Kementerian Ketenagakerjaan RI mencatat bahwa hingga tahun 2023, baru sekitar 30% content creator yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Ini menunjukkan masih rendahnya cakupan perlindungan sosial bagi pekerja di sektor ini.
9. Potensi brain drain internal.
Tren ini berpotensi menyebabkan brain drain internal, di mana bakat-bakat terbaik dari berbagai bidang lebih memilih menjadi content creator daripada mengembangkan karier di bidang keahlian mereka. Hal ini bisa berdampak pada kurangnya ketersediaan tenaga ahli di sektor-sektor tertentu. Meskipun belum ada data konkret mengenai fenomena ini, beberapa pengamat industri dan akademisi telah mulai membahas potensi dampaknya terhadap pasar tenaga kerja Indonesia dalam jangka panjang.
10. Dampak pada keseimbangan kerja-hidup.
Terakhir, tren menjadi content creator mempengaruhi keseimbangan kerja-hidup banyak orang. Bekerja sebagai content creator sering kali melibatkan jam kerja yang tidak teratur dan kebutuhan untuk terus-menerus terhubung dengan audiens (followers).
Menurut riset dari American Psychological Association menunjukkan bahwa meskipun fleksibilitas waktu kerja dapat bermanfaat, hal ini juga dapat menyebabkan stres maupun kesulitan dalam memisahkan waktu kerja dari waktu pribadi. Oleh karena itu, penting bagi content creator untuk menerapkan strategi manajemen waktu sekaligus menetapkan batasan yang jelas untuk menjaga keseimbangan kerja-hidup yang sehat.