Brilio.net - Kasus video syur Audrey Davis, putri mantan vokalis band Naif David Bayu, tengah menjadi sorotan publik. Polisi telah menangkap tiga tersangka penyebar video tersebut, yaitu AP (mantan kekasih Audrey), MRS, dan JE. Motif utama penyebaran video ini adalah dendam AP yang sakit hati setelah diputuskan oleh Audrey.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak, mengungkapkan bahwa pihaknya masih mendalami dugaan pemerasan yang dilakukan AP kepada Audrey.
BACA JUGA :
Pahami istilah revenge porn & dampak bagi korban, serta jerat hukum bagi pelaku penyebaran video syur
"Ada bukti komunikasi antara saksi AD (Audrey Davis) dan tersangka AP yang berisi ancaman penyebaran konten video bermuatan asusila oleh tersangka AP yang ditujukan ke saksi AD," ujar Ade, dikutip brilio.net dari Liputan 6, Kamis (15/8).
Bukti ancaman telah dikantongi penyidik setelah menyita handphone Audrey pada saat pemeriksaan. AP dijerat dengan pasal berlapis terkait UU ITE dan UU Pornografi dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara.
Kasus ini masih terus dikembangkan karena penyidik telah menemukan sekitar lima video terkait. Polisi mengingatkan masyarakat untuk tidak menyebarluaskan kembali video tersebut karena dapat dikenakan sanksi pidana. Tindakan AP dalam menyebarkan video syur Audrey merupakan bentuk revenge porn atau pornografi balas dendam.
BACA JUGA :
3 Pernyataan Michael Yukinobu, tersangka kasus video syur Gisel
Revenge porn adalah tindakan menyebarkan konten pornografi tanpa persetujuan orang yang ada di dalamnya sebagai bentuk balas dendam atau kecemburuan. Kasus ini semakin marak terjadi di era digital dan memiliki dampak serius bagi korban.
Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai revenge porn dan hukuman bagi pelakunya, dihimpun brilio.net dari berbagai sumber pada Kamis (15/8).
Apa itu revenge porn?
foto: Unsplash.com
Revenge porn atau pornografi balas dendam adalah tindakan menyebarkan konten yang merusak reputasi seseorang secara digital dengan motif balas dendam. Pelaku biasanya menyebarkan foto atau video bermuatan pornografi tanpa persetujuan orang yang ada di dalamnya. Tindakan ini umumnya disertai dengan ancaman untuk mempermalukan, melecehkan, mengintimidasi, atau bahkan menyuap korban.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan bahwa revenge porn termasuk dalam kategori kekerasan berbasis gender online. Meski dapat menimpa siapa saja, korban revenge porn lebih sering adalah perempuan. Pelaku revenge porn tidak selalu orang terdekat korban, tapi bisa juga dilakukan oleh peretas yang mencuri data pribadi korban.
Tujuan utama revenge porn adalah untuk mempermalukan dan merusak reputasi korban di mata publik. Pelaku biasanya termotivasi oleh rasa sakit hati, cemburu, atau keinginan untuk mengendalikan korban. Dampak revenge porn sangat serius dan dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan korban dalam jangka panjang.
Revenge porn berbeda dari pornografi pada umumnya karena dilakukan tanpa persetujuan dan bertujuan untuk merugikan korban. Tindakan ini melanggar privasi dan hak asasi korban, serta dapat dikategorikan sebagai bentuk kekerasan seksual. Oleh karena itu, revenge porn dipandang sebagai tindak pidana yang serius di banyak negara, termasuk Indonesia.
Dampak revenge porn bagi korban sangat serius dan dapat mempengaruhi kesehatan mental serta kehidupan sosial korban. Berikut beberapa dampak buruk yang sering dialami oleh korban revenge porn:
1. Gangguan kecemasan, depresi, dan gangguan tidur
2. Mudah kaget, kebingungan, mengalami mimpi buruk, dan dihantui rasa takut
3. Merasa bersalah dan mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD)
4. Isolasi diri dan menarik diri dari lingkungan sosial
5. Kehilangan mata pencaharian atau kesulitan mendapatkan pekerjaan
Perlu diingat bahwa dampak revenge porn dapat bertahan lama bahkan jika konten tersebut tidak benar-benar tersebar luas. Ancaman penyebaran saja sudah cukup untuk menimbulkan trauma bagi korban. Selain itu, perempuan korban revenge porn cenderung mendapat respons yang lebih menyudutkan dari masyarakat dibandingkan laki-laki, menambah beban psikologis yang harus ditanggung.
Hukuman pidana pelaku penyebaran konten pornografi
foto: Pixabay.com
Hukum di Indonesia telah mengatur sanksi bagi pelaku penyebaran konten pornografi, termasuk revenge porn. Beberapa pasal yang dapat menjerat pelaku antara lain:
1. UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Pasal 14:
Mengatur tentang kekerasan seksual berbasis elektronik. Pelaku dapat dikenakan pidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp 200 juta.
2. UU Pornografi Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 29:
Melarang menyediakan dan menyebarluaskan konten pornografi. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara 6 bulan hingga 12 tahun dan/atau denda Rp 250 juta hingga Rp 6 miliar.
3. UU ITE Pasal 27 Ayat (1) jo. Pasal 45 Ayat (1):
Mengatur tentang penyebaran konten pornografi melalui internet. Pelaku dapat diancam hukuman pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Jika penyebaran konten disertai dengan ancaman, pelaku bisa dikenakan pasal berlapis dengan hukuman tambahan hingga 6 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 300 juta. Penting untuk diingat bahwa tidak hanya pembuat dan penyebar konten yang dapat dikenai sanksi, tetapi juga mereka yang turut menyebarkan atau membagikan konten tersebut.
Mengingat dampak serius dan ancaman hukuman yang berat, masyarakat dihimbau untuk tidak terlibat dalam penyebaran konten pornografi, termasuk revenge porn. Jika menerima konten semacam itu, sebaiknya segera dihapus dan tidak disebarkan lebih lanjut. Bagi korban revenge porn, disarankan untuk segera melaporkan ke pihak berwajib dan mencari bantuan psikologis untuk mengatasi trauma yang dialami.