1. Home
  2. »
  3. Ragam
15 Agustus 2024 07:25

Viral KDRT, intip 7 ciri-ciri pasangan red flag yang harus diwaspadai versi psikolog

Istilah ini digunakan untuk menggambarkan sinyal peringatan awal yang dapat mengindikasikan adanya dinamika yang tidak sehat, Muhammad Rizki Yusrial

Brilio.net - Baru-baru ini viral di media sosial tentang Kasus Kekerasan Rumah Tangga (KDRT) yang dialami oleh Cut Intan Nabila. Suaminya, Armor Toreador mengaku sudah melakukan hal tersebut lebih dari 5 kali sejak tahun 2020. Banyak netizen yang menyebut bahwa Armor merupakan salah satu bentuk pria red flag.

Red flag dalam hubungan asmara merujuk pada tanda-tanda atau indikasi yang menunjukkan adanya potensi masalah serius atau bahaya yang bisa mengancam kualitas dan kesehatan hubungan tersebut. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan sinyal peringatan awal yang dapat mengindikasikan adanya dinamika yang tidak sehat, ketidakcocokan, atau risiko yang dapat berkembang menjadi isu yang lebih besar jika diabaikan.

BACA JUGA :
Kini ditahan usai KDRT istri, teman Armor Toreador bongkar tabiat suami Intan Nabila saat sekolah


Lebih lengkap, Psikolog klinis di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya, Choirunisa Nirahma P mengungkapkan beberapa ciri-ciri terkait pasangan red flag. Semuanya dihimpun oleh brilio.net dari berbagai sumber pada Rabu (14/8).

foto: Freepik.com

BACA JUGA :
Resmi jadi tersangka, Armor Toreador suami Cut Intan Nabila dijerat pasal berlapis KDRT & penganiayaan

Ciri-Ciri Red Flag

1. KDRT

Menanggapi kasus yang sudah viral, Choirunisa mengatakan KDRT memang termasuk salah satu tanda-tanda red flag. Kekerasan di rumah tangga itu bisa berupa fisik, Verbal maupun emosional. Misalnya, seseorang yang sering memukul pasangannya, merendahkan, atau bahkan mengendalikan percakapan dengan cara yang tidak sehat bisa dikategorikan sebagai pasangan red flag.

2. Sering berbohong.

Selain kekerasan, pasangan red flag juga seringkali menunjukkan perilaku lain seperti kebohongan yang berulang. Jika dalam kasus ini pria, ia biasanya sering menutupi kesalahan atau memutarbalikkan fakta untuk menyelamatkan diri dari konsekuensi atas tindakan mereka.

"Berbohong itu kan, red flag juga ya, jadi dia sering menutupi kesalahan-kesalahan yang dia lakukan atau memutarbalikkan fakta terhadap kesalahan yang dia lakukan," ujar Psikolog yang kerap di sapa Nisa ini kepada brilio.net pada Rabu (14/8).

3. Tidak mampu menyelesaikan masalah dalam hubungan

Ciri lain dari pasangan red flag adalah ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah. Ketika menghadapi masalah dalam hubungan, alih-alih mencari solusi, pasangan ini cenderung menghindar atau bahkan memutuskan komunikasi sepenuhnya. Sebagai contoh, dalam hubungan pacaran, pasangan ini mungkin akan memblokir semua akses komunikasi setelah terjadi konflik, dan tindakan ini bisa berlangsung selama beberapa hari atau bahkan minggu.

4. Cemburu berlebihan

Nisa melanjutkan bahwa ciri-ciri lain dari red flag adalah cemburu yang berlebihan. Hal tersebut terlihat ketika pasangan mulai membatasi interaksi pasangan dengan orang lain, bahkan dengan teman-teman yang sudah lama dikenal. Ketika pasangan marah secara berlebihan hanya karena melihat seseorang berfoto bersama teman lawan jenis merupakan bentuk cemburu yang berlebihan.

"Cemburu yang berlebihan itu sampai mengontrol perilaku kita, sampai membatasi kita melakukan interaksi dengan orang lain. Mungkin kelihatan foto bersama, sama temen yang bareng-bareng, seperti laki-laki atau perempuan, dia langsung marah," ungkap Nisa.

5. Sering emosi

Tanda lain yang perlu diwaspadai adalah ketika pasangan sering marah tanpa alasan yang jelas atau ledakan emosinya tidak proporsional dengan situasi yang dihadapi. Misalnya, pasangan yang marah hingga menghina atau meluapkan emosi dengan cara yang tidak pantas, seperti melakukan kekerasan fisik. Ketidakmampuan mengendalikan emosi ini merupakan red flag yang serius karena dapat berkembang menjadi bentuk kekerasan yang lebih parah, baik secara fisik, verbal, maupun emosional.

6. Suka mengatur

Pasangan yang mulai mengontrol akses terhadap kegiatan sosial, seperti melarang pergi ke tempat tertentu atau berpartisipasi dalam aktivitas yang disukai, merupakan tanda red flag yang harus diperhatikan. Membatasi kehidupan sosial merupakan bentuk kontrol yang tidak sehat dan dapat berujung pada isolasi sosial yang berbahaya.

"Membatasi akses, tidak boleh ke sana, ke sini, tidak boleh ikut kegiatan ini dan itu, itu bisa jadi tanda-tanda red flag juga," imbuh Nisa.

7. Selingkuh

Selingkuh adalah salah satu red flag yang paling jelas dalam sebuah hubungan. Ketika pasangan selingkuh, itu adalah bukti dirinya tidak bisa menjaga komitmen, terlebih jika dilakukan berulang kali. Hal ini menunjukkan bahwa orang tersebut tidak memiliki fokus yang baik dalam hubungannya.

foto: freepik.com

Faktor penyebab pasangan menjadi red flag

Nisa juga mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengembangkan sifat red flag dalam hubungan. alah satu faktor utamanya adalah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan. Misalnya, jika seseorang tumbuh dalam lingkungan yang penuh kekerasan atau ketidakstabilan emosional, dirinya mungkin menyerap dan meniru perilaku tersebut dalam hubungan di masa depan.

"Biasanya itu bisa terjadi karena mungkin seseorang itu punya pengalaman yang tidak menyenangkan juga di masa lalu. Misalnya dia temperamental, sulit untuk mengendalikan emosinya, mungkin ketika kecil dia sering menjadi sasaran emosional, entah itu keluarga dekatnya, atau misalnya temannya," kata Nisa.

Selain itu, lingkungan sekitar juga berperan penting dalam pembentukan sifat red flag. Jika seseorang melihat bahwa menyelesaikan masalah dengan kekerasan atau meremehkan orang lain dianggap sebagai cara yang efektif, maka perilaku tersebut bisa menjadi kebiasaan.

"kita hidup di lingkungan yang memberikan contoh, dan contoh-contoh ini bisa menjadi stimulus yang mempengaruhi perilaku kita," Nisa menekankan.

foto: freepik.com

Cara menghadapi pasangan yang red flag.

Ketika dihadapkan pada pasangan yang menunjukkan tanda-tanda red flag, penting untuk mengetahui cara menghadapinya. Nisa memberikan beberapa tips untuk menangani situasi ini. Pertama, mengkomunikasikan masalah tersebut dengan jelas kepada pasangan. Misalnya, jika pasangan sering marah atau melakukan kekerasan, hal ini harus dikomunikasikan secara langsung dan terbuka.

Namun, komunikasi saja tidak cukup. Nisa menekankan pentingnya menetapkan batasan yang jelas dalam hubungan. "Harus ada batasan tentang apa yang bisa diterima dan apa yang tidak," ujar Nisa.

Selain itu, mengumpulkan bukti juga menjadi hal yang sangat penting. Nisa mencatat bahwa pasangan red flag seringkali memutarbalikkan fakta atau bahkan menyalahkan pasangannya. Oleh karena itu, memiliki bukti konkret bisa membantu dalam menghadapi situasi tersebut.

Tidak kalah penting adalah memiliki dukungan sosial. Menurut Nisa, teman dan keluarga yang mendukung dapat membantu seseorang untuk memvalidasi perasaan mereka dan memberikan perspektif yang objektif tentang situasi yang sedang dihadapi. Ini sangat penting karena seseorang yang terjebak dalam hubungan dengan pasangan red flag seringkali kehilangan perspektif yang rasional.

"Jadi penting gitu ya teman-teman itu punya teman yang support itu penting banget," beber Nisa.

Nisa mengungkapkan bahwa sulit menghentikan sifat red flag seseorang. Sebab hal tersebut sudah menjadi kebiasaan seseorang. Terlebih jika itu terbentuk karena keadaan lingkungan.

foto: freepik.com

Dampak memiliki pasangan red flag dan cara mengatasinya.

Menurut Nisa, ketika seseorang mendapatkan pasangan yang red flag, hal tersebut akan berdampak terhadap psikologi korban. Biasanya korban bisa mengalami trauma, kecemasan bahkan depresi. Lebih parah lagi, pasangan bukan membuat bahagia justru menjadi momok bagi korban tersebut.

"Seseorang yang memiliki pasangan dengan sifat 'red flag' seringkali mengalami trauma, kecemasan, dan bahkan depresi. Ketika melihat pasangan, perasaan cemas dan takut sering kali muncul, bahkan bisa sampai merasa tremor atau gemetar," kata Nisa.

Ia menambahkan bahwa keadaan ini bisa membuat seseorang kehilangan kepercayaan diri dan mulai menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi dalam hubungan.

"Seringkali, mereka merasa tidak berharga dan takut untuk berinteraksi dengan orang lain, karena telah memiliki pikiran buruk yang tertanam dari pengalaman tersebut," jelasnya.

Untuk mengatasi dampak negatif ini, Nisa menyarankan agar individu yang terpengaruh mencari bantuan profesional. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya membangun kembali kepercayaan diri dan bergabung dengan komunitas yang mendukung.

"Karena dampaknya sudah sampai ke tahap depresi dan kecemasan, sangat penting untuk mendapatkan pertolongan dari tenaga medis atau psikoterapis," ujar nisa.

"Bergabung dengan komunitas yang positif dan saling mendukung dapat membantu memperkuat dukungan sosial yang sangat dibutuhkan," pungkasnya.

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags