Brilio.net - Pada Sabtu dini hari, 30 November 2024, kejadian mengerikan terjadi di sebuah perumahan di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Seorang remaja berusia 14 tahun, berinisial MAS, diduga melakukan pembunuhan terhadap dua anggota keluarganya, yakni ayahnya, APW (40), dan neneknya, RM (69).
Selain itu, dia juga sempat menyerang ibu AP (40) namun berhasil kabur dari serangan tersebut meski mengalami luka berat akibat tusukan pisau. Kejadian ini membuat banyak orang terkejut lalu bertanya-tanya tentang apa yang menyebabkan seorang remaja berbuat sekejam itu terhadap keluarganya.
BACA JUGA :
Kasus skizofrenia di Jogja tertinggi di Indonesia, ini gejala, penyebab, cara mengatasinya sejak dini
Melansir dari Antara menurut laporan polisi, MAS diduga menyerang keluarganya setelah menerima bisikan yang membuatnya kesulitan tidur. Saat ini, kondisi mental pelaku sedang dianalisis lebih lanjut untuk memahami penyebab di balik tindakannya. Psikolog, dr. Lahargo Kembaren SpKJ, mengungkapkan bahwa kondisi yang dialami MAS kemungkinan berkaitan dengan psikosis, sebuah gangguan mental serius yang bisa menyebabkan seseorang tidak mampu membedakan antara halusinasi dan kenyataan.
Gejala-gejala seperti mendengar bisikan atau merasa tertekan oleh realitas bisa memicu tindak kekerasan dalam kasus-kasus tertentu. Bila ditelisik, psikosis kondisi mental dimana penderitanya mengalami gangguan dalam menilai kenyataan, sehingga bisa berhalusinasi.
Ciri-ciri yang sering muncul pada seseorang yang mengalami psikosis yakni perubahan perilaku yang drastis, gangguan tidur, hingga perasaan tertekan atau cemas berlebihan. Hal-hal tersebut bisa muncul tanpa adanya pemahaman yang jelas dari orang sekitar, sehingga terkadang sulit dikenali.
BACA JUGA :
Stres berkepanjangan berpengaruh pada kondisi otak, pahami gejala, penyebab, dan cara mengatasinya
Oleh karena itu, penting bagi keluarga sekaligus masyarakat untuk lebih peka terhadap tanda-tanda masalah kesehatan mental pada remaja, agar bisa segera memberikan dukungan sekaligus pengobatan yang tepat sebelum kondisi tersebut memburuk.
Lantas apa itu psikosis, penyebab, gejala, serta cara mengatasinya? Yuk simak ulasan lengkap yang brilio.net himpun dari berbagai sumber, Selasa (3/12).
Apa itu psikosis?
Psikosis merupakan kondisi gangguan mental yang serius di mana seseorang mengalami kesulitan dalam membedakan kenyataan dari halusinasi atau delusi. Orang yang mengalami psikosis sering kali tidak menyadari bahwa apa yang dirasakan ataupun pikirkan tidak sesuai dengan kenyataan.
Halusinasi dapat berupa suara maupun gambar yang tidak ada dalam dunia nyata, sementara delusi ialah keyakinan yang salah, seperti merasa dikejar oleh seseorang hingga memiliki kekuatan luar biasa. Psikosis bisa memengaruhi cara seseorang berpikir, berbicara, bertindak, bahkan sering kali menyebabkan gangguan dalam hubungan sosial serta kinerja sehari-hari.
Karakteristik utama psikosis:
1. Halusinasi
Halusinasi yakni pengalaman sensori yang terjadi tanpa stimulus eksternal nyata. Penderita psikosis dapat mengalami:
- Halusinasi pendengaran (mendengar suara yang tidak ada)
- Halusinasi visual (melihat sesuatu yang tidak nyata)
- Halusinasi taktil (merasakan sentuhan yang tidak ada)
- Halusinasi olfaktorik (mencium bau yang tidak ada)
2. Delusi
Delusi yaitu keyakinan yang salah dan tidak masuk akal yang tetap dipertahankan meskipun sudah diberi bukti sebaliknya. Beberapa jenis delusi dalam psikosis:
- Delusi kejar (merasa diawasi atau diancam)
- Delusi grandeur (merasa memiliki kekuatan atau kemampuan istimewa)
- Delusi referensial (meyakini bahwa pesan tersembunyi ditujukan padanya)
3. Gangguan berpikir
Biasanya penderita psikosis mengalami kesulitan dalam:
- Mengorganisir pikiran
- Berkomunikasi dengan logis
- Memproses informasi
- Menjaga alur berpikir yang koheren
Penyebab psikosis.
Psikosis ialah gangguan mental yang dapat dipicu oleh berbagai faktor, baik biologis, psikologis, maupun lingkungan. Adapun penyebab utama psikosis yang sering ditemukan:
1. Faktor genetik
Salah satu penyebab psikosis yang paling signifikan yakni keturunan. Orang yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan mental, seperti skizofrenia atau gangguan bipolar, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan psikosis.
Meskipun tidak ada gen tunggal yang bertanggung jawab untuk menyebabkan psikosis, adanya riwayat keluarga dengan gangguan mental dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami kondisi serupa. Namun, faktor genetik saja tidak cukup untuk menyebabkan psikosis, karena lingkungan hingga pengalaman hidup juga berperan besar dalam perkembangan gangguan ini.
2. Penggunaan narkoba dan alkohol
Penggunaan narkoba, alkohol, atau zat adiktif lainnya dapat memicu gejala psikosis. Zat-zat ini, terutama jenis yang mengubah keseimbangan kimia di otak, dapat menyebabkan halusinasi, delusi, hingga gangguan mental lainnya. Beberapa narkoba seperti kokain, LSD, dan ganja, dikenal dapat menyebabkan atau memperburuk gejala psikosis pada individu yang rentan.
Penggunaan jangka panjang sering kali meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan mental serius, termasuk psikosis. Bahkan, penghentian penggunaan obat-obatan tersebut secara mendadak juga dapat menyebabkan efek samping yang mengarah pada gejala-gejala psikosis.
3. Gangguan mental lainnya
Tanpa disadari, psikosis juga dapat menjadi gejala dari gangguan mental lain, seperti skizofrenia, gangguan bipolar, hingga depresi berat. Dalam kasus skizofrenia, misalnya, seseorang mengalami gangguan dalam cara berpikir, merasakan, bahkan berinteraksi dengan dunia di sekitarnya, yang menyebabkan halusinasi atau delusi.
Gangguan bipolar, yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang ekstrem, juga bisa menyebabkan gejala psikosis pada fase mania yang parah. Selain itu, depresi berat yang tidak diobati juga bisa memunculkan gejala psikosis, seperti halusinasi maupun delusi negatif.
4. Stres berat dan trauma
Stres yang luar biasa maupun trauma emosional dapat menjadi pemicu psikosis, terutama pada orang yang sudah rentan. Pengalaman traumatis, seperti kehilangan orang yang sangat dekat, kecelakaan, hingga kekerasan, dapat memicu gangguan mental yang serius yang berujung pada psikosis.
Stres yang berlebihan juga dapat mengganggu keseimbangan kimia otak, yang pada gilirannya memicu gangguan persepsi maupun penilaian kenyataan. Dalam beberapa kasus, gangguan ini muncul setelah seseorang mengalami periode stres ataupun rasa tegang yang berkepanjangan.
5. Gangguan kesehatan fisik
Psikosis juga dapat disebabkan oleh gangguan kesehatan fisik, termasuk penyakit otak, infeksi, ataupun gangguan neurologis. Kondisi seperti tumor otak, penyakit Alzheimer, maupun penyakit Parkinson dapat memengaruhi cara otak berfungsi lalu menyebabkan gejala psikosis.
Selain itu, infeksi serius yang memengaruhi otak, seperti ensefalitis maupun meningitis, juga dapat mengakibatkan gangguan mental tersebut. Beberapa gangguan metabolik atau hormon, seperti hipotiroidisme, juga diketahui dapat menyebabkan gejala psikosis, meskipun hal ini lebih jarang terjadi.
6. Obat-obatan dan pengobatan medis
Pengobatan medis tertentu, terutama yang melibatkan obat-obatan yang mempengaruhi sistem saraf pusat, dapat menyebabkan bahkan memperburuk gejala psikosis. Beberapa obat, seperti steroid maupun obat-obatan untuk mengobati kanker, dapat menyebabkan efek samping yang memengaruhi fungsi otak.
Obat-obatan tersebut terkadang dapat memicu halusinasi atau delusi pada beberapa orang. Namun, ini lebih sering terjadi pada mereka yang memiliki kerentanannya terhadap gangguan mental sekaligus yang menggunakan obat-obatan tersebut dalam dosis tinggi.
7. Faktor lingkungan sosial
Lingkungan sosial maupun kondisi kehidupan seseorang juga berperan besar dalam mempengaruhi risiko psikosis. Faktor-faktor seperti isolasi sosial, kemiskinan, hingga tekanan hidup yang berat dapat meningkatkan kerentanan seseorang terhadap gangguan mental.
Lingkungan yang tidak stabil maupun penuh konflik dapat memperburuk kondisi seseorang, sehingga menyebabkan stres yang berlebihan. Pada akhirnya meningkatkan risiko psikosis. Terlebih lagi, kurangnya dukungan sosial dengan orang lain dapat memperburuk keadaan.
Penting untuk diingat bahwa psikosis bukanlah suatu kondisi yang muncul begitu saja tanpa penyebab yang jelas. Biasanya, penyebabnya kombinasi dari beberapa faktor yang saling berinteraksi, baik itu genetik, biologis, maupun lingkungan. Oleh karena itu, penanganan psikosis memerlukan pendekatan yang holistik, dengan mengidentifikasi lalu mengatasi penyebab-penyebab yang mendasari kondisi tersebut.
Gejala psikologis.
Gejala utama psikosis melibatkan halusinasi dan delusi, yang dapat berkembang seiring berjalannya waktu. Delusi sendiri memiliki beragam jenis, antara lain:
1. Erotomania
Jenis delusi ini membuat penderitanya percaya bahwa seseorang jatuh cinta padanya, meskipun tidak ada bukti yang mendukung keyakinan tersebut.
2. Waham cemburu
Penderita jenis delusi ini sering merasa curiga dan meyakini bahwa pasangannya tidak setia, meski tidak ada bukti yang jelas untuk mendukung perasaan tersebut.
3. Waham kebesaran
Pada jenis delusi ini, seseorang yakin bahwa dirinya memiliki kekuatan, kecerdasan, bakat, atau kedudukan yang sangat tinggi, meski kenyataannya tidak demikian.
4. Waham kejar (persecutory)
Penderita jenis delusi ini merasa bahwa ada orang yang berniat mencelakai maupun menyakitinya, meskipun tidak ada ancaman nyata.
5. Waham bizzare
Delusi ini membuat penderitanya meyakini hal-hal yang sangat tidak masuk akal, seperti keyakinan bahwa alien menanamkan elektrode atau penghantar listrik ke dalam otaknya.
6. Waham somatik
Penderita delusi ini percaya bahwa mereka menderita penyakit tertentu atau memiliki cacat fisik, meskipun tidak ada bukti medis yang mendukung keyakinan tersebut.
7. Waham campuran
Jenis delusi ini terjadi ketika seseorang mengalami lebih dari satu jenis delusi secara bersamaan, mencampur keyakinan yang berbeda.
Sebaliknya, individu yang mengalami halusinasi biasanya menghadapi gangguan persepsi, yang membuat mereka melihat, merasakan, mendengar, maupun mencium sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
Selain gejala halusinasi dan delusi, beberapa gejala lain yang dapat muncul pada penderita psikosis antara lain:
- Perubahan suasana hati, seperti mood swing/depresi.
- Kesulitan dalam berinteraksi sosial dengan orang lain.
- Kehilangan semangat/motivasi.
- Penurunan nafsu makan.
- Bicara melantur.
- Kebingungan atau linglung.
- Masalah tidur, seperti insomnia.
- Perasaan cemas dan gelisah.
- Kesulitan berkonsentrasi
- Keinginan untuk menyakiti diri sendiri (self harm) atau bahkan pikiran untuk bunuh diri.
Cara mencegah psikosis pada remaja
Psikosis pada remaja merupakan kondisi serius yang memerlukan perhatian khusus. Berdasarkan berbagai penelitian ilmiah, terdapat beberapa strategi komprehensif untuk mencegah risiko perkembangan psikosis pada remaja.
1. Deteksi dini dan faktor risiko
Penelitian dari National Institute of Mental Health (NIMH) menunjukkan pentingnya identifikasi dini tanda-tanda risiko psikosis. Para profesional kesehatan mental merekomendasikan pemantauan beberapa indikator kunci:
- Perubahan drastis dalam perilaku akademis
- Penurunan fungsi sosial
- Gangguan komunikasi
- Isolasi sosial yang berkepanjangan
- Perubahan mood yang ekstrem
- Kesulitan berpikir logis
Sebuah studi longitudinal yang dipublikasikan dalam Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry (2019) mengungkapkan bahwa intervensi dini dapat menurunkan risiko perkembangan psikosis hingga 54%.
2. Dukungan kesehatan mental komprehensif
Penelitian klinis menunjukkan bahwa dukungan psikologis berkelanjutan memiliki peran kunci dalam pencegahan psikosis. Beberapa pendekatan yang disarankan:
- Psikoterapi kognitif perilaku (CBT)
- Terapi keluarga
- Konseling individual
- Manajemen stres
- Terapi kelompok sebaya
Studi dari Harvard Medical School (2020) membuktikan bahwa remaja yang menerima dukungan psikologis terstruktur memiliki 40% lebih rendah risiko mengembangkan gejala psikosis.
3. Gaya hidup sehat dan manajemen stres
Penelitian dari American Psychological Association (APA) menegaskan pentingnya gaya hidup sehat dalam pencegahan gangguan mental:
Aktivitas fisik:
- Olahraga teratur
- Latihan kardio minimal 150 menit per minggu
- Aktivitas kelompok atau tim
Nutrisi:
- Konsumsi makanan bergizi
- Asupan omega-3 yang cukup
- Hindari zat adiktif
Manajemen stres:
- Teknik meditasi
- Pernapasan dalam
- Yoga
- Tidur berkualitas
4. Pembatasan penggunaan zat adiktif
Riset dari National Center on Addiction and Substance Abuse menunjukkan korelasi kuat antara penggunaan zat dengan risiko psikosis:
Zat yang perlu dihindari:
- Ganja
- Kokain
- Metamfetamin
- Alkohol berlebihan
Rekomendasi:
- Edukasi bahaya zat adiktif
- Komunikasi terbuka dengan remaja
- Batasan sosial yang jelas
- Pengawasan orangtua
5. Lingkungan keluarga yang sehat
Cara paling ampun untuk mencegah gangguan mental seperti psikosis ini yakni adanya hubungan keluarga yang sehat. Adapun langkah pencegahannya yakni:
- Komunikasi terbuka
- Ekspresi emosi positif
- Resolusi konflik konstruktif
- Dukungan emosional konsisten
- Menghindari kekerasan/konflik berkepanjangan
6. Edukasi kesehatan mental
Strategi pendidikan yang direkomendasikan:
- Program kesehatan mental di sekolah
- Seminar kesadaran psikologis
- Akses informasi kesehatan mental
- Pengurangan stigma
Pencegahan psikosis pada remaja memerlukan pendekatan holistik, kolaboratif, dan berkelanjutan. Keterlibatan aktif orang tua, pendidik, hingga profesional kesehatan mental menjadi kunci keberhasilan dalam mencegah gangguan mental ini.