Brilio.net - Generasi milenial saat ini memang sangat aktif, mulai dari pergaulan hingga ke karier. Namun siapa sangka dari setiap penghasilan yang mereka dapatkan tak memungkinkan membeli rumah di tengah kota, memerlukan solusi baru yang lebih relevan bagi para milenial yang tetap membutuhkan tempat tinggal.
Konsep co-living yang sudah lama dianut kota-kota besar luar negeri bisa menjadi alternatif solusi tempat tinggal untuk para profesional muda. Pengamat urban living Sabrina Soewatdy menjelaskan bahwa menurut RisetKarir.com 83 persen milenial memiliki penghasilan rata-rata sebesar Rp 7,5 juta per bulan, yang jauh dari cukup untuk membeli rumah di ibu kota. Selain itu, 17 persen milenial hanya mampu membeli rumah bekas pakai dengan harga sekitar 300 juta rupiah.
BACA JUGA :
Acara keren ini bisa meningkatkan self branding kamu di sosial media
Ia menambahkan bahwa gaya hidup mewah dan pengeluaran besar para milenial juga berperan mengurangi kemampuan mereka membeli property.
Salah satu solusi yang ditawarkan saat ini adalah dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan downpayment 15 persen. Namun untuk membayar DP ini, milenial tetap harus menabung tahunan, kata Sabrina yang juga co-founder Rukita, sebuah startup yang bergerak di bidang manajemen properti.
Konsep co-living memungkinkan para milenial dan profesional muda untuk bersama menyewa sebuah rumah di bawah manajemen suatu perusahaan. Konsep ini bukanlah konsep baru, banyak kota besar di dunia yang mulai menyediakan property co-living untuk para milenial dan professional muda yang tidak ingin, atau tidak mampu, membeli rumah sendiri.
BACA JUGA :
Kito Rato, kedai minuman ala trio disabilitas yang menginspirasi
Tempat tinggal yang baik tidak hanya memberi kenyamanan bagi para penghuninya, namun juga membantu meningkatkan kesehatan mental para milenial, jelas Sabrina.
Sabrina menambahkan bahwa kepemilikan properti makin lama makin tidak relevan bagi sebagian besar milenial, dibuktikan dengan meningkatnya penjualan apartemen dan menurunnya penjualan rumah, bahkan dengan penurunan luas apartemen sebesar rata-rata 26 persen.
"Mereka juga sudah jarang saling berkunjung ke rumah, dan lebih memilih untuk bertemu di tempat umum seperti mall dan kafe. Mereka lebih mementingkan koneksi internet yang cepat, tutup Sabrina.