Brilio.net - Kabar duka datang dari seniman sekaligus dalang kondang Ki Manteb Soedharsono. Ia mengembuskan napas terakhirnya di usia 72 tahun pada Jumat (2/7).
Karena keterampilannya dalam memainkan wayang, Ki Manteb Soedharsono dijuluki para penggemarnya sebagai Dalang Setan. Ia juga dianggap sebagai pelopor perpaduan seni pedalangan dengan peralatan musik modern.
BACA JUGA :
8 Fakta paranormal Mbak You, pernah ramal kematiannya sendiri
Kabar meninggalnya Ki Manteb Soedharsono sempat diketahui lewat cuitan Sudjiwo Tedjo melalui akun Twitternya.
"Breaking News: Dalang Senior Ki Manteb Soedharsono wafat," tulisnya.
Semasa hidupnya, Ki Manteb Soedharsono telah menorehkan banyak prestasi. Berikut perjalanan karier Ki Manteb Sudharsono, seperti dihimpun brilio.net dari berbagai sumber pada Jumat (2/7).
BACA JUGA :
7 Penampakan kamar tidur Caesar Hito di lokasi syuting, viewnya kece
1. Memiliki ayah seorang dalang.
foto: Instagram/@mastriadhianto
Ki Manteb Soedharsono adalah putra seorang dalang pula yang bernama Ki Hardjo Brahim. Ki Manteb lahir di Dusun Jatimalang, Kelurahan Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pada tanggal 31 Agustus 1948.
Ayahnya adalah seniman tulen yang tidak memiliki pekerjaan lain kecuali mendalang. Manteb sebagai putra pertama dididik dengan keras agar bisa menjadi dalang tulen seperti dirinya. Ki Hardjo sering mengajak Manteb ikut mendalang ketika ia mengadakan pertunjukan.
Sementara itu, ibu Manteb yang juga seorang seniman, penabuh gamelan, lebih suka jika putranya itu memiliki pekerjaan sampingan. Itulah sebabnya, Manteb pun disekolahkan di STM Manahan, Solo.
Namun sejak kecil Manteb sudah laris sebagai dalang, sehingga pendidikannya pun terbengkalai. Akhirnya, ia memutuskan berhenti sekolah untuk mendalami karier mendalang.
2. Menemukan jati diri.
foto: Instagram/@bathara_dalang
Untuk meningkatkan kemahirannya, Manteb banyak belajar kepada para dalang senior. Seperti dalang legendaris Ki Narto Sabdo pada tahun 1972, dan kepada Ki Sudarman Gondodarsono yang ahli sabet, pada tahun 1974.
Pada tahun 70 dan 80-an, dunia pedalangan wayang kulit dikuasai oleh Ki Narto Sabdo dan Ki Anom Suroto. Ki Manteb berusaha keras menemukan jati diri untuk bisa tetap eksis dalam kariernya.
Hobinya menonton film kung fu yang dibintangi Bruce Lee dan Jackie Chan juga ia terapkan dalam kegiatan mendalangnya. Untuk mendukung keindahan sabet yang dimainkannya, Ki Manteb pun membawa peralatan musik modern ke atas pentas, misalnya tambur, biola, terompet, ataupun simbal.
Pada awalnya hal ini banyak mengundang kritik dari para dalang senior. Namun tidak sedikit pula yang mendukung inovasi Ki Manteb.
Keahlian Ki Manteb dalam olah sabet tidak hanya sekadar adegan bertarung saja, tetapi juga meliputi adegan menari, sedih, gembira, terkejut, mengantuk, dan sebagainya.
Selain itu ia juga menciptakan adegan flashback yang sebelumnya hanya dikenal dalam dunia perfilman dan karya sastra saja. Ia berpendapat jika ingin menjadi dalang sabet yang mahir, maka harus bisa membuat wayang dengan tangannya sendiri.
3. Mengantongi popularitas.
foto: Instagram/@trenggalek_media
Popularitasnya sebagai seniman tingkat nasional mulai diperhitungkan publik sejak ia menggelar pertunjukan Banjaran Bima sebulan sekali selama setahun penuh di Jakarta pada tahun 1987.
Ketika Ki Narto Sabdo meninggal dunia tahun 1985, seorang penggemar beratnya bernama Soedharko Prawiroyudo merasa sangat kehilangan. Soedharko kemudian bertemu murid Ki Narto, yaitu Ki Manteb yang dianggap memiliki beberapa kemiripan dengan gurunya itu. Ki Manteb pun diundang untuk mendalang dalam acara khitanan putra Soedharko.
Sejak saat itulah hubungan Sudarko dengan Ki Manteb semakin akrab. Sudarko pun bertindak sebagai promotor pagelaran rutin Banjaran Bima di Jakarta yang dipentaskan oleh Ki Manteb.
Pagelaran tersebut diselenggarakan setiap bulan sebanyak 12 episode sejak kelahiran sampai kematian Bima, tokoh Pandawa.
Ki Manteb mengaku, Banjaran Bima merupakan tonggak bersejarah dalam hidupnya. Sejak itu namanya semakin terkenal. Bahkan, pada tahun '90-an, tingkat popularitasnya telah melebihi Ki Anom Suroto, yang juga menjadi kakak angkatnya.
Pada 1996, Ki Manteb juga dikenal lewat wajahnya yang selalu wira-wiri saat membintangi iklan obat sakit kepala yang legendaris.
4. Mendapat rekor MURI.
foto: Instagram/@wayangku.official
Pada tanggal 45 September 2004, Ki Manteb membuat rekor dengan mendalang 24 jam tanpa henti dengan lakon Baratayudha. Pertunjukannya ini bertempat di RRI Semarang, Jalan A Yani 144146 Semarang.
Berkat pementasannya ini, ia mendapatkan rekor MURI pentas wayang kulit terlama. Dan hebatnya, meskipun telah mendalang selama 24 jam itu, dokter yang memeriksa kesehatan Ki Manteb setelah pentas menyatakan bahwa kondisi Ki Manteb sangat prima.
5. Sederet prestasi.
foto: Instagram/@gamelankiaikanjeng
Semasa hidupnya, Ki Manteb telah menorehkan berbagai prestasi membanggakan. Pada tahun 1982, ia menjadi juara Pakeliran Padat se-Surakarta. Prestasi tersebut membuat namanya mulai menanjak.
Tahun 1995 Ki Manteb mendapat penghargaan dari Presiden Soeharto berupa Satya Lencana Kebudayaan. Lalu pada awal 1998 Ki Manteb menggelar pertunjukkan kolosal di Museum Keprajuritan Taman Mini Indonesia Indah, dengan lakon Rama Tambak. Pagelaran yang sukses ini mendapat dukungan dari pakar wayang STSI.
Tahun 2010 ia meraih penghargaan Nikkei Asia Prize Award 2010 dalam bidang kebudayaan karena kontribusinya yang signifikan bagi kelestarian dan kemajuan kebudayaan Indonesia terutama wayang kulit.
6. Pengakuan keluarga.
foto: Instagram/@tatitpaksi
Dilansir dari Liputan6.com, Sekretaris Paguyuban Dalang Surakarta (Padasuka), Sugeng Nugroho mengatakan, kabar meninggalnya Ki Manteb itu diterima pada Jumat pagi sekitar pukul 09.45 WIB. Informasi meninggalnya 'dalang oye' tersebut disampaikan oleh pihak keluarga Ki Manteb.
"Saya mendapatkan informasi itu dari istri Ki Manteb, Bu Manteb melalui WA. Kemudian saya tanggapi, 'Iki bener ora mbak?'. Karena nggak segera dijawab, langsung saya telepon. Keluarga sudah pada menagis," katanya.
Dirinya lantas langsung menelepon salah satu putra Ki Manteb Soedharsono. Menurut keterangan dari sang putra, Ki Manteb meninggal di rumahnya, daerah Karangpandang, Karanganyar.
"Meninggal di rumah Karangpandan," katanya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, pemulasaran jenazah Ki Manteb Soedharsono dilakukan dengan protokol Covid-19.
"Menurut putranya positif Covid-19," ujarnya.