Brilio.net - Tiko Aryawahardana suami BCL tengah ramai jadi sorotan usai dilaporkan atas kasus penggelapan oleh mantan istrinya Arina Winarto (AW) ke Polres Metro Jakarta Selatan. Dalam laporannya, disebutkan bahwa Tiko telah menggelapkan dana sejumlah Rp6,9 miliar. Pihak kepolisian mengatakan bahwa kasusnya telah memasuki tahap penyidikan.
Setelah beredar banyak berita terkait pelaporannya, akhirnya kubu suami Bunga Citra Lestari (BCL) angkat bicara. Lewat kuasa hukumnya, Irfan Aghasar, ia mengulas terkait kasus yang sudah dua tahun lalu dilaporkan sampai akhirnya masuk ke tahap penyidikan.
BACA JUGA :
Huniannya ala American Style ada salon pribadi, 11 potret ruang keluarga BCL ini viewnya kolam renang
Irfan menuturkan kasus yang melibatkan kliennya itu baru dibombardir saat ini, karena Tiko telah menjadi publik figur setelah menikahi BCL. Selanjutnya pihak mantan istri Tiko sengaja agar kasus ini diketahui banyak orang.
foto: Instagram/@tikoaryawahardana
BACA JUGA :
Laporkan suami BCL atas dugaan penggelapan, 6 fakta Arina Winarto yang punya karier mentereng di bank
"Jangan upaya-upaya ini dibombardir, kalau bukan hari ini publik figur boleh enggak berita ini, kan enggak juga. Siapa sih mas Tiko kalau bukan istri publik figur apakah mau? Kenapa enggak dibombastis di tahun 2022," ujar Irfan saat jumpa pers, dikutip brilio.net dari merdeka.com pada Rabu (5/6).
Akibat status publik figur tersebut, Irfan menduga ini bentuk strategi untuk mendompleng agar kasus segera diproses. Karena itu, ia berharap penyelesaianya dilakukan gelar perkara secara terbuka.
"Akan kita ambil untuk meminta gelar perkara terbuka, dan rekan-rekan juga tahu bagaimana gelar perkara terbuka dan ekspose terbuka seperti yang dilakukan di Polda maupun Bareskrim," ucapnya.
"Yang sifatnya ini Polres Metro, maka kami minta digelar di Polda Metro. Karena ini wilayah kan ada di Polda Metro," tambah Irfan.
Bukan tanpa alasan, Irfan meminta agar kasus digelar terbuka agar segala kejanggalan dalam laporan bisa diluruskan. Apalagi pihaknya menemukan perbedaan hasil audit dengan dugaan penggelapan dana Rp6,9 M. Menurut Irfan angka yang dilaporkan oleh AW tidak sesuai dengan verifikasi kepolisian.
foto: Instagram/@tikoaryawahardana
"Dari sisi laporan dugaan adanya penggelapan atau penipuan yang dikatakan oleh pelapor Rp6,9 miliar verifikasi dari polisi menyatakan tidak sampai segitu. Jadi angkanya saja ini confuse antara pelaporan dengan sisi polisi," ucapnya.
Selain itu, Irfan juga menyinggung soal sejarah pendirian perusahaan PT Arjuna Advaya Sanjaya (ASS) yang bergerak dibidang makanan dan minuman. Katanya, bisnis tersebut dibangun atas kesepakatan bersama yang waktu itu mereka merupakan pasangan suami-istri.
Dalam klausul yang disepakati, masing-masing telah mendapat bagian surat hak milik (Saham). Disebutkan bahwa pembagian saham 35% dikuasai AW, 20 Persen dikuasai oleh Tiko dan sisanya dimiliki oleh ayah AW. Menurut Irfan di sini terdapat sebuah kejanggalan ketika klaim dari AW yang secara sadar seharusnya memahami investasi bisnis perusahaan bisa saja mengalami kerugian.
"Kalau yang bersangkutan (AW) menjabat sebagai komisaris kalau terjadi permasalahan terhadap perusahaan sebagai komisaris nih. Saya harus menanyakan kepada direksi yaitu Tiko walaupun itu suaminya pada saat itu, bagaimana perusahaan, lancar atau tidak rugi atau tidak," imbuhnya.
"Jangan hanya mau untung tidak mau rugi nih. Kalau dia menjalankan posisinya dalam motivasi laporan di Polres sebagai komisaris, saya tanya anda sebagai komisaris sudah menjalankan fungsi sebagai komisaris atau tidak," tambah Irfan.
Irfan juga mengatakan bahwa AW sebagai komisaris tidak berperan untuk melakukan pengawasan. Terbukti ia hanya bersikap pasif selama berjalannya perusahaan itu. AW bahkan tidak pernah melakukan agenda Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Tidak pernah ada proses proses itu kalau motivasinya sebagai pemegang saham apakah pernah anda sebagai pemegang saham meminta pertanggungjawaban direksi dalam hal ini klien kita dalam rapat umum pemegang saham," ujarnya.
Karena hal tersebut, Irfan pun menginginkan agar kasus ini diteliti lebih lanjut. Sebab, persoalan internal yang terjadi di perusahaan itu seharusnya masuk ke dalam hukum perdata. Namun, Tiko justru diproses dalam ranah pidana.
"Kami minta juga rekan rekan media perkara ini jangan sampai mendzolimi ada persoalan yang seharusnya private perdata tapi dibawa ke ranah pidana," pungkasnya.