Brilio.net - Kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022 menjadi salah satu skandal besar di Indonesia. Harvey Moeis, menjadi salah satu tersangka dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp300 triliun. Perjalanan panjang kasus ini akhirnya mencapai babak akhir setelah proses hukum yang sangat panjang.
Pada Senin, 9 Desember 2024, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan tuntutan berat terhadap Harvey Moeis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam sidang tersebut, Harvey didakwa atas tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang menyebabkan kerugian negara sangat besar. Jaksa menuntut Harvey dengan hukuman 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar, serta kewajiban mengganti kerugian negara sebesar Rp210 miliar.
BACA JUGA :
Harvey Moeis divonis 6,5 tahun, lebih ringan dari tuntutan, ini yang jadi pertimbangan hakim
Namun, vonis yang dijatuhkan hakim pada Senin, 23 Desember 2024, ternyata lebih ringan dari tuntutan jaksa. Harvey dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dengan pertimbangan perilaku sopan selama persidangan.
"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun, dan pidana denda sejumlah Rp1 Miliar subsider 6 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di ruang sidang.
Berikut perjalanan kasus korupsi Harvey Moeis yang dihimpun brilio.net dari berbagai sumber, Senin (23/12).
BACA JUGA :
Harvey Moeis bacakan pleidoi, sebut hak anak untuk punya ayah dirampas
1. Awal mula korupsi di PT Timah Tbk
Kasus ini bermula dari aktivitas ilegal yang diketahui tiga direksi PT Timah Tbk, yakni Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (Direktur Utama 20162021), Emil Ermindra (Direktur Keuangan 20172018), dan Alwin Akbar (Direktur Operasional 20172021). Mereka menyadari hasil bijih timah perusahaan lebih sedikit dibandingkan perusahaan swasta karena banyaknya penambang liar di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk di Bangka Belitung.
Alih-alih menghentikan penambangan ilegal, para direksi ini justru bekerja sama dengan para pelaku. Mereka membeli hasil tambang ilegal dengan harga lebih tinggi dari standar perusahaan, dan menutupi praktik ini melalui perjanjian palsu, seolah-olah terkait sewa-menyewa peralatan pengolahan timah.
2. Pengusutan kasus dimulai oleh Kejaksaan Agung
Pada 2023, Kejaksaan Agung memulai penyelidikan terhadap dugaan korupsi dalam tata niaga timah di PT Timah Tbk. Tim penyidik melakukan serangkaian penggeledahan di Bangka Belitung dan menemukan barang bukti berupa dokumen penting, barang elektronik, dan aset fisik.
Barang bukti yang ditemukan antara lain 65 keping emas batangan seberat 1.062 gram, uang tunai Rp76 miliar, serta mata uang asing senilai Rp28,7 miliar. Bukti-bukti ini memperkuat dugaan bahwa praktik korupsi telah berlangsung selama bertahun-tahun.
3. Bertambahnya daftar tersangka
Pada Januari 2024, Toni Tamsil menjadi tersangka pertama atas dugaan obstruction of justice karena mencoba menghalangi penyelidikan dengan menyembunyikan dokumen penting dan barang bukti elektronik. Dalam waktu singkat, jumlah tersangka terus bertambah.
Hingga awal Maret 2024, sebanyak 14 orang telah ditangkap, termasuk tiga mantan direksi PT Timah Tbk. Total tersangka akhirnya mencapai 22 orang, melibatkan manajemen PT Timah Tbk, pejabat pemerintahan, dan pengusaha swasta.
4. Penangkapan Harvey Moeis dan Helena Lim
Pada Maret 2024, Harvey Moeis, perwakilan PT Refined Bangka Tim (RBT), ditangkap setelah terbukti menjadi salah satu aktor utama dalam kasus ini. Dia bekerja sama dengan Helena Lim, manajer PT QSE, yang juga dikenal sebagai crazy rich Pantai Indah Kapuk.
Harvey dan Helena menggunakan keuntungan dari tambang ilegal, menyamarkannya melalui pembayaran Corporate Social Responsibility (CSR) palsu. Modus ini melibatkan sejumlah smelter seperti PT SIP, CV VIP, dan PT TIN. Keuntungan yang diperoleh kemudian dibagi kepada beberapa pihak, termasuk Harvey dan Helena.
5. Kerugian negara yang fantastis
Kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp300 triliun. Angka ini mencakup kerugian tata niaga senilai Rp2,265 triliun, pembayaran bijih timah Rp26,649 triliun, dan kerusakan lingkungan Rp271,1 triliun.
Kerusakan lingkungan mencakup lahan seluas 170.363 hektare, baik di kawasan hutan maupun nonkawasan hutan Bangka Belitung. Ahli lingkungan dari IPB, Bambang Hero Saharjo, merinci bahwa kerugian mencakup kerugian ekologi Rp157,83 triliun, kerugian ekonomi Rp60,27 miliar, dan biaya pemulihan lingkungan Rp5,26 miliar.
6. Harta kekayaan Harvey Moeis Disita
Hasil dari korupsi digunakan Harvey untuk membiayai gaya hidup mewah. Dia membeli Rolls-Royce senilai Rp15 miliar untuk istrinya, Sandra Dewi, serta mobil Mini Cooper dan Lexus RX300.
Selain itu, aset Harvey termasuk properti dan barang berharga lainnya juga tengah ditelusuri. Mobil-mobil tersebut kini telah disita Kejaksaan sebagai bagian dari proses hukum untuk memulihkan kerugian negara.
7. Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa
Pada 23 Desember 2024, Harvey Moeis dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar, dan penggantian kerugian negara Rp210 miliar.
Harvey juga diwajibkan mengganti kerugian negara, dan jika tidak mampu, harta miliknya akan disita atau diganti dengan hukuman tambahan. Pertimbangan hakim yang meringankan adalah sikap sopan Harvey selama persidangan.