Brilio.net - Tindakan Gus Miftah yang menghina penjual es teh di tengah kajian telah memantik kemarahan masyarakat. Video viral yang beredar di media sosial memperlihatkan sosok Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan tersebut menyindir pedagang minuman dengan kata-kata yang dianggap kasar dan tidak bermartabat.
Perbuatannya yang merendahkan pedagang kecil ini pun memicu gelombang protes di kalangan masyarakat. Masyarakat dengan tegas menolak perilaku yang dianggap merendahkan martabat sesama manusia tersebut.
BACA JUGA :
Rumahnya jadi satu dengan pondok pesantren, intip 7 penampakan hunian Gus Miftah
Salah satu aksi nyata penolakan datang dari seorang sopir truk yang memutuskan untuk mengambil tindakan simbolis. Pria berkaus kuning ini terlihat mengupas stiker bergambar Gus Miftah yang terpasang di bak truknya.
Hal tersebut terekam dalam akun TikTok @norasetiawan0. Saat melakukan aksinya sang sopir menyertakan kalimat umpatan yang menggambarkan kekesalannya.
BACA JUGA :
Dilantik jadi Utusan Khusus Presiden, kewajiban ini tenyata belum dipenuhi Gus Miftah sebagai pejabat
foto: TikTok/@norasetiawan0
"Sobek pas mukanya, sobek," terdengar suara temannya yang merekam momen tersebut.
"Aku suka gayamu, tapi aku enggak suka bicaramu," ujar sang supir.
"Betul, betul, betul. Adab lebih tinggi daripada ilmu," jawab temannya tersebut.
Hal yang sama juga dilakukan oleh supir truk lainnya. Terlanjur sakit hati dengan perkataan Gus Miftah, pria berbaju hitam itu juga langsung merobek gambar sang pendakwah berwarna hitam putih yang ada di bak truknya.
foto: TikTok/@wantoshelazaki
Aksi sopir truk tersebut mendapatkan dukungan luas dari netizen. Banyak warganet yang memberikan apresiasi atas tindakan tersebut.
"Lanjutkan... Boikot manusia yg merendahkan martabat orang lemah," @ardha_crb.
"naa seneng aku model ngneki ,do sadar ngneki hhaa," @ygaardptr.
"Respect buat pak sopir," @trianto_fantbelt.
"Terima kasih bapak2 sudah mewakili hati kami," @juialimah.
Insiden ini memperlihatkan bahwa martabat dan rasa hormat terhadap sesama, terutama kepada mereka yang bekerja keras dalam kehidupan sehari-hari, jauh lebih penting daripada sekadar ilmu atau kedudukan. Masyarakat secara kolektif menolak sikap merendahkan, betapa pun tingginya status seseorang.