Brilio.net - Menyandang gelar Putri Indonesia membuat Farhana Nariswari mengemban tanggung jawab besar sebagai perempuan inspiratif. Di kontes kecantikan bergengsi yang dilaksanakan pada Mei 2023 silam, dokter muda ini berhasil menyisihkan 44 finalis di Malam Grand Final Putri Indonesia.
Keberhasilan perempuan yang kerap disapa Farhana ini tentu tak lepas dari penampilannya yang memukau dan respons briliannya saat menjawab berbagai pertanyaan dewan juri, khususnya yang menyangkut isu kesehatan.
BACA JUGA :
Tunjukkan kepedulian pada lingkungan, 9 momen Cinta Laura tak jijik bersihkan sampah di Kali Ciliwung
Sejak mengikuti kontes kecantikan di Putri Indonesia Jawa Barat, Farhana memang telah fokus pada advokasi untuk edukasi kesehatan reproduksi untuk anak-anak di Jawa Barat. Advokasi tersebut lantas diteruskan ketika perempuan lulusan Universitas Padjajaran ini memenangkan gelar Putri Indonesia 2023 silam.
Usut punya usut, sepanjang perjalanan sebelum dan setelah menjadi Putri Indonesia 2023, Farhana sangat aktif menyuarakan isu-isu kesehatan di Indonesia. Perempuan 28 tahun ini bahkan kerap menjadi delegasi di sejumlah konferensi kesehatan Internasional, seperti International Federation of Medical Students Association in the United Nations Commission on Population and Development di New York atau the Neurology Department of La Sapienza University of Rome di Itali.
BACA JUGA :
Cerita Musimin bertahan di lereng Merapi demi lestarikan anggrek hutan meski kerap terancam erupsi
foto: brilio.net/Dokumentasi Pribadi
Namun aktivitas Farhana tak berkutat di satu bidang saja. Dia mengaku bahwa isu kesehatan juga saling berkaitan dengan hal-hal lain, seperti isu lingkungan.
Bukan tanpa sebab, isu kesehatan seperti stunting memang sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan di suatu daerah. Di sisi lain, lingkungan berperan penting dalam menghasilkan makanan sehat yang dikonsumsi oleh penduduk sekitarnya.
"Karena aku aktif di isu stunting juga sering mengedukasi masyarakat tentang makanan yang sehat dan juga berkelanjutan gitu ya. Kayak kita kan makan dan mendapatkan sumber gizi tentunya dari hasil tanah bumi kita sendiri gitu. Dari ikan-ikan di laut, dari sayur-sayuran yang menjadi sokongan nutrisi buat anak-anak kita gitu," ujar Farhana saat ditemui Brilio.net dalam acara Sea Savior bersama Purlosophy di Pantai Pelangi, Yogyakarta, kemarin.
foto: brilio.net/Dokumentasi Pribadi
Selain aktif mengedukasi tentang stunting ke masyarakat, Farhana juga mengaku sering terlibat dalam berbagai macam aktivitas pelestarian lingkungan, khususnya saat menjabat sebagai Putri Indonesia. Farhana menjelaskan bahwa dia turut aktif dalam penanaman pohon mangrove di Jakarta serta berkunjung ke konservasi penyu di Banyuwangi. Nggak cuma itu, dalam acara Sea Savior bersama Purlosophy dan Aksi Konservasi Yogyakarta, perempuan asal Bandung ini juga turut serta dalam kegiatan bersih pantai dan release tukik (anak penyu) di Pantai Pelangi Yogyakarta.
Kepedulian terhadap lingkungan yang muncul sejak dini
Usut punya usut, kepedulian Farhana terkait urgensi isu lingkungan sudah tumbuh sejak kecil. Dia mengaku miris melihat tempat tinggalnya yang kerap menghadapi masalah sampah yang cukup parah. Terlebih di Bandung, terdapat sungai Citarum yang sempat dinobatkan sebagai sungai terkotor di dunia.
"Ini tuh miris. Makanya kita sebagai penduduk asalnya dari Bandung kan kalau masalah sungai Citarum pun itu menjadi the dirtiest river in the world (sungai terkotor di dunia). Kayak tidak bangga gitu kalau melihat laut, melihat sungai, apa nggak bisa kayak di Swiss gitu ya?" papar Farhana.
foto: brilio.net/Dokumentasi Pribadi
Kondisi tersebut kemudian menyadarkan Farhana tentang pentingnya mengelola sampah, salah satunya adalah sampah skincare yang dihasilkan. Sejak remaja, dia mengaku tertarik dengan makeup dan skincare. Namun ternyata dampak sampah yang dihasilkan dari produk ini tidak main-main.
"Terus aku merasa dari remaja, aku kan senang make up ya, senang skincare seperti ciwi-ciwi pada umumnya. Dan ternyata skincare dan make up itu salah satu penyumbang sampah terbanyak," jelasnya.
Untuk mengurangi hal tersebut, Farhana mencoba menggunakan makeup dan skincare yang hingga benar-benar habis. Pasalnya, Duta Kementerian Pemuda dan Olahraga Indonesia ini memang senang mencoba berbagai macam produk make up dan skincare.
Oleh sebab itu, dia pun berusaha menghabiskannya sampai benar-benar tidak ada produk yang tersisa. Selain untuk mencegah pemborosan, hal ini juga menjadi langkah penting yang dilakukan Farhana untuk meminimalisir sampah.
foto: brilio.net/Dokumentasi Pribadi
Upaya Farhana tersebut tampaknya sejalan dengan agenda Sea Savior yang diadakan Purlosophy di Pantai Pelangi, Bantul, Yogyakarta. Sea Savior sendiri menjadi program yang dilakukan Purlosophy dalam menekan produksi sampah skincare yang banyak mencemari lingkungan, khususnya laut. Luthfi Fauzan selaku CEO Purlosophy menekankan untuk selalu mendaur ulang sampah skincare yang digunakan.
"Berawal dari keresahanku tahun lalu ke kepulauan Seribu dan aku makin jauh dari hingar bingar kota itu makin bersih tapi mendekati kota Jakarta, pas balik dari kepulauan Seribu aku ngeliat laut kok banyak sampah plastik, sampah rumah tangga, sampah skincare. Dan mungkin itu ya yang menjadikan aku tergerak karena di sini aku mempunyai (brand) skincare dan aku ingin skincare ku memberikan yang terbaik untuk lingkungan," kata Luthfi Fauzan.
Cara Farhana mengurangi sampah dari makanan untuk menghindari food waste
Namun upaya Farhana dalam meminimalisir sampah tak selesai di situ. Wanita 28 tahun ini juga melakukan upaya lain, seperti memperhatikan makanan yang dikonsumsi. Sebagai seorang dokter, Farhana selalu melakukan edukasi ke masyarakat terkait nutrisi pada makanan untuk mencegah stunting.
Menurutnya, kepedulian tentang nutrisi pada makanan juga harus dibarengi dengan kesadaran terhadap makanan itu sendiri, termasuk menghabiskan isi piring hingga tuntas. Usut punya usut, hal ini menjadi salah satu ajaran di keluarga Farhana sejak dini.
"Kalau aku sih dari kecil emang diajarin sama keluarga buat selalu menghabiskan makanan," pungkasnya.
foto: Instagram/@farhananiswari
Di sisi lain, hobinya dalam memasak semakin meningkatkan kesadarannya terhadap food waste atau sampah makanan. Dia cenderung membuat masakan dari bahan makanan yang sedang musim, misalnya buah atau sayur. Alih-alih mencari makanan yang sulit ditemukan, Farhana mengaku lebih sering memanfaatkan bahan-bahan alam yang ada.
"Jadi aku belajar kalau baiknya kita itu mengonsumsi makanan yang sedang musim, gitu kan. Kayak daripada cari buah-buahan yang lagi nggak ada, kayak harus mengonsumsi yang ada, gitu," papar Farhana.
Memang pada dasarnya, mengonsumsi makanan sesuai musim bisa memberikan dampak positif pada lingkungan dan meminimalisir food waste. Pasalnya makanan tersebut lebih segar dan memiliki kualitas yang lebih baik, sehingga kecil kemungkinannya untuk terbuang.
Selain itu, ketersediaan yang melimpah selama musim panen juga biasanya mendorong penggunaan yang lebih optimal. Selain itu, mengonsumsi makanan sesuai musim biasanya lebih segar dan tidak membutuhkan pengawet untuk penyimpanan yang lama, sehingga nilai gizinya jadi lebih tinggi.