Brilio.net - Presiden Joko Widodo akhirnya menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu dan musik. Beleid yang diteken pada Selasa (30/4) lalu itu diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para pencipta dan pemegang hak cipta lagu.
"Menimbang: Musik dibutuhkan pengaturan mengenai pengelolaan royalti Hak Cipta Lagu dan/atau musik," bunyi peraturan tersebut.
BACA JUGA :
Apakah musisi manggung pakai lagu orang kena royalti hak cipta?
Bersamaan dengan itu, kini para pelaku usaha pun wajib membayar royalti jika mereka memutar lagu dalam pengoperasian usahanya. Merujuk pada pasal 3 ayat dua, setidaknya terdapat 14 sektor usaha yang diwajibkan membayar royalti atas musik tersebut.
Dihimpun brilio.net dari berbagai sumber, berikut sejumlah fakta tentang PP royalti hak cipta lagu, Rabu (7/4). Yuk, simak selengkapnya!
1. Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum.
BACA JUGA :
4 Fakta larangan kantong plastik di Jakarta, berlaku Juli
foto: pexels.com
Peraturan Pemerintah ini bertujuan memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait terhadap hal ekonomi atas lagu dan/atau musik, serta setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dibutuhkan pengaturan mengenai pengelolaan royalti hak cipta lagu dan/atau musik. Pernyataan tersebut tertuang dalam bagian pertimbangan PP Nomor 56 Tahun 2021.
2. Penggunaan lagu untuk tujuan komersil harus membayar royalti kepada pencipta.
foto: pexels.com
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa setiap orang dapat menggunakan lagu, musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial harus membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terkait.
"Setiap orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN," bunyi pasal 3.
3. Pembayaran dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKM).
foto: pexels.com
Masih pada pasal yang sama, adapun pembayaran tersebut dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKM). Badan hukum yang bersifat nirlaba ini bertugas melakukan koordinasi dan mengawasi pengumpulan royalti. Keberadaannya diharapkan dapat membuat hak-hak pencipta, terutama hak-hak ekonomi, bisa diperoleh dengan layak.
4. Bentuk layanan publik yang bersifat komersial.
foto: pexels.com
Sementara itu, adapun layanan publik bersifat komersial yang dimaksud adalah seminar dan konferensi komersial; restoran termasuk kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek; konser musik; pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut; pameran dan bazar; bioskop; nada tunggu telepon; pertokoan. Tak hanya itu, bank dan kantor; pusat rekreasi; lembaga penyiaran televisi; lembaga penyiaran radio; hotel termasuk kamar hotel dan fasilitas hotel; dan usaha karaoke juga diwajibkan membayar royalti apabila memutar lagu.