Brilio.net - Menjadi mahasiswa identik dengan label telah berusia dewasa, ya kira-kira berusia 18 tahun. Estimasi usia tersebut dihitung dari lama pendidikan pada umumnya di Indonesia yakni enam tahun Sekolah Dasar (SD), tiga tahun Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan tiga tahun Sekolah Menengah Atas (SMA). Selain itu anak masuk sekolah dasar normalnya ketika berusia tujuh tahun.
Namun, baru-baru ini ada remajaberusia 15 tahun bisa menjadi mahasiswa, Bagaimana bisa ya?
BACA JUGA :
Kenapa artis mudah sekali terjerat narkoba?
foto : merdeka.com
Salah satunya adalah di Universitas Gadjah Mada (UGM). Dalam penerimaan mahasiswa baru tahun 2017 ini, UGM menerima mahasiswa belia. Nida Aqidatus, mahasiswi yang diterima di sekolah vokasi UGM dengan jurusan D3 rekam medis ini baru berusia 15 tahun. Mahasiswi ini sebelumnya mengikuti kelas akselerasi sejak SD. Total pendidikan formalnya (SD - SMA) praktis hanya sembilan tahun.
BACA JUGA :
Kenapa anak milenial cenderung hindari menelepon & pilih tulis pesan?
Selain Nida, ada Musa Izzanardi Wijanarko yang diterima di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan usia setahun lebih muda, yakni 14 tahun. Ia diterima di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA). Bebeda dengan Nida, Musa berhasil menjadi mahasiswa muda tanpa menempuh pendidikan formal sama, yakni dengan cara kejar paket.
Dari dua contoh kasus di atas, tampak jelas bahwa ada dua faktor yang membuat mereka menjadi mahasiswa di usia muda. Faktor pertama ialah kenyataan sahnya proses pendidikan akselerasi di Indonesia. Faktor kedua adalah tidak adanya syarat menempuh pendidikan formal dalam ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN).
Pendidikan program akselerasi memang dibolehkan di indoensia. Hal tersebut tertulis dalam Undang-undang Sistem Pendidikan nomor 20 tahun 2003, bab IV pasal 5 ayat 4.
Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
Maksud program ini memberi pelayanan pendidikan sesuai potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang dimiliki oleh siswa dengan memberi kesempatan kepada mereka untuk dapat menyelesaikan program reguler dalam jangka waktu yang lebih singkat dibanding teman-temannya. Adanya program ini bukan tanpa alasan. Anak yang memilik kecerdasan istimewa memiliki kebutuhan khusus seperti yang telah disediakan kelas akselerasi. Dalam proses belajar, mereka sedikit berbeda dengan teman yang memiliki kecerdasan rat-rata.
Siti Nurbayani mengutip Dave Meier (2002) menulis di Jurnal Program Percepatan Kelas (Akselerasi) Bagi Siswa Yang Memiliki Kecerdasan Unggul. Menurut dia ada pokok-pokok pendidikan dalam kelas akselerasi yang kira-kira dialami dan dibutuhkan penempuh program ini. Yang pertama, anak-anak kelas akselerasi memiliki keterlibatan total dalam proses belajar. Kedua, dalam belajar mereka tidak mengumpulkan pengetahuan namun menciptakan pengetahuan secara aktif. Ketiga, kerja sama sesama teman dengan kecerdasan istimewa sangat membantu proses belajar. Keempat, proses belajar mereka akan lebih berhasil jika dilakukan berpusat pada aktvitas daripada presentasi. Nah, belajar yang berpusat pada aktivitas inilah yang memungkinkan rancangan program belajar dapat dilaksanakan lebih cepat dibanding proses belajar normal pada umumnya.
Faktor lain yang menyebabkan anak bisa menjadi mahasiswa ialah karena tidak ada aturan dalam SBMPTN yang melarang anak mengikuti ujian. Laman resmi sbmptn.ac.id menuliskan syarat mengikuti ujian SBMPTN yakni bagi lulusan SMA/SMK/MA atau sederajat dan Paket C tahun 2015 dan 2016 harus memiliki ijazah. Fasilitas kejar paket memudahkan seseorang mendapatkan ijazah tanpa menempuh pendidikan formal.
Untuk kasus Musa, sedikit berbeda dengan Nida. Ia harus belajar sendiri. Tidak ada aturan bagaimana ia harus belajar karena semua terserah dirinya. Asal dia sanggup menerima materi ujian, maka ia bisa saja lulus.
Memang semua ini kembali pada kenyataan bahwa setiap orang memilik kecerdasan yang berbeda. Dalam menempuh jalan menjadi mahasiswa muda, mereka yang cerdas juga memiliki pilihan cara sesuai peraturan pendidikan di Indonesia. Bisa dengan pendidikan formal, melalui program akselerasi dan juga tanpa pendiikian formal dengan kemudahan syarat SBMPTN di Indonesia. Jika aturan pendidikan di Indonesia nantinya berubah, maka kemungkinan atau kesempatan menjadi mahasiswa muda juga bisa berubah tergantung peraturan.
Nah, mau jadi mahahsiswa muda juga gak? Semua serba mungkin. Apalagi sistem pendidikan di Indonesia memberi ruang untuk persaingan tanpa melihat usia.