Brilio.net - Korban bencana gempa bumi di beberapa kawasan Sulawesi Barat (Sulbar) hingga kini masih membutuhkan kepedulian relawan. Mereka sangat membutuhkan akomodasi, sembako dan obat-obatan. Selain itu, mereka membutuhkan tenaga relawan untuk membantu proses pembangunan sarana dan prasarana seperti toilet umum dan lainnya. Ironisnya, jumlah relawan saat ini semakin berkurang.
Kita datang ke posko melakukan pengobatan sekaligus penyaluran bantuan sembako, termasuk untuk warga yang kekurangan air bersih. Karena itu kita berencana akan melakukan bakti sosial selama tiga bulan. Tapi jumlah relawan semakin berkurang, ujar Dr Nurcahyo, rekanan tim DrW Skincare yang turut menjadi relawan dalam keterangannya, Selasa (16/2/2021).
BACA JUGA :
6 Fakta bansos BLT ibu hamil dan balita, dilakukan dalam empat tahap
Tim DrW skincare sudah lebih dari 12 hari berada di lokasi. Rencananya, mereka akan membangun toilet di beberapa posko termasuk menyerahkan bantuan berupa sembako. Sejak awal kedatangan, mereka langsung membantu dalam penyediaan air bersih. Sebelum membangun toilet, kami bangun dulu penyediaan air bersih, lanjut Nurcahyo.
Penuturan Nurcahyo, saat ini di lokasi bencana telah berdiri ribuan pos pengungsian. Rata-rata tiap pos pengungsian sudah ada NGO lain yang juga membangun toilet umum. Selain membangun toilet, para relawan termasuk tim DrW Skincare juga memperbaiki toilet yang mengalami kerusakan akibat gempa.
BACA JUGA :
Peduli korban bencana, Indosat Ooredoo terjunkan mobil klinik
Kendalanya pada penyediaan sumber air. Toilet yang sudah ada biasanya tidak ada airnya. Karena itu, kami fokus pada penyediaan air. Saat ini kami baru selesai kirim pipa paralon untuk 800 meter dari sumber air daerah relokasi Tamberimbi, jelas Nurcahyo.
Tim DrW Skincare bersama tim medis Hilal Ahmar Yogyakarta yang diketuai Nurcahyo sengaja menyasar daerah yang masih belum banyak diekspos media, yakni Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene. Untuk sampai ke lokasi dari pusat kota, membutuhkan waktu tempuh selama 2,5 jam.
Menurut pengamatan mereka, hampir di semua titik Kecamatan Malunda yang berjarak sekitar 102 Kilometer dari Banggae, pusat kota Majene ini mengalami kerusakan yang cukup parah. Salah satu lokasi sasaran yakni Desa Tamberimbi, hanya dapat dijangkau dengan berjalan kaki.
Masuk ke lokasi jalan kaki. Pakai kendaraan offroad terakhir masuk ke dalam hutan kira-kira dua jam perjalanan. Nanti ada desa yang namanya Desa Tamberimbi, hanya itu yang bisa dijangkau offroad, sisanya hanya bisa dijangkau pakai helikopter atau jalan kaki, imbuhnya.
Warga desa setempat mengungsi di samping rumah-rumah mereka dan membuat tenda sendiri. Tak semua warga bisa dievakuasi ke luar wilayah mereka karena keterbatasan akses. Sekadar informasi, Desa Tamberimbi merupakan titik yang paling dekat dengan episentrum gempa 5,9 dan 6,2 magnitudo yang terjadi pada 14-15 Januari 2021 lalu.
Wajar jika desa yang terletak di lereng gunung di Desa Kabiraan, Kecamatan Ulumanda, Kabupaten Majene ini menjadi lokasi yang cukup parah terdampak gempa. Satu dari 13 kampung tua di Kecamatan Ulumanda ini memiliki tiga sumber mata air yang semuanya mengalir ke sungai Malunda. Warga setempat membutuhkan tenaga relawan untuk membangun dan memperbaiki sarana dan prasarana yang hancur karena gempa.