Brilio.net - Natalius Pigai, Menteri Hak Asasi Manusia (Menteri HAM) Kabinet Merah Putih, berhasil menarik perhatian publik dengan sejumlah pernyataan dan program kontroversialnya. Baru sepuluh hari menjabat, Pigai sudah memicu perdebatan dengan usul kenaikan anggaran fantastis bagi kementeriannya. Berbagai rencana ambisiusnya menimbulkan sorotan tajam dan pertanyaan mengenai efektivitas dan arah kebijakan yang akan diambil kementerian yang ia pimpin.
Pigai mengungkapkan beberapa program besar dalam beberapa pertemuan resmi, termasuk di antaranya alokasi dana besar untuk setiap desa di Indonesia demi meningkatkan kepedulian terhadap HAM. Namun, gagasan ini menuai kritikan tajam, terutama dari beberapa anggota DPR yang menganggap langkah itu berpotensi menambah persoalan korupsi di daerah.
BACA JUGA :
Gaya Yusril Ihza Mahendra berangkat 'Ospek' di Akmil Magelang, tentengan tasnya mewah bikin salfok
Pigai memang terkenal vokal dalam menyampaikan ide-idenya, tetapi sejumlah kebijakan kontroversial yang ia tawarkan kini mengundang tanda tanya publik. Berikut ini brilio.net himpun dari berbagai sumber, Jumat (1/11) enam kontroversi yang mencuat sejak Pigai menjabat sebagai Menteri HAM.
1. Minta anggaran Rp20 triliun di hari pertama menjabat.
foto: Instagram/@natalius_pigai
BACA JUGA :
7 Potret menu makan Menteri saat diospek Prabowo di Akmil, serba khas nusantara
Sejak hari pertama sebagai Menteri HAM, Natalius Pigai langsung meminta penambahan anggaran kementerian hingga Rp20 triliun. Ia beralasan bahwa dana sebesar itu dibutuhkan untuk mendukung pembangunan hak asasi manusia di Indonesia, baik secara fisik maupun nonfisik.
Permintaan anggaran tersebut disampaikan Pigai setelah berbicara dengan Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan. Menurut Pigai, anggaran yang besar diperlukan untuk memperkuat institusi HAM di tanah air, walaupun banyak yang mempertanyakan kejelasan alokasinya.
2. Program Rp100 juta per desa.
Pigai mencetuskan ide pemberian anggaran Rp100 juta untuk setiap desa di seluruh Indonesia guna mendukung program peduli HAM. Dalam rapat dengan Komisi XIII DPR, ia menjelaskan bahwa alokasi dana tersebut dapat mencapai Rp8,03 triliun.
Namun, Yasonna Laoly, anggota DPR dari Komisi XIII, merespons dengan skeptis. Laoly mengingatkan bahwa dana desa kerap kali menjadi sumber masalah, termasuk korupsi, sehingga ia meragukan efektivitas program tersebut. Menurutnya, perlu ada pengawasan ketat agar dana peduli HAM ini tidak bernasib serupa.
3. Rencana penambahan 2.544 pegawai baru.
Kementerian HAM saat ini memiliki 188 pegawai, dan Pigai merasa jumlah ini tidak mencukupi untuk menjalankan tugas kementeriannya. Ia mengajukan permintaan penambahan hingga 2.544 pegawai baru untuk melengkapi struktur organisasi.
Pigai menyampaikan bahwa penambahan staf ini akan membutuhkan anggaran tambahan yang cukup besar, mencapai Rp1,2 triliun. Pernyataan ini memicu pertanyaan dari publik mengenai efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran di kementeriannya, terutama mengingat kementerian tersebut masih tergolong baru.
4. Ambisi membangun Universitas HAM.
foto: Instagram/@natalius_pigai
Pigai juga merencanakan pembangunan Universitas HAM yang bertaraf internasional, lengkap dengan pusat studi, laboratorium HAM, dan bahkan rumah sakit HAM. Proyek ambisius ini ia klaim akan menjadikan Indonesia sebagai pusat kajian HAM dunia.
Pigai menyebut bahwa universitas ini akan dipimpin oleh putra Indonesia yang kompeten di bidang HAM dan akan menjadi ikon HAM global. Rencana ini, yang dinilai memerlukan dana besar hingga Rp20 triliun, menjadi topik hangat di tengah berbagai isu nasional yang lebih mendesak.
5. Menyebut latar belakang sebagai oposisi.
Dalam rapat kerja dengan Komisi XIII DPR, Pigai menyinggung latar belakangnya sebagai aktivis dan oposisi sebelum bergabung dalam pemerintahan. Ketika menyapa perwakilan PKS di DPR, ia menyatakan dirinya merasa sejalan dengan partai tersebut karena sama-sama berasal dari pihak oposisi.
Pigai menegaskan bahwa posisinya sebagai menteri bukan hadiah atas perannya di masa lalu, melainkan karena kompetensinya dalam isu HAM. Pernyataan ini menarik perhatian karena Pigai terkesan menekankan identitasnya sebagai mantan oposisi di tengah jabatannya sebagai bagian dari pemerintah.
6. Tidak punya program 100 hari kerja.
Pigai secara terang-terangan mengakui bahwa ia tidak memiliki program kerja 100 hari seperti kebanyakan pejabat baru lainnya. Ia menyatakan bahwa kementeriannya akan fokus pada rencana jangka panjang selama lima tahun ke depan.
Menurut Pigai, jika program kerja dibatasi dalam 100 hari, maka kementerian bisa kehilangan fokus setelahnya. Sikap ini memunculkan spekulasi publik mengenai kesiapan Pigai dalam menjalankan tugas-tugas awal kementerian dan langkah konkret yang akan ia lakukan dalam waktu dekat.