Brilio.net - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) melalui Abdul Muti resmi mengumumkan perubahan kebijakan terkait beban kerja guru. Mulai Januari 2025, guru hanya wajib mengajar 18 jam tatap muka per minggu. Ini berbeda dari aturan sebelumnya yang mewajibkan 24 jam tatap muka per minggu.
Perubahan kebijakan ini memperbolehkan konversi tugas tambahan menjadi jam kerja. Guru yang menjabat sebagai wakil kepala sekolah, kepala perpustakaan, atau pembimbing pendidikan inklusi dapat memenuhi sisa jam mengajarnya melalui tugas-tugas tersebut. Setiap tugas tambahan ini dihitung hingga 12 jam tatap muka.
BACA JUGA :
Guru madrasah bakal dapat Jamsostek tapi harus penuhi syarat ini, tak semua memperoleh jaminan
Selain itu, pelaporan kinerja guru juga disederhanakan. Jika sebelumnya harus dilakukan dua kali setahun melalui platform Pelaporan Mandiri di PMM, kini cukup satu kali setahun melalui Ruang GTK.
Pelaporannya cukup diverifikasi oleh kepala sekolah, lalu diunggah oleh kepala sekolah, ujar Abdul Muti dalam pernyataannya yang disiarkan melalui kanal YouTube KEMENDIKDASMEN, seperti dikutip brilio.net Selasa (10/12).
Guru tidak perlu lagi mengunggah laporan mereka sendiri. Cukup kepala sekolah yang memverifikasi dan mengunggah laporan tersebut, tambah Abdul Muti.
BACA JUGA :
Masih banyak guru madrasah belum dapat jaminan sosial, anggaran terbatas atau kurangnya prioritas?
Meski menjadi kabar baik bagi guru, kebijakan ini membawa tantangan baru bagi kepala sekolah. Tanggung jawab administratif yang sebelumnya dipegang guru kini dialihkan sepenuhnya ke kepala sekolah. Mereka harus memastikan semua laporan kinerja guru terverifikasi sebelum diunggah ke sistem.
foto: kemendikbud.go.id
Namun, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Nunuk Suryani, memberikan penjelasan yang sedikit berbeda. Menurut Nunuk, kepala sekolah tidak perlu mengunggah laporan secara langsung.
Kepala sekolah cukup memberi tanda atau tipsmark di akun guru yang bersangkutan sebagai bukti bahwa laporan sudah diverifikasi, jelas Nunuk.
Nunuk menambahkan, kepala sekolah bertugas memeriksa dokumen yang telah dibuat guru dan memastikan semuanya selesai sebelum memberi tanda verifikasi.
Kepala sekolah bertanggung jawab terhadap guru tersebut, apakah sudah membuat dokumen atau belum, tegas Nunuk.
Salah satu keuntungan dari kebijakan ini adalah frekuensi pelaporan yang dikurangi. Jika sebelumnya laporan dibuat setiap semester, kini cukup sekali dalam setahun. Hal ini diharapkan dapat mengurangi tekanan administratif bagi guru.
Namun, tanggung jawab tambahan bagi kepala sekolah dinilai bisa menjadi beban baru. Pengamat pendidikan menyarankan agar pemerintah memberikan dukungan teknologi untuk mempermudah proses ini. Tanpa dukungan tersebut, kepala sekolah berpotensi kewalahan dengan tumpukan pekerjaan administratif yang baru.
Perubahan beban kerja guru menjadi langkah awal yang positif dalam mengurangi tekanan administratif di dunia pendidikan. Namun, beban tambahan bagi kepala sekolah menunjukkan perlunya strategi pelaksanaan yang lebih matang.