Brilio.net - Sampah plastik masih menjadi persoalan klasik di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Ya, sampai saat ini Indonesia masih menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Tentu saja ini bukan prestasi membanggakan.
Bayangkan saja, berdasarkan data yang ada, daerah perkotaan di Indonesia menghasilkan 55.000 ton sampah padat per hari. Sedangkan di Jakarta, tidak kurang dari 7.250 ton sampah per hari dihasilkan.
BACA JUGA :
Restoran cepat saji ini berbagi keceriaan di antara gunung sampah
Nah penyumbang sampah terbesar di Jakarta sendiri adalah sisa konsumsi rumah tangga. Mayoritas sampah yang diangkut umumnya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sementara hanya 9% dari sampah tersebut yang layak dan dapat didaur ulang.
Karena itu dibutuhkan keterlibatan semua pihak untuk memerangi masalah sampah. Bukan hanya pemerintah, tapi semua pemangku kepentingan baik itu dunia usaha maupun masyarakat.
BACA JUGA :
Ini kota-kota terkotor di Indonesia
Nah dalam rangka memeringati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2019 yang jatuh pada 21 Februari, Unilever Sustainable Living Plan (USLP), salah satu perusahaan produsen consumer goods terbesar di Indonesia mengajak semua pihak untuk peduli dengan lingkungan.
Unilever pun menunjukan komitmennya dengan menambah delapan titik kumpul flexible plastics (FP) atau kemasan multilayer yang salah satu contohnya adalah kemasan sachet. Tujuannya untuk mengurangi sampah plastik yang berdampak pada lingkungan.
Selain itu program ini juga bisa meningkatkan manfaat sosial bagi masyarakat. Ke delapan titik kumpul tersebut meliputi Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Denpasar, Sidoarjo, Balikpapan, Medan, dan Makassar.
Delapan titik kumpul FP ini menjadi model untuk bisa membantu masyarakat luas terutama di tempat umum dan memperkuat jaringan lebh dari 2.800 bank sampah yang ada serta upaya kolektif bersama industri untuk program drop box.
Cukup beralasan program ini digulirkan karena sampah FP atau kemasan multilayer selama ini dianggap bermasalah karena tidak ada solusi pengolahan sehingga menjadi residu dan berakhir di TPA. Pendekatan ekonomi sirkular dilakukan Unilever untuk memanfaatkan materi tersebut sebagai bahan baku yang memiliki nilai dan bisa kembali digunakan sebagai kemasan baru.
Sebagai perusahaan yang berada di Indonesia selama lebih dari 85 tahun, kami memiliki komitmen yang kuat dalam membantu berperan aktif mengatasi permasalahan sampah, terutama sampah FP atau kemasan multilayer. Hal ini sejalan dengan tujuan kami untuk mengurangi jejak lingkungan yang dihasilkan dari operasi bisnis kami, ujar Head of Sustainable Business dan Yayasan Unilever Indonesia Sinta Kaniawati dalam acara peresmian peluncuran delapan titik kumpul sampah FP di Bank sampah Induk Gesit, Jakarta Selatan, Kamis (28/2).
Karena itu Sinta mengajak masyarakat untuk mulai memerangi sampah dengan langkah kecil yang dimulai dari rumah. Caranya dengan memilah sampah organik dan anorganik. Setelah itu, sampah anorganik bisa dikirimkan ke bank sampah. Sementara sampah organik bisa dimanfaatkan menjadi kompos.
Jadi langkah kecil itu bisa dimulai dari lingkungan sendiri. Rumah tangga di tiap RT dan RW bisa memilah sampah dan kemudian diberikan ke bank sampah, ungkap Sinta.
Oh iya, saat ini aksi nyata Unilever terlihat dari terbentuknya sekitar 2.800 Bank Sampah yang tersebar di 19 kota di Indonesia, termasuk Bank Sampah Induk Gesit. Bank sampah ini dipilih karena jadi pusat pengelolaan sampah di Jakarta Selatan.
Kami percaya permasalahan sampah akan bisa diatasi dengan menerapkan kerangka erja yang holistik, inklusif serta terintegrasi yang melibatkan setiap fungsi dan peran semua pihak yang bersentuhan dengan permasalahan sampah dan mensinergikannya sebagai sebuah solusi yang efektif dan berkelanjutan, lanjut Sinta.
Sementara Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Themmy Kendra Putra menjelaskan program ini sekaliguus bisa menginspirasi anak-anak muda untuk makin peduli pada persoalan sampah.
Kita memanfaatkan anak muda untuk mau turut serta mengembangkan bank sampah. Tapi kita harus jelaskan ke merak bahwa bank sampah ini bukan hanya mengumpulkan sampah tapi juga mendorong ekonomi sirkular, kata Themmy.
Saat ini memang ada persoalan mendasar pengolahan sampah dari bank sampah yakni memasarkan produk kerajinan yang dihasilkan dari bank sampah itu sendiri.
Makanya, kata Themmy, saat ini bank sampah diupayakan bsa memanfaatkan teknologi seperti sosial media untuk memasarkannya. Ke depan, hasil-hasil dari bank sampah yang punya nilai tambah seperti kerajinan kalau bisa kita ekspor, ujar Themmy.
Ingat ya Sobat brilio, masalah sampah bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah lho. Tapi kita semua bisa terlibat dari hal-hal yang kecil di sekitar kita. Jadi jangan buang sampah sembarangan. Yuk mulai sekarang kurangi penggunaan sampah plastik ya.