1. Home
  2. »
  3. Serius
3 Oktober 2017 09:38

Budaya Indonesia sering diklaim, apa sebenarnya yang dimaui Malaysia?

Publik Malaysia banyak yang tak ambil pusing. Azizta Laksa Mahardikengrat
foto: merdeka.com

Brilio.net - Indonesia dan Malaysia yang berada dalam satu rumpun ternyata tidak selalu harmonis. Persamaan budaya nyatanya tidak mengurangi riak-riak perselisihan di antara kedua negara. Klaim budaya yang dilakukan oleh Malaysia membuat warga Indonesia geram. Yang terbaru, Kebudayaan kuda lumping menjadi tema utama dari baju yang dibawakan Sanjeda John yang merupakan Miss Grand Malaysia 2017.

BACA JUGA :
Meraup untung dari jualan cari jodoh, bagaimana lika-likunya?



foto: Facebook/@Missgrandinternational


Kementerian Pariwisata Malaysia buru-buru mengklarifikasi bahwa kostum tersebut memang terinspirasi dari budaya Jawa di Indonesia. Tapi bagaimanapun juga penggunaan tema Kuda Lumping tanpa seijin pihak berwenang di Indonesia ini membuat warganet Indonesia berdebat dan menyayangkan klaim Malaysia ini.

Malaysia beralasan bahwa migrasi masyarakat Indonesia membawa kebudayaan tersebut ke Malaysia. Pada awal abad ke-20, migrasi masyarakat Jawa melalui kapal dagang Belanda dan Jepang untuk mencari lahan baru membawa serta budayanya termasuk pertunjukan tari unik ini yang dilakukan pada kesempatan yang menyenangkan, tulis akun Miss Grand Malaysia di Instagram (29/9). Akun tersebut juga mengatakan bahwa budaya Jawa sudah tersebar di negara bagian utara Johor, Perak, dan Selangor.

BACA JUGA :
Kampus dan radikalisme, bagaimana sejarahnya di Indonesia?


foto: merdeka.com


Dan dalam perjalanan waktu, tak hanya kuda lumping saja yang diklaim. Banyak kebudayaan Indonesia lain yang diklaim oleh Malaysia. Mulai dari Reog Ponorogo, Angklung, Wayang Kulit, Lagu Rasa Sayange, Bahkan tari Tor-Tor dari Sumatera Utara diklaim oleh negara Jiran tersebut. "Kalau Malaysia banyak mengklaim budaya kita seperti reog, batik, keris dan sekarang tor-tor. Saya malah berpikir kalau Malaysia milik kita. Jadinya nanti Provinsi Malaysia," kata Sutan Bhatoegana mantan Ketua DPP Partai Demokrat dilansir dari Merdeka dalam sebuah kesempatan.

Genuk Ch Lazuardi dalam bukunya "Maumu apa, Malaysia?: Konflik Indo-Malay dari kacamata seorang WNI di Malaysia" menjelaskan bahwa banyak anak bangsa Indonesia yang tinggal di Malaysia khawatir dengan klaim Malaysia ini. Dalam bukunya, Moh Marzi, Ketua Sanggar Tari Sri Wahyuni yang melestarikan kesenian Reog mengatakan bahwa Reog memang sangat populer di Malaysia. Terutama di Batu Pahat, Johor Bahru, Malaysia.

Walaupun sudah menjadi warga negara malaysia, seniman Reog yang ada di Malaysia adalah ketururunan yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Mereka sebenarnya juga keberatan dengan klaim malaysia ini. Di Malaysia, kesenian Reog hanya milik warga melayu yang berketurunan Jawa saja. Jadi bukan hak Malaysia.

Buku terbitan tahun 2009 ini juga mengkritisi tentang polemik klaim batik sebagai budaya Malaysia. Dia menilai bahwa konflik ini hanya terjadi di kalangan pemerintah saja dan tidak mewakili suara masyarakat Malaysia. Hal ini dibuktikan dengan orang Malaysia yang memilih menggunakan batik dengan pola mereka sendiri. Pola yang dimaksud adalah motif batik Malaysia dengan dasar polos berwarna menyala dengan motif daun atau bunga yang besar. Sedangkan warga keturunan Cina lebih suka mengunakan batik Encim. Warga Malaysia keturunan India lebih suka menggunakan baju bermotif Sari yang berasal dari India.


foto: en.wikipedia.org


Marshall Clark dan Juliet Pietsch dalam bukunya "Indonesia-Malaysia Relations: Cultural Heritage, Politics and Labour Migration" melihat bahwa klaim budaya ini malah tidak terlalu dianggap oleh warga negara Malaysia. "Banyak orang Malaysia secara privat maupun publik mempertanyakan kenapa warga Indonesia terlalu mempermasalahkan hal tersebut yang dianggap sebagai kebudayaan bersama," tulis Clark dalam buku terbitan tahun 2014 itu.

Lagu nasional Malaysia "Negaraku" pernah diduga memplagiat melodi dari keroncong. Lagu ini dituduh mempunyai tempo dan melodi yang sama dengan lagu keroncong "Terang Bulan". Musisi Malaysia menepis klaim ini dengan menyebutkan bahwa inspirasi dari lagu ini adalah lagu dari Prancis berjudul "La Rosalie".

Warga negara Malaysia ternyata tidak terlalu ambil pusing dengan klaim-klaim semacam ini. Dalam bukunya, Marshall mengutip komentator dari salah satu media di Malaysia, "Koran bahasa Indonesia menjual berita yang berisi anti-Malaysia. Hal ini bagus untuk sirkulasi. Ngomong-ngomong, kami warga Malaysia sangat terhibur dengan hal ini. Kita sangat menyukai lagu "Negaraku". Asal muasal lagu ini sangat tidak penting, hal ini merupakan hal sepele bagi kami," sebagaimana dikutip dari komentator di salah satu media Malaysia.

Tapi, bagaimanapun hubungan baik dan saling menghargai budaya masing-masing perlu tetap digalakkan. Agar tidak ada konflik dan salah pengertian. Semua harus bisa diselesaikan dengan dialog antara budaya antara Malaysia dan Indonesia.

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
MOST POPULAR
Today Tags