Brilio.net - Setiap sudut Kota Jogja menawarkan hal menarik. Tak ayal menyedot banyak wisatawan melihat lebih dekat kota dengan julukan Jogja Istimewa ini. Di tengah hiruk-pikuk Kota Jogja, tak lepas dari hadirnya musisi jalanan atau pengamen. Mereka memeriahkan nyaris setiap sudut kota, terutama di destinasi wisata seperti Malioboro dan sepanjang Jalan Mangkubumi, tak jauh dari Stasiun Yogyakarta, yang dipenuhi warung lesehan pada malam hari. Bila kamu pernah wisata kuliner atau duduk santai di kursi-kursi di kedua area ini, sesekali pasti pernah menemukan pengamen menghampiri wisatawan. Atau justru kamu pernah dihampiri mereka yang unjuk gigi menyanyikan sebuah lagu?
Pengamen di Kota Jogja sekarang ini tak bermain sendiri, sudah banyak yang berkelompok. Mereka biasanya bisa kamu temui bermain musik di pojokan lampu lalu lintas persimpangan jalan, memainkan seperangkat alat musik saat lampu merah menyala. Lagu-lagu yang dibawakan para pengamen yang umumnya pemuda ini beraneka genre. Mereka bisa membawakan lagu pop, dangdut, hingga melayu.
BACA JUGA :
Anji sidak musisi jalanan di Malang, nyanyi bareng dan sawer Rp 1 juta
Seperti yang dialami Deden, pemuda yang dulunya menjadi bagian dari kelompok seniman angklung. Tahun 2008 adalah masa ia memulai menggantungkan hidupnya di jalanan. Saat itu ia masih duduk di bangku sekolah. Semula ia mengamen dari satu bus ke bus lainnya.
"Karena terasa kurang maksimal dan menguras tenaga, akhirnya saya bernyanyi di lampu merah," ujarnya saat ditemui brilio.net di lampu lalu lintas Jogokaryan belum lama ini.
BACA JUGA :
Nyanyikan lagunya Rossa, suara emas pengamen tunanetra ini memukau
foto:brilio.net
Deden melanjutkan bahwa akhirnya ia bergabung dengan Jogja Acoustic Management (JAM) yang menampung kurang lebih 15 musisi senasib dengan dirinya. Di keseharian, para musisi ini bermain musik di jalanan dari pagi sampai sore hari. Ratusan ribu rupiah bisa mereka raup dalam sehari.
"Terkadang karena cuaca yang tidak menentu, kami terpaksa pulang lebih cepat," lanjut pria berumur 25 tahun tersebut.
Tantangan tak berhenti perihal cuaca buruk saja, adanya pandemi Covid-19 dua tahun belakangan juga memukul telak roda perekonomian para musisi jalanan ini. Besarnya biaya yang dibayarkan untuk menyewa sebuah angklung membuat Deden dan kawan-kawan beralih seperti pengamen pada umumnya. Menggenjreng gitar dan melantunkan lagu di sudut lampu lalu lintas. Menghibur pengendara yang sejenak berhenti.
foto:brilio.net
Bagi Deden, aksinya memainkan musik di jalanan bukanlah semata-mata mengharapkan kebaikan para pengendara memberikan uang. Ia memiliki prinsip tersendiri menjadi pengamen.
"Saya ingin menghibur para pengendara sekaligus berkarya," jelas Deden tentang alasannya tetap semangat menjalani hari-hari sebagai musisi jalanan.
Reporter: Mg1