Brilio.net - Pada Pilkada serentak 2024, DKI Jakarta menjadi satu-satunya daerah yang memiliki keistimewaan untuk menggelar pilkada dua putaran. Dari total 545 daerah yang berpartisipasi dalam pilkada kali ini, hanya Jakarta yang diatur dengan mekanisme khusus tersebut.
Keistimewaan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), yang menggantikan UU Nomor 29 Tahun 2007. Undang-undang terbaru ini resmi disahkan pada April 2024.
BACA JUGA :
Megawati menyoroti kekalahan Andika-Hendi di Pilkada Jateng 2024, singgung soal kejujuran
Ketentuan dua putaran dalam Pilkada Jakarta muncul dari perbedaan syarat perhitungan kemenangan dibandingkan daerah lainnya di Indonesia. Jakarta mengadopsi aturan yang mensyaratkan calon gubernur untuk memperoleh suara mayoritas lebih dari 50 persen untuk menang dalam putaran pertama.
Jika tidak ada kandidat yang memenuhi syarat tersebut, putaran kedua harus dilaksanakan. Mekanisme ini tidak diterapkan di provinsi atau kabupaten/kota lain, yang menggunakan perhitungan suara terbanyak tanpa perlu putaran tambahan.
BACA JUGA :
Unggul di Pilkada Maluku Utara versi quick count, Sherly Tjoanda ungkap rasa terima kasihnya
foto: Liputan6
Tahapan pilkada dua putaran di Jakarta berlangsung sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Setelah putaran pertama selesai dan tidak ada kandidat yang memenangkan mayoritas mutlak, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta akan mengatur jadwal untuk putaran kedua.
Proses ini melibatkan penghitungan suara, pengumuman resmi hasil pemilu, serta persiapan logistik dan kampanye untuk putaran selanjutnya. Keistimewaan Jakarta ini menunjukkan statusnya yang berbeda sebagai daerah khusus, sekaligus memastikan pemilihan gubernur dilakukan secara demokratis dan mencerminkan suara mayoritas masyarakat.
Lantas bagaimana dasar hukumnya hingga Jakarta bisa menggelar Pilkada dua putaran? Yuk simak ulasan lengkap di bawah ini yang dilansir brilio.net dari berbagai sumber, Kamis (28/11).
Dasar hukum pelaksanaan pilkada dua putaran di Jakarta
foto: freepik.com/freepik
Berdasarkan Pasal 10 ayat (2) dan (3) UU No. 2 Tahun 2024, Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta hanya dinyatakan menang jika mendapatkan suara lebih dari 50% (mayoritas mutlak) dalam putaran pertama. Jika tidak ada pasangan calon yang memenuhi syarat ini, maka Pilkada akan dilanjutkan ke putaran kedua dengan dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak di putaran pertama.
Adapun bunyi undang-undangnya:
Pasal 10 ayat (2) "Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 5O% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih"
Pasal 10 ayat (3) "Dalam hal tidak ada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak
pertama dan kedua pada putaran pertama.
Ketentuan pada aturan inilah yang menjadi syarat kemenangan sekaligus adanya putaran kedua Pilkada Jakarta. Lantas bagaimana dengan daerah lainnya?
Pasal dalam UU Nomor 2 Tahun 2024 ini menyatakan bahwa Jakarta memiliki kekhususan dalam mekanisme pemilihan kepala daerah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, yang umumnya hanya menggelar satu putaran Pilkada. Kekhususan ini didasari status Jakarta sebagai provinsi khusus yang telah lama diatur melalui legislasi khusus.
foto: freepik.com/freepik
Sementara pada daerah-daerah lain merujuk pada UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Terutama pada Pasal 107 Ayat (1) dan Pasal 109 ayat (1) menjelaskan bahwa pasangan calon kepala daerah seperti gubernur-wakil gubernur, wali kota-wakil wali kota, dan bupati-wakil bupati tidak diwajibkan meraih lebih dari 50% suara untuk dinyatakan menang. Pemenang ditentukan berdasarkan perolehan suara terbanyak dibandingkan pasangan calon lainnya.
Hal ini berarti pada Pilkada Jakarta setiap calon kepala daerah wajib memenuhi ambang batas kemenangan yakni 50% peroleh suara. Sedangkan di provinsi lain tidak perlu memenuhi ambang batas 50% ini, tetapi jika ada calon kepala daerah yang memenuhi suara terbanyak maka dinyatakan sebagai pemenang.
Selain itu, Jakarta sebagai pusat pemerintahan negara dan daerah dengan dinamika politik yang lebih kompleks, Jakarta membutuhkan mekanisme Pilkada yang berbeda untuk mencerminkan kondisi sosial, politik, hingga administratifnya. Hal ini mendasari perlunya pengaturan khusus yang memungkinkan adanya dua putaran, untuk memastikan adanya pemenang yang lebih representatif sekaligus menghindari persaingan yang tidak seimbang dalam satu putaran saja.
Dengan adanya UU No. 2 Tahun 2024, Pilkada Jakarta dirancang untuk mengakomodasi kekhususan ibu kota, memungkinkan penerapan dua putaran dengan syarat yang lebih fleksibel dibandingkan dengan daerah lainnya
Tahapan Pilkada dua putaran Jakarta
foto: freepik.com/freepik
Tahapan Pilkada dua putaran di Jakarta diatur secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), yang mencakup perbedaan mendasar dari tahapan Pilkada di daerah lain. Adapun tahapannya sebagai berikut:
1. Pelaksanaan putaran pertama
Seluruh pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur bersaing dalam putaran pertama untuk memperoleh suara. Berdasarkan Pasal yang mengatur mekanisme ini, calon dinyatakan menang jika mampu memperoleh suara lebih dari 50% dari total suara sah. Jika tidak ada calon yang mencapai mayoritas mutlak, maka Pilkada harus dilanjutkan ke putaran kedua.
2. Penghitungan dan rekapitulasi suara putaran pertama
Tahapan ini mencakup penghitungan suara oleh penyelenggara pemilu di setiap tempat pemungutan suara (TPS), yang kemudian dilanjutkan dengan rekapitulasi di tingkat kecamatan, kota, hingga provinsi. Hasil akhir dari penghitungan ini menjadi dasar penentuan dua pasangan calon dengan suara terbanyak untuk maju ke putaran kedua.
3. Penetapan jadwal putaran kedua
Peraturan KPU mengatur bahwa jika putaran kedua diperlukan, penyelenggara pemilu wajib menetapkan jadwal baru. Jadwal ini mencakup masa kampanye putaran kedua, logistik pemilu, hingga pengaturan administratif lainnya.
4. Kampanye putaran kedua
Dua pasangan calon yang lolos ke putaran kedua diberi kesempatan untuk berkampanye kembali, dengan fokus pada upaya meraih mayoritas suara dari pemilih. Kampanye ini dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan putaran pertama, sesuai ketentuan yang berlaku.
5. Pemungutan suara dan penghitungan di putaran kedua
Pemungutan suara kembali dilakukan di seluruh TPS, dengan prosedur yang sama seperti putaran pertama. Setelah pemungutan selesai, dilakukan penghitungan suara di tingkat TPS, yang kemudian direkapitulasi hingga tingkat provinsi.
6. Penetapan pemenang
Pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak di putaran kedua secara otomatis dinyatakan sebagai pemenang Pilkada DKI Jakarta.