Brilio.net - Sekitar 1,4 juta orang yang hidup 15.000 kilometer jauhnya dari Kalimantan Timur, Indonesia, mengalami mati listrik pada pertengahan 2015 silam. Kegagalan operasi dua turbin di pembangkit listrik PLTG Senipah (PLTGS) menjadi sumber dari mimpi buruk jutaan jiwa tersebut.
BACA JUGA :
Ini komponen inti dari era internet yang wajib dimiliki
Pembangkit yang berada di Desa Teluk Pemegas itu menggunakan dua turbin GE LM6000 untuk menyuplai kebutuhan listrik di tiga kota, Balikpapan, Tenggarong, dan Samarinda. Jaringannya juga terhubung dengan jaringan Mahakam.
Masalah ini disadari betul oleh tim pemeliharaan PLTGS untuk segera mengatasinya karena dampaknya bisa meluas ke berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi dan bisnis. Tim berupaya menyalakan sistem darurat untuk bisa mengembalikan daya ke tiga kota yang terkena dampak tersebut.
Selama tujuh jam upaya mereka tidak membuahkan hasil. Mesin turbin gagal dihidupkan. Kabar buruknya lagi, kegagalan menyalakan kembali mesin justru akan menyebabkan pemadaman memakan waktu yang lebih lama lagi.
BACA JUGA :
Cacat jantung bawaan, bayi ini sembuh berkat teknologi mutakhir USG
Tim pemelihara pun mencari cara lain menyelesaikan masalah tersebut. Mereka kemudian menghubungi Quick Response Center (QRC) milik GE yang berada di Houston untuk meminta bantuan.
Para insinyur GE yang dibantu tim khusus termasuk dua orang dari GE Power Services, Eren Akcay (support engineer) dan Peter Agelink (lead engineer) pun dikirim untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut. Pada 9 Juli 2015, dua orang dari tim GE Power Services Houston itu tiba dengan misi menyelamatkan 1,4 juta orang dari kegelapan.
Ketika pelanggan menghubungi tim QRC dan menekankan pentingnya masalah ini, kami bekerja dengan cepat untuk segera meninjau masalah, kata Peter mengenai penanganan masalah di PLTG Senipah itu, sebagaimana dilansir brilio.net dari laman GE Reports Indonesia, Kamis (22/6).
Hasil dari peninjauannya tersebut diketahui sumber masalah ada pada turbin. Dalam istilah sederhana, central processing unit turbin sedikit tersandung setelah kerusakan dan pelanggan mengalami kesulitan untuk menyalakan kembali mesin, hingga empat jam, jelas dia.
Peter menjelaskan, kecanggihan teknologi yang dimiliki GE berupa software Remote Monitoring & Diagnostic, membuat penanganan permasalahan yang dihadapi pelanggan bisa dilakukan dengan cepat. Dengan teknologi itu pihaknya mampu mempelajari masalah yang dihadapi pelanggan, lantas memutuskan langkah-langkah apa yang patut diambil untuk mengatasinya. Dengan jumlah tiga kota yang mengalami pemadaman, akhirnya kami mampu mengatasi pemadaman tersebut dengan waktu kurang dari 10 menit, tambahnya.
Terobosan yang dikenal dengan Fast-Fix Tech ini tidak saja membuat 1,4 juta orang gembira karena bisa kembali mendapatkan pasokan listrik, tapi juga memberikan keuntungan bagi PLTGS. Sebab, berkat penanganan masalah yang sangat cepat itu, PLTGS bisa menghemat biaya hingga USD 1,8 juta. Penghematan ini karena tim pemeliharaan PLTGS tidak perlu menyewa kontraktor, tidak membeli suku cadang baru, dan pabrik tidak perlu ditutup hingga dua minggu sebagaimana perkiraan waktu perbaikan dengan cara selain Fast-Fix Tech dari GE ini.
Video di bawah ini menunjukkan seperti apa problem yang dihadapi di jaringan Mahakam tersebut, dan bagaimana peran Fast-Fix Tech menyelamatkan 1,4 juta orang dari kegelapan.