Brilio.net - Beredar kabar bahwa Universitas Gadjah Mada (UGM) mencabut gelar politisi Partai Amanat Nasional (PAN) M Amien Rais. Mengenai kabar, ini pihak UGM memberikan klarifikasi.
UGM menegaskan tidak pernah melakukan pencabutan atas jabatan guru besar dari Amien Rais karena hal itu merupakan kewenangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
BACA JUGA :
Mandi saat jam-jam sahur ternyata berbahaya, ini penjelasannya
"Tidak pernah ada statement UGM mencabut guru besar (Amien Rais), karena guru besar itu kewenangan Kemenristekdikti," kata Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Iva Ariani seperti dikutip dari Antara, Selasa (28/5).
Ketua Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Koentjoro angkat bicara mengenai gelar profesor yang disandang oleh seseorang. Menurut Koentjoro gelar profesor kerap disalahpahami sebagai sebuah gelar akademik layaknya sarjana maupun doktor yang bisa disandang seumur hidup.
Koentjoro menyebut jika gelar profesor yang disandang seseorang adalah salah satu jabatan akademik. Koentjoro menjelaskan sebagai jabatan akademik maka gelar profesor bisa hilang.
BACA JUGA :
3 Orang Indonesia ini kalau berangkat kerja naik helikopter
"Guru besar atau profesor adalah jabatan akademik. Bukan gelar akademik yang melekat sepanjang hidup. Kalau itu jabatan akademik maka ketika yang bersangkutan pensiun jabatannya itu pun pensiun," ujar Koentjoro dalam keterangan tertulisnya yang diterima merdeka.com, Selasa (28/5).
Koentjoro mengungkapkan, DGB UGM tak punya kewenangan untuk mencopot atau mencabut gelar profesor yang disandang seseorang. Koentjoro juga membantah jika UGM telah mencopot gelar profesor milik Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais.
"ASN dilarang berpartai politik, karena itu dia harus pensiun. Jabatan akademik, perlu dibedakan dari gelar akademik yang berkaitan dengan kepakaran. Jika menyangkut kepakaran, jenjang pendidikan tertinggi adalah S3 dengan gelar doktor yang melekat seumur hidup," ungkap Koentjoro.
Koentjoro menerangkan, jenjang jabatan akademik dimulai dari Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, hingga Profesor. Untuk memperoleh jabatan tersebut, seorang pengajar atau dosen harus mengumpulkan penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan pengajaran.
"Ketika jumlahnya sudah mencapai 850 nilainya, barulah seseorang memperoleh jabatan akademik sebagai profesor melalui pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan di fakultas, di dewan penilaian universitas, bahkan kemudian dikirim ke Kemenristekdikti yang dinilai tim penilai di sana," urai Koentjoro.
Sementara itu, Ketua Senat Akademik (SA) UGM, Hardyanto mengatakan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No 92 Tahun 2014 tentang petunjuk teknis pelaksanaan penilaian angka kredit jabatan fungsional dosen, dijelaskan pada pasal 10 bahwa untuk kenaikan jabatan akademik secara reguler dari Lektor Kepala ke Profesor hanya melalui tujuh syarat.
Syarat tersebut, kata Hardyanto adalah memiliki pengalaman kerja sebagai dosen tetap paling singkat 10 tahun, berpendidikan doktor (S3), paling singkat 3 tahun setelah memperoleh ijazah doktor (S3), paling singkat 2 tahun menduduki jabatan Lektor Kepala, telah memenuhi angka kredit, memiliki karya ilmiah yang dipulikasikan dalam jurnal ilmiah internasional bereputasi sebagai penulis pertama, dan memiliki kinerja, integritas, etika tata krama, serta tanggung jawab.
Hardyanto menambahkan ada beberapa hal yang bisa menyebabkan seorang dosen diberhentikan dari jabatan sebagai guru besar. Beberapa di antaranya, pensiun, meninggal, sakit lebih dari 12 bulan, tidak mengajar selama 1 bulan, dan melakukan tindak pidana.
"Jadi, istilah pencabutan jabatan guru besar itu tidak ada, adanya penghentian. Misalnya yang bersangkutan pensiun dan tidak diperpanjang, tapi kalau pensiun lalu diperpanjang sebutannya guru besar emiritus," pungkas Hardyanto.