Brilio.net - Bicara soal kesejahteraan guru, kita sering kali terbentur pada hal-hal yang tampaknya sederhana. Gaji, tunjangan, dan beban kerja. Kenyataannya, kesejahteraan guru jauh lebih kompleks dari sekadar angka-angka yang tertera di slip gaji.
Tunjangan yang diberikan mungkin terasa cukup pada permukaan, tapi tak bisa menutupi beban mental dan emosional yang harus dipikul sehari-hari. Beban kerja yang terus meningkat, ditambah dengan adanya ekspektasi dari masyarakat, sering kali membuat guru makin sekarat.
BACA JUGA :
Soal tambahan gaji guru Rp 2 juta: Prabowo menangis ungkap kebijakannya belum sesuai harapan
Satu sisi mereka harus memberi yang terbaik untuk siswa, di sisi lain mereka harus bertahan dalam kondisi yang jauh dari ideal. Dalam konteks inilah, kesejahteraan guru seharusnya dilihat bukan hanya dari sisi materi, tetapi juga dari dukungan emosional, kesempatan untuk berkembang, dan lingkungan kerja yang mendukung.
Menurut Unifah Rosyidi, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), dalam konteks kesejahteraan guru, terdapat dua aspek penting yang harus diperhatikan untuk menentukan proritas guru. Faktor internal dan eksternal. Namun, ia memilih untuk menyoroti masalah yang lebih luas.
BACA JUGA :
Anak di bawah 16 tahun di Australia dilarang gunakan media sosial, dianggap membawa kerusakan mental
foto: PB PGRI
"Sebenarnya kita program proritas internal dan eksternal. Tapi kita ngomongi globalnya aja. Kesejahteraan, kualitas dan perlindungan," kata Unifah Rosyidi, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Menurutnya, meskipun kesejahteraan bukanlah satu-satunya faktor penentu, ia memainkan peran yang sangat penting.
"Kesejahteraan meskipun bukan faktor yang satu-satunya faktor. Tapi dia menjadi faktor penting di dalam ketenangan bekerja," tandasnya.
"Sekarang sudah ada PPPK, oke karena bagi kami kepastian masa depan itu penting".
Guru akan merasa dihargai dan terjamin masa depannya, dengan adanya program PPPK. Kebijakan ini tentu akan membuat guru merasa lebih tenang dan mampu menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi.
Menurut Unifah, kesejahteraan dan kualitas dianggap sebagai dua hal yang tak terpisahkan. Peningkatan kualitas pendidikan Indonesia, yang menjadi cita-cita besar untuk mewujudkan Indonesia Emas, tidak bisa terlepas dari pengembangan profesionalisme guru.
"Bagi kami kesejahteraan dan kualitas itu sama-sama penting. Mengapa? Karena kami mencintai Indonesia. Kalau kita mau mewujudkan Indonesia yang maju, Indonesia Emas. Maka, kualitas harus terus menerus ditingkatkan. Bahwa professional development pengembangan keprofesian yang terus menerus itu hak semua pekerja pendidikan. Kalau melihat riset sederhana kami itu sangat kecil dananya untuk meningkatkan kualitas," ungkapnya.
Di sisi lain, ia mengkritisi pandangan yang terlalu sering menyalahkan guru jika kualitas pendidikan belum sesuai harapan.
"Terus kemudian 'apa-apa gurunya yang mau belajar' enak banget itu. Nyalahin guru lagi nyalahin guru lagi. Kami memang banyak kekurangan. Ya, itu sebagai refleksi," curhatnya.
Menurutnya, meskipun banyak kekurangan dalam sistem pendidikan kita, PGRI telah berusaha keras untuk menciptakan pelatihan-pelatihan berbasis smart learning.
"Tapi, apa yang dilakukan PGRI, kami mengembangkan smart learning and character center. Kalau kami menghadirkan kami nggak mampu, kami nggak punya uang. Tapi kami ingin buat pelatihan-pelatihan sampai lingkar belajar teacher learning circle. Itu sampat ada di depan, guru-guru sampai di-grassroot level. Karena hanya dengan cara itu inovasi baru itu menetes," tutur Unifah.
Gaji guru Aparatur Sipil Negara (ASN) dan honorer ditambah Rp 2 juta di tahun 2025
Baru-baru ini Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pengumuman terkait kesejahteraan guru Pengumuman ini sengaja disampaikan saat acara puncak peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2024, Kamis (28/11) di Velodrome Rawamangun, Jakarta Timur.
Prabowo mengungkapkan, pemerintah akan meningkatkan kesejahteraan guru melalui kenaikan gaji. Untuk guru Aparatur Sipil Negara (ASN), kenaikan ini berupa tambahan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok yang diterima setiap guru.
"Artinya, setiap guru ASN akan menerima tambahan tunjangan profesi yang besarnya sesuai dengan gaji pokok masing-masing," jelas Presiden Prabowo.
Besaran gaji pokok guru ASN bervariasi tergantung pada golongan, pangkat, dan masa kerja. Misalnya, berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN), gaji pokok guru ASN dengan masa kerja 10 tahun di golongan III mencapai sekitar Rp3,2 juta per bulan. Dengan tambahan ini, guru ASN tersebut akan menerima tunjangan profesi sebesar Rp3,2 juta di luar tunjangan lainnya.
foto: YouTube/Mendikdasmen
Sementara itu, bagi guru honorer, pemerintah menetapkan kenaikan tunjangan profesi menjadi Rp 2 juta per bulan. Namun, tunjangan ini hanya diberikan kepada guru honorer yang telah bersertifikasi. Kebijakan ini dijadwalkan mulai berlaku pada tahun 2025.
"Kami paham, kami mengerti usaha kami. Usaha Mendikdasmen, usaha menteri keuangan, ini yang belum saudara-saudara perlukan. Tapi ini adalah upaya kami. Dan ini akan kami upayakan terus," tegas Presiden Prabowo sambil menitikkan air mata, yang disambut tepuk tangan meriah dari para hadirin.
Dengan adanya kebijakan ini emangnya seberapa besar dampak gaji atau tunjangan terhadap tekanan yang dihadapi guru? Apakah tambahan Rp 2 juta dalam gaji bisa mengurangi rasa lelah dan cemas yang terus menggerogoti kesehatan mental mereka?
Tambahan tunjangan ternyata bukan menjadi faktor utama kesejahteraan
Mengutip penelitian Yogendra Kumar Singh dan Dev Nath Singh Gautam, The Impact of Job Satisfaction on Teacher Mental Health, tekanan kerja yang tinggi di kalangan guru sering kali berasal dari ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan sumber daya yang ada. Walaupun beberapa sekolah memberikan tunjangan atau insentif untuk memotivasi para guru, realitas yang ada sering kali jauh dari apa yang terlihat di atas kertas.
Menurut Singh dan Gautam, kepuasan kerja memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan dan kesehatan mental guru secara keseluruhan. Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara status pekerjaan dan kesehatan mental, dengan profesi mengajar yang tergolong sangat stres.
Tunjangan tambahan sebesar Rp 2 juta mungkin terdengar besar bagi sebagian orang, namun bagi seorang guru, ini bisa terasa seperti sebuah janji yang mudah menguap. Sebab, meski angka di rekening meningkat, pekerjaan juga berlipat. Bahkan, kadang-kadang, semakin tinggi tunjangan, semakin besar harapan dan ekspektasi yang diberikan. Jelas, ini akan semakin menambah tekanan.
Singh dan Gautam menjelaskan bahwa guru yang merasa stres karena kurangnya dukungan dan beban kerja yang tinggi sering kali merasakan kelelahan mental yang berlebihan. Mereka tidak hanya lelah secara fisik, tapi juga secara emosional. Bahkan dengan tambahan uang, kesehatan mental mereka bisa tetap terancam jika beban yang dihadapi terlalu berat.
Bagaimana bisa seseorang merasa puas jika di sekelilingnya terasa seperti medan perang yang tak berkesudahan? Guru yang merasa diabaikan, tidak dihargai, atau tidak memiliki kontrol atas lingkungan kerjanya akan lebih rentan terhadap stres dan kecemasan.
Tunjangan memang bisa memberikan sedikit kenyamanan. Tetapi masalah yang berhubungan dengan mental tinggal boleh ditinggal. Demi mencapai keseimbangan yang lebih baik, diperlukan perubahan yang lebih fundamental dalam sistem pendidikan. Seperti pengurangan beban kerja, peningkatan dukungan sosial, dan perhatian lebih terhadap kesehatan mental guru.