Brilio.net - Aksi di depan kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pada 21-22 Mei 2019 berlangsung ricuh. Ada aksi bakar ban hingga lempar batu dan kembang api. Bahkan beberapa fasilitas publik dan dagangan milik warga turut rusak.
Tak cuma itu, ada beberapa penyusup di aksi tersebut. Polisi pun menangkap kelompok penyusup aksi damai di Jakarta pada 21-22 Mei yang berakhir rusuh. Enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka jual beli senjata api (senpi) ilegal. Hasil penyidikan, mereka berniat membunuh tokoh nasional dan pimpinan lembaga survei.
foto: Liputan6.com
Dari penelusuran pihak Kepolisian, untuk membeli senpi ilegal para tersangka menghabiskan dana Rp 150 juta. Ternyata ini dikonversikan dari dolar Singapura.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Karopenmas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, enam tersangka ada aktor intelektualnya yang mendesain. Kemudian ada pendanaannya juga yang memberikan dana dalam bentuk dolar Singapura.
"Enam kan ada leadernya, di situ kan ada aktor intelektual yang mendesain semua itu. Di atas ada pendana, juga yang kasih uang Rp 150 juta tapi dalam bentuk dolar Singapura. Kasih ke aktor intelektual, kasih kan ke ini (para tersangka)," kata Dedi di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (28/5).
foto: Liputan6.com
Dia menegaskan, dana tersebut bukanlah honor mereka. Setelah melakukan eksekusi baru akan diberikan honornya, yang kini masih didalami berapa nilai upahnya jika berhasil mengesekusi.
"Honor untuk aksi dikasih lagi. Dan ada janji juga. Pokoknya kalau berhasil mengeksekusi satu, yang apa namanya empat, tapi satu dulu yang harus dieksekusi, yang lembaga survei itu. Kalau misalnya kamu dapat itu, hajar dulu yang lembaga survei, nanti baru dikasih uang dan seluruh keluarganya ditanggung," ungkap Dedi.
Menurut dia, semua dana tersebut berbentuk tunai. "Cash, langsung dikasih cash. Kemudian dicairkan di money charger, 150 juta langsung dia pakai itu," jelas Dedi.
Dia tak menepis bahwa pemberi dana ini adalah sosok papan atas, lantaran bisa memberikan dana dalam bentuk dolar Singapura.
"Iya, pendananya iya. Pendananya kasih ke aktor intelektual, aktor intelektual ngasih kan ke koordinator lapangan. Koordinator lapangan dia mencari senjata, mencari eksekutor, dia memapping di mana tempat eksekusinya. Itu semua," kata Dedi.
Menurutnya, para tersangka ini semuanya motif ekonomi semata. "Ada order dari aktor intelektual. larinya ke ekonomi," ujar Dedi memungkasi seperti dikutip dari Liputan6.
foto: Liputan6.com
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal mengatakan, keenam tersangka memiliki peran beragam. HK diketahui berperan sebagai pemimpin sekaligus eksekutor dalam kelompok tersebut.
"HK ini perannya adalah leader, mencari senpi, mencari eksekutor, sekaligus menjadi eksekutor, serta pimpin tim turun pada aksi 21 Mei 2019. Jadi tersangka ini ada pada 21 Mei dengan membawa sepucuk senpi revolver taurus," ujar Iqbal di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (27/5).
Dari aksinya tersebut, HK menerima uang sebesar Rp 150 juta. Dia berhasil ditangkap di lobi sebuah hotel di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Mei 2019 sekira pukul 13.00 WIB.
Tersangka AZ yang merupakan warga Ciputat, Tangerang Selatan juga memiliki peran sebagai perekrut eksekutor pada kerusuhan 21 Mei. Dia juga berperan sebagai eksekutor.
Sementara tersangka IF yang merupakan warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat hanya berperan sebagai eksekutor. Dari misinya itu, IF diganjar uang Rp 5 juta.
"Tersangka keempat, TJ berperan sebagai eksekutor dan menguasai senpi rakitan laras pendek dan senpi laras panjang. Tersangka ini menerima uang Rp 55 juta," tutur Iqbal.
Kemudian tersangka AD berperan sebagai pemasok tiga pucuk senjata api rakitan terkait kerusuhan 21 Mei. Dia menjual senpi rakitan meyer, senpi rakitan laras pendek, dan senpi rakitan laras panjang senilai Rp 26,5 juta kepada HK.
"Tersangka keenam, AF berperan sebagai pemilik dan penjual senpi ilegal revolver taurus kepada HK. Ini perempuan. Dia menerima penjualan senpi Rp 55 juta," kata Iqbal.