Brilio.net - Sejak disahkannya UU ITE, media sosial menjadi tempat yang cukup berbahaya. Jika tidak berhati-hati dalam menulis status atau mengunggah postingan, bisa terkena pasal. Ungkapan mulutmu harimaumu, kini berganti menjadi jempolmu harimaumu.
Itu terbukti dengan pencopotan anggota TNI akibat ujaran kebencian yang dilakukan oleh istrinya di media sosial. Kasus tersebut menjadi bentuk pengingat agar aparat negara, salah satunya pegawai negeri sipil (PNS), lebih bijak memakai media sosial. Sebab, PNS yang ketahuan menyebarkan ujaran kebencian, provokasi atau hoaks di media sosial bakal kena sanksi.
BACA JUGA :
Pengumuman pendaftaran CPNS 2019, rekrutmen dibuka akhir Oktober
Badan Kepegawaian Negara (BKN) pun sempat kebanjiran laporan. Kepala Biro Humas BKN, M Ridwan, mengingatkan aturan soal larangan ujaran kebencian bagi para PNS diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014. Hal itu pun ditegaskan dalam surat edaran Nomor K.26-30/V.72-2/99, perihal Pencegahan Potensi Gangguan Ketertiban dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi PNS.
"Nilai dasar ASN antara lain memegang teguh ideologi Pancasila, setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Serta pemerintahan yang sah, menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak, serta menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif," jelas surat edaran BKN.
Masyarakat pun bisa melaporkan bila ada ASN yang menyebar ujaran kebencian atau provokasi di medsos melalui https://www.lapor.go.id/.
BACA JUGA :
Seleksi CPNS 2019, 5 info ini wajib diketahui pendaftar
Berikut ini deretan larangan dan hukuman bagi PNS soal ujaran kebencian, seperti brilio.net lansir liputan6 pada Senin (14/10).
1. Larangan ujaran kebencian dan Provokatif.
foto: liputan6.com
a) Menyampaikan pendapat di muka umum baik secara lisan maupun tertulis, yang dilakukan secara langsung maupun melalui media sosial atau media lainnya, seperti spanduk, poster, baliho yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta Pemerintah.
b) Menyampaikan pendapat di muka umum baik secara lisan maupun tertulis yang dilakukan secara langsung maupun melalui media sosial atau media lainnya seperti spanduk, poster, baliho yang bermuatan kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
c) Menyebarluaskan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) baik secara langsung maupun melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, regram, dan sejenisnya).
d) Mengadakan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta Pemerintah.
e) Mengikuti atau menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta Pemerintah.
f) Menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) dengan memberikan likes, love, retweet, regram, atau comment di media sosial.
2. Hukuman.
foto: liputan6.com
Penegakan dan pembinaan terkait aturan tersebut dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi pusat dan daerah. Hukuman bagi pelanggar pun terbagi menjadi disiplin berat dan sedang atau ringan.
Untuk pelanggaran pada huruf a sampai d akan dijatuhi hukuman berat, sementara pelanggar huruf 3 sampai f akan kena disiplin sedang atau ringan. Hukuman yang diberikan mempertimbangkan latar belakang dan dampak dari perbuatan pelanggaran.