Brilio.net - Banyuwangi gencar mengembangkan wisata halal sejak beberapa tahun terakhir. Ini tampak dari adanya pantai halal tourism. Namun ternyata hal tersebut menjadi buah bibir di media sosial beberapa waktu terakhir. Bahkan ada yang menuduh segmentasi wisata halal ini sebagai bentuk 'Arabisasi'.
Tudingan itu dibantah keras oleh sejumlah tokoh lintas agama dan budayawan Banyuwangi yang menggelar pertemuan pada Sabtu (29/6) kemarin.
BACA JUGA :
Lombok kembali jadi destinasi wisata halal terbaik, kalahkan Aceh
Ketua I Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banyuwangi KH Nur Khozin menyebutkan bahwa pengembangan pariwisata halal di Banyuwangi sama sekali jauh dari Arabisasi.
"Arabisasi itu berarti menerapkan budaya Arab. Di Banyuwangi tidak ada seperti itu," ujarnya saat konferensi pers di Rumah Adat Suku Osing yang terletak di Pendopo Banyuwangi, Sabtu (29/6), sebagaimana dilansir Brilio.net dari Merdeka, Minggu (30/6).
BACA JUGA :
Keren, Indonesia jadi destinasi wisata halal terbaik dunia
foto: merdeka.com
Lebih lanjut Perwakilan dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Banyuwangi I Komang Sudira mengatakan, pengembangan wisata dan kebudayaan di Banyuwangi telah berjalan dengan sangat baik dan menghargai keberagaman. Seni-budaya berbasis kearifan lokal Suku Osing (masyarakat asli Banyuwangi) digelar rutin dan semarak.
"Sampai saat ini, tidak saya temukan upaya untuk memaksakan nilai-nilai agama tertentu yang dapat merusak keberagaman yang ada. Apalagi dalam hal kebudayaan dan kesenian," terangnya.
Senada dengan dua tokoh sebelumnya, Pendeta Anang Sugeng Sulistiyo selaku Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG) Banyuwangi mengatakan bahwasanya kebudayaan dan kesenian yang berkembang dari suku Osing selama ini berlaku universal.
Dia mencontohkan Tari Gandrung yang tak hanya ditarikan warga beragama tertentu. Anak-anak muda lintas agama juga menarikannya dalam berbagai festival seni yang ada di Banyuwangi.
"Semua agama bisa menarikannya. Baik Muslim, Hindu, Kristen, Budha dan lainnya, semuanya bisa menarikannya. Jadi, tak ada pemaksaan sebagaimana yang dituduhkan dengan istilah Arabisasi itu," tutur Pendeta Anang.
foto: merdeka.com
Sejumlah budayawan turut sepakat dengan pemuka agama Banyuwangi untuk menolak tuduhan Arabisasi. Apalagi tuduhan tersebut hanya berdasarkan potongan informasi tak lengkap.
"Jika diamati, tuduhan miring yang disematkan kepada pariwisata Banyuwangi ini dilakukan oleh orang luar Banyuwangi. Yang saya yakin, dia tidak tahu benar dengan kenyataan yang ada," ungkap budayawan Banyuwangi Samsudin Adlawi.
Samsudin menambahkan, sejumlah foto dan narasi yang dibangun untuk melegitimasi tuduhan arabisasi itu hanya berdasarkan prasangka.
"Menyebut suku Osing dan kebudayaannya itu sebagai Hindu adalah tuduhan yang buta sejarah dan tak faktual," tegas mantan ketua Dewan Kesenian Blambangan tersebut.
Samsudin mengharapkan tidak ada upaya memecah belah kerukunan di Banyuwangi. Dia optimis bahwa upaya adu domba yang menuding ada Arabisasi terhadap umat Hindu di Banyuwangi tidak akan berhasil. Menurutnya, semua orang mengetahui betapa keberagaman dan kearifan lokal di Banyuwangi ini dirawat dan dirayakan, bukan dihilangkan.
foto: merdeka.com
Menanggapi tudingan Arabisasi ini, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyatakan bahwa pengembangan wisata halal tak lebih dari strategi pemasaran saja. Pangsa pasar wisata halal di dunia terus mengalami kenaikan. Itulah mengapa Banyuwangi mencoba mengambil ceruk pasar ini.
"Halal tourism selama ini terus meningkat trendnya. Bahkan, di negara-negara yang notabenenya orang Muslim bukan mayoritas, wisata halalnya sangat maju. Sementara itu, kita yang merupakan negara dengan mayoritas penduduknya muslim, jauh tertinggal," ungkap Anas.
Dengan branding halal tourism, diharapkan mampu menarik peminat wisata halal ke ujung timur pulau Jawa ini.
foto: merdeka.com
"Banyuwangi sendiri, sebenarnya, wisatanya sudah memenuhi standarisasi halal tourism. Hampir semua wisata, ada tempat ibadahnya. Makanannya pun makanan halal. Jadi, halal tourism ini bukan soal Arabisasi, tapi soal promosi dan segmentasi pasar sana. Urusan komersial untuk mendatangkan wisatawan, tidak lebih, dan jelas bukan Arabisasi," tegas Anas.
Pertemuan tersebut juga diikuti Ketua I Forum Kerukunan Umat Beragama, budayawan senior Banyuwangi, Hasnan Singodimayan, serta sejumlah tokoh budaya lainnya seperti Taufiq Hidayat dan Budianto.