Brilio.net - Presiden Jokowi telah memutuskan memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Jawa. Keputusan ini disampaikan usai mendengar laporan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengenai tiga lokasi alternatif ibu kota baru Indonesia pada Senin (29/4).
Bambang menyebut tiga lokasi alternatif tersebut yakni pertama tetap di Jakarta, kedua di sekitar Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Ketiga di luar Pulau Jawa. Dari ketiga opsi itu ternyata Jokowi memilih alternatif ketiga.
BACA JUGA :
KPPS meninggal kini 318 orang dan 2.232 orang masih sakit
"Kalau saya sih alternatif satu dan dua sudah tidak," ujar Jokowi.
Salah satu alasan Jokowi memindah ibu kota ialah banyak pencemaran di Jakarta. Selain itu Jakarta atau Pulau Jawa disebut sebagai kawasan rawan macet dan banjir.
"Ada pencemaran yang berat juga. Ini di Pulau Jawa, sungai-sungai di Pulau Jawa merupakan 10 sungai yang paling tercemar di dunia," ujar Jokowi.
BACA JUGA :
Gunung Agung erupsi lagi, status Siaga 3
Degradasi sosial di Jakarta atau Pulau Jawa yang semakin tajam juga menjadi pertimbangan. Sementara, lahan di Pulau Jawa semakin sempit akibat peralihan fungsi.
"Dan informasi yang saya terima, sebanyak 40.000 hektare lahan yang sangat produktif beralih fungsi di Jawa, setiap tahunnya. Dari sawah ke properti," kata Jokowi.
foto: merdeka.com
Dilansir dari Liputan6.com, Selasa (30/4), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai rencana pemindahan ibu kota ke luar Jawa tidak secara otomatis mengurangi permasalahan yang ada di DKI Jakarta, yaitu kemacetan. Dia menilai, aktivitas pemerintahan tidak berkontribusi banyak dalam menyumbang kemacetan ibu kota.
"Karena kontributor kemacetan di Jakarta adalah kegiatan rumah tangga dan kegiatan swasta. Bukan kegiatan pemerintah," ujar Anies.
Anies menuturkan telah menjelaskan persoalan transportasi kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ketika rapat bersama pemerintah pusat. Di mana komponen transportasi di dalam kegiatan pemerintahan itu sangat kecil.
Sehingga jumlah kendaraan yang akan mengikuti pemindahan ibu kota hanya sedikit. Mantan Mendikbud itu mengungkapkan, jumlah kendaraan pribadi di Jakarta mencapai sekitar 17 juta, sementara kendaraan kedinasan hanya 141 ribu.
"Maka dalam hitungan kita pegawai pemerintah itu (hanya) sampai 8-9 persen," ungkap Anies.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini berkomitmen terus menyelesaikan persoalan yang dihadapi Jakarta. Baik masalah lingkungan hidup, ketersediaan air bersih, pengelolaan udara dan limbah.
"Transportasi juga masih jadi PR yang harus diselesaikan," sebutnya.
foto: Instagram/@aniesbaswedan
Tidak hanya itu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan, pemindahan ibu kota tidak menghambat pembangunan di Jakarta.
"Jadi tadi dalam pertemuan ini Presiden menegaskan bahwa pembicaraan mengenai ibu kota tidak ada hubungannya dengan rencana pembangunan besar-besaran di Jakarta," ujar Anies.
"Rencana pembangunan besar-besaran di Jakarta tetap jalan terus," sambungnya.
Anies menyebut pemindahan ibu kota hanya memberikan dampak pada urusan legislatif dan eksekutif. Di mana, nantinya seluruh kantor pemerintahan akan dipindahkan ke lokasi ibu kota baru.
Sementara untuk urusan perekonomian seperti perdagangan, investasi dan perbankan tetap dipusatkan di Jakarta.
"Ini hanya mencakup urusan pemerintahan legislatif dan eksekutif," katanya.