Brilio.net - Salah satu permasalahan yang memprihatinkan di Indonesia adalah kurangnya air bersih. Kejadian ini banyak terjadi di daerah-daerah pelosok yang sangat sulit dijangkau.
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS), capaian akses air bersih yang layak (Universal Acces) saat ini di Indonesia mencapai 72,55%. Angka tersebut belum mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) yang mengharapkan setiap negara telah mampu mewujudkan 100% akses air bersih layak untuk penduduknya pada tahun 2030.
Indonesia sendiri meletakkan target pencapaiannya lebih awal yaitu pada akhir tahun 2019 sebagaimana amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Karenanya, diperlukan kerja keras untuk bisa mencapai target tersebut.
Pedesaan merupakan wilayah yang banyak mengalami kesulitan akses terhadap air bersih. Selain itu, ketersediaan dana juga menjadi tantangan dalam mewujudkan 100% akses air bersih layak ini. Kebutuhan pendanaan tahun 2015-2019 untuk mencapai akses universal air minum adalah sekitar Rp 253,8 triliun.
BACA JUGA :
Warga kota ini tak bisa melihat matahari selama 65 hari berturut-turut
Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan sebesar itu, diperlukan berbagai sumber pendanaan, yaitu APBN, APBD, DAK, badan usaha melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), perbankan, CSR, dan masyarakat.
Salah satu upaya yang efektif mengatasi persoalan itu adalah dengan mengoptimalkan potensi perusahaan air baik di pedesaan maupun perkotaan. Organisasi berbasis komunitas dapat bertanggung jawab untuk menyediakan layanan air dan sanitasi bagi masyarakat terutama bagi masyarakat pedesaan. Inilah yang menjadi dasar program Water Credit yang dikembangkan oleh Water.org.
Country Manager Water.org, Rachmad Hidayad mengatakan Water Credit merupakan solusi sekaligus peluang bagi lembaga keuangan mikro untuk mengembangkan dan meluncurkan produk keuangan untuk air dan sanitasi.
"Dengan Water Credit, program akses air bersih dan sanitasi dapat menjangkau dan memberdayakan lebih banyak orang. Skema kredit mikro dapat lebih menjamin keberlanjutan program akses air bersih dan sanitasi dibandingkan bantuan langsung yang dapat terputus apabila donasinya dihentikan," ujar Rachmad Hidayad ujarnya saat bincang sore di Jakarta.
Sejak dimulainya program pada 2014, sebanyak 22 lembaga keuangan mikro dengan dukungan dari Water.org telah memberikan manfaat kepada 476.000 jiwa dalam mengakses air dan sanitasi. Selain itu, Water.org juga mengembangkan program turunan dari Water Credit, yaitu CBO (Community Based Organization) yang merupakan skema pembiayaan untuk Kelompok SPAMS (Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi) Pedesaan dan Program Water Connect (bekerja sama dengan PDAM).
Untuk mempercepat tercapainya program 100% air bersih layak pada 2019, Water.org juga membuka kesempatan kepada berbagai pihak termasuk swasta untuk turut berkontribusi memberikan capaian akses air bersih dan sanitasi di Indonesia dengan mengadopsi program Water Credit.
BACA JUGA :
Pria ini dibunuh suku terasing saat datang ke Pulau Sentinel
Salah satu pihak swasta tersebut adalah PT. Tirta Investama (Danone-AQUA), perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) yang memiliki perhatian terhadap peningkatan akses air bersih dan penyehatan lingkungan di Indonesia. Dalam kerja sama ini, Water.org dan Danone-AQUA menargetkan dampak yang lebih besar melalui solusi keuangan yang berkelanjutan dengan memberdayakan Kelompok SPAMS Pedesaan.
Kelompok Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (KP-SPAMS) Jolotundo, Desa Juwangi di Kecamatan Juwangi merupakan salah satu desa yang mendapatkan pembiayaan Water Credit dari Water.org dan Danone-AQUA. Desa yang terletak di sebelah utara Kabupaten Boyolali ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Grobogan, dan berjarak sekitar 2 jam perjalanan dari pusat Kota Boyolali. Sebelumnya, untuk mendapatkan air bersih, masyarakat Desa Juwangi mengambil dari mata air Jolotundo dengan menggunakan ember.
"Kalau dari desa saya jaraknya kurang lebih hampir 2 km. Tapi penduduk di desa lain harus menempuh jarak hingga 20 km. Sebelum ada program ini, beberapa penduduk juga sering terjangkit sejumlah penyakit seperti diare, karena wilayah kami dekat dengan hutan. Jadi banyak yang buang airnya sembarangan. Sekarang karena pasokan air bersih sudah memadai, dibuatlah jamban khusus, tutur Kamidi.
Dalam kesempatan yang sama, Sustainable Development Director Danone-Indonesia, Karyanto Wibowo, mengatakan dengan adanya program ini pihaknya berharap dapat meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat.
"Hal ini sejalan dengan komitmen dan visi kami untuk mendukung tercapainya target SGDs di 2030. Untuk itu penting bagi kami mendukung inovasi dan inisiatif yang baik untuk mencapai akses air bersih dan sanitasi yang baik melalui cara yang lebih berkelanjutan bagi masyarakat," jelas Karyanto.